52 : Ignored

356 54 13
                                    

Langkah kaki laki-laki itu semakin melebar tatkala menginjakkan kaki di sekolah. Tangannya beralih terkepal sangat kuat di samping badan, dan tatapan tajam masih menghiasi bola mata mirip boba miliknya. Setelahnya, sunggingan bibir tercipta di saat ia berada di lorong menuju gudang belakang sekolah.

Suasana sekolah yang nampak sepi menjadi kesempatan emasnya untuk memberi sedikit pelajaran pada mangsanya hari ini. Laki-laki itu mendorong pintu yang hampir rapuh di sana sampai terdengar gebrakan hasil benturan pintu dan tembok.

"Theo sialan! Lepasin gue!"

Seorang gadis yang tengah duduk di atas kursi dengan kedua tangan terikat di belakang menjadi fokus pertama laki-laki itu. Theo semakin mendekat ke arah gadis di sana yang tidak lain adalah Nadin.

"Lo berdua ke luar. Jaga di sana. Jangan sampe ada orang yang tau kita di sini," ujar Theo pada dua orang laki-laki suruhannya yang sejak tadi mengawasi Nadin di gudang, mereka mengangguk dengan ucapan Theo.

Ia beralih duduk di kursi, berhadapan langsung dengan gadis itu.

"Lepasin gue, anjing!"

"Ck. Enak banget lo ngomong kaya gitu setelah apa yang udah lo lakuin sama Elisa!"

Nadin membalas tatapan tajam yang Theo berikan padanya, bahkan napas gadis itu terlihat naik turun.

"Peduli apa lo sama cewe sialan itu, huh?!"

Theo menarik sebelah alis. "Lo bilang Elisa sialan?!"

Nadin mengangkat dagunya seperti menantang, di tambah seringaian tercipta di bibir gadis itu praktis membuat Theo berdecih.

"LO YANG SIALAN, ANJING! LO GAK PUNYA OTAK CEKOKKIN ELISA PAKE ALKOHOL LO ITU!" Jari telunjuk Theo mengacung tepat di depan wajah Nadin.

Meski gadis itu tahu Theo tengah disulut api amarah, nampaknya hal itu tak membuat nyalinya menciut begitu saja.

"Ya terserah gue lah! Mau gue cekokkin dia kek, mau gue hajar dia sekalipun, itu bukan urusan lo."

"Oh ... jadi lo udah berani sama gue!"

Nadin merotasikan bola mata, tatapan menusuk masih tergambar di sana.

"GUE GAK MAU DIA REBUT JAY DARI GUE, SIALAN! JAY CUMA PUNYA GUE! BUKAN ELISA!" Lantangnya dengan napas yang menggebu. "Kalo perlu, gue bisa bunuh cewe itu, anjing!"

PLAK!

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Nadin sampai gadis itu menoleh ke arah samping akibat gesekan telapak tangan besar Theo di pipinya dengan sangat kuat, dan bekas kemerahan kentara di sana.

"Jaga ucapan lo! Sebelum lo bunuh Elisa, gue yang bakal habisin lo lebih dulu!" Ia menggertakkan gigi, membiarkan dadanya yang berpacu cepat semakin memuncak.

Nadin menoleh seketika, dengan raut wajah yang sudah kacau, rambut berantakan, bekas tamparan di pipi, rupanya ia masih bisa menyunggingkan sebelah bibir.

"Asal lo tau. Gue gak takut sama ancaman lo!"

Laki-laki itu beranjak dari duduk, menarik dagu Nadin untuk menengadah menatap bola mata memerah miliknya. "Gue harap lo sadar sama omong kosong lo itu, cewe jalang. Gue yakin, lo tau gue gak bakal main-main sama orang yang berani nyari masalah."

"Gue gak terima lo giniin gue, sialan! Gue bakal bongkar kelakuan busuk lo!" Gertak gadis itu.

Theo menghempaskan dagu Nadin sampai gadis itu kembali tertoleh. Ia beralih menjambak rambut Nadin secara paksa, suara rintihan kini terdengar dari mulut gadis itu, Theo mendekatkan mulutnya di sebelah telinga Nadin, kemudian berbisik, "Sebelum lo bongkar aib gue, gue bakal bikin lo menderita lebih dulu," ujarnya disertai seringaian.

Surat untuk AtlantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang