54 : Sebuah kebenaran

593 71 9
                                    

Nadin tercekat tatkala Elisa tiba-tiba menumpahkan makan siang Atlanta yang sudah dicampuri cola hasil kerjaannya di atas kepala. Ia merasakan cairan kehitaman itu menetes melewati rambut sampai wajahnya, pun nasi yang sengaja ditumpahkan itu berjatuhan bersama cairan cola.

Semua orang yang kala itu menyaksikan tindakan Elisa hanya mampu membelalakan mata tak percaya sekaligus terkejut.

"Heh! Lo apa-apaan sih!" Seru Linda yang tidak lain sahabat dekat Nadin. Gadis itu hendak mendekati Elisa, namun pergerakannya terhenti ketika Elisa mengacungkan jari telunjuk ke arahnya.

"Diem lo!" Sahutnya dengan nada cukup tinggi, praktis Linda membeku di tempat.

Pandangan gadis itu kini menoleh ke arah Nadin yang sudah menatapnya tajam, tengah membersihkan butiran nasi di atas kepalanya dibantu oleh Nina dengan gerakan jijik.

"Belum puas nyari masalah sama gue, hah!"

Nadin menggertakkan gigi. "Gue gak nyari masalah sama lo, sialan!"

"Lo nyari masalah sama Atlanta itu artinya lo berani nyari masalah sama gue!"

Nadin mendengus, merotasikan bola mata, ia turun dari meja, berjalan mendekati Elisa. Tangannya bergerak menoyor kepala Elisa yang masih menatapnya penuh amarah.

"Lo siapanya si bisu, hah?" ucapnya masih dengan menoyor kepala gadis di depan.

Elisa masih terdiam dengan Nadin yang berulang kali menoyor kepalanya, kedua tangannya yang menggantung di samping badan ikut mengerat, mengepal, dan mungkin bisa melayang kapan saja.

"Dari dulu dia mainan gue. Dan gue berhak ngelakuin apa aja sama si bisu," ujar Nadin sedikit berbisik disertai seringaian.

Elisa menggeram dengan sorot mata tajam, laki-laki yang masih terdiam tak tahu harus berbuat apa, akhirnya beralih meraih tangan mengepal Elisa yang sudah bergetar. Namun, gadis itu tak mengindahkan sentuhan lembut di tangannya, ia memilih menghempaskannya kasar, dan tanpa aba-aba ia menjambak rambut Nadin yang cukup berantakan itu.

"ANJING!"

Ia semakin mengeratkan jambakan di rambut Nadin, sampai gadis itu meringis dan berteriak karena tarikan paksa Elisa yang berhasil membuat helaian rambutnya tercabut.

"LO SETAN, SIALAN! BERANINYA LO BILANG KALO ATLANTA MAINAN LO!"

"AKH! LEPASIN GUE ANJING!" Nadin terus memberontak, tapi Elisa hanya menulikan telinganya dengan rintihan Nadin.

"Elisa, sialan! Lepasin Nadin gak lo!" Nina sudah mewanti-wanti dengan jari telunjuknya yang mengacung.

Bugh!

Tak tinggal diam, Elisa segera menendang perut Nina sebelum gadis itu mendekat ke arahnya, alhasil ia terjungkal ke belakang, untung saja Linda dengan sigap menarik tangan sahabatnya sebelum Nina terbentur ke meja.

Merasa keadaan semakin memanas, Nadin berusaha keras untuk membalas Elisa yang masih menjambaknya kasar.

"Lo harus dikasih pelajaran!"

"AKH!" Kali ini Elisa yang meringis akibat tarikan tangan Nadin di rambut panjangnya yang tergerai. Sungguh, itu sangat menyakitkan.

Akhirnya dua siswi yang tengah bergelut saling tarik menarik rambut itu tak terelakkan. Semua pasang mata masih berdiri mematung, bingung harus berbuat apa untuk memisahkan keduanya yang semakin membrutal. Kalimat umpatan pun terngiang memenuhi isi kantin.

Di sisi lain, Atlanta semakin gelisah dengan perkelahian antara Elisa dan Nadin, bagaimanapun semua yang terjadi kala itu tak lain dan tidak bukan adalah karena Elisa yang membelanya dari tindakan bully Nadin yang rutin dilakukan padanya.

Surat untuk AtlantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang