🌹DUA PULUH EMPAT 🌹

4K 292 17
                                    

Jangan lupa untuk ⭐ nya
Jangan lupa untuk 💌 nya

"Langit tidak selamanya cerah, kadang hujan pun bisa membawa bencana dan perasaan juga sering kali bisa terluka."


Kini Haura sedang membereskan beberapa pakaiannya yang ia akan bawa untuk tinggal bersama Naufal. Tidak semua baju Haura dibawa, ia meninggalkan beberapa gamis, serta kaos lengan panjang di lemari kesayangan nya.

Setelah usai membereskan semua barang barang yang akan di bawa, kini saatnya ia mengambil wudhu untuk menunaikan sholat ashar.

Naufal keluar dari dalam kamar mandi mendapati Haura di depan wajah nya.

"Kamu baru mau sholat?" Tanya Naufal.

"Iya pak, baru selesai kemas baju."

Naufal mengangguk, lalu berjalan acuh ke Meninggalkan Haura. Haura hanya bisa menghembuskan nafasnya.

"Semangat Haura, usaha kamu akan di mulai dari saat ini." Ujar Haura menyemangati diri sendiri.

Setelah mengambil air wudhu, Haura akan mengira bahwa Naufal menunggu nya agar sholat berjamaah, ternyata tidak. Naufal sudah sholat terlebih dahulu.

Haura mengambil mukena nya dan memakai nya, ia duduk sebentar di sisi kasur sambil menunggu Naufal usai sholat.

Naufal berdoa sebentar, lalu menoleh kearah istrinya.

"Kamu mau sholat?" Tanya Naufal.

Haura mengangguk. Haura menunaikan sholat dengan sangat khusuk. Setelah selesai, Haura segera merapihkan kembali tempat sholatnya.

Ia tidak melihat keberadaan Naufal di kamarnya, Haura segara mengambil jilbab instan dan keluar dari kamar, ia mendapatkan Naufal yang sedang duduk bersama Rahman.

Haura tidak ingin mengganggu nya, ia lebih baik menuju ke dapur menemani Nafisah yang sedang memotong motong wortel.

"Bundaa.."

"Sudah selesai dek merapihkan nya?" Tanya Nafisah.

"Sudah Bun. bundaa jangan panggil Haura ade terus dong! Haura sudah besar, bunda!" Rengek Haura.

"Mau sebesar apapun kamu, se dewasa apapun kamu, kamu tetap putri kecil bunda."

Nafisah melanjutkan memotong nya, lalu memasukkan potongan seperti bakso, wortel, kentang, kedalam panci yang sudah mendidih.

Haura juga menggoreng kerupuk udang untuk tambahannya. Satu persatu dimasukkan oleh Haura, sampai akhirnya tak sadar tangan nya terkena percikan minyak, serta wajan yang sangat panas.

"Ssshhh.." ringis Haura dengan sangat pelan.

Nafisah melihat tangan Haura yang langsung menjauh kan penggorengan lantas bertanya.

"Kenapa dek? Kena tangan mu?"

"Sedikit bunda, tapi ini perih sekali."

"Cepat di obati, kasih minyak herbal."

Haura mengangguk, lalu berlari kecil menuju kamarnya.

Sampai dikamar, ia mencari minyak herbal itu dilemari. Tidak lama, minyak itupun sudah ketemu. Segera Haura ingin mengoleskan nya.

Takdir Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang