🌹 DUA PULUH SEMBILAN 🌹

4.2K 302 13
                                    

"Aku mencoba ikhlas dari suatu kehilangan dan tersenyum dari suatu kesakitan yang sedang menimpa."

🌹UAK🌹



Ternyata begini ya rasanya berpapasan dengan mantan calon istri. Canggung, sedih, bingung, semua terasa aneh. Begitupun yang dialami oleh Naufal saat ini.

Berpapasan dengan Naura di gerbang rumah, membuat dirinya kaku. Lagi lagi Naufal tidak bisa berbohong. Ia masih mencintai perempuan yang berada di depan nya saat ini.

Naura terlihat kikuk dengan keberadaan Naufal saat ini, ia mencoba untuk sesantai mungkin dan bersikap seolah  biasa tanpa harus berfikir apapun.

"Naura." Sapa Naufal.

Naura hanya tersenyum simpul.

"Ehm.. saya--"

"Maaf pak saya harus segera masuk. Saya pamit duluan ya pak. Assalamualaikum."

Naura sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Naufal berbicara. Ia tidak mau menambah sesak yang sudah ia kurangi sampai saat ini.

"Waalaikumussalam." Jawab Naufal dengan nada yang sendu. Naufal yang masih memperhatikan Naura berjalan dengan sangat buru buru masuk ke dalam rumah.

"Mengapa menjadi seperti ini ya Allah." Keluh Naufal.


🌹🌹🌹

Nafisah, dan kedua anak nya itu sedang berkutik dengan alat masak nya masing masing.

Kali ini Haura bertekad akan belajar masak makanan kesukaannya. Kentang di balado tidak lupa dicampurkan dengan ati dan ampela.

"Bunda seperti ini kah potong ati nya?" Tanya Haura.

Nafisah melihat ke arah potongan nya.

"Lebih besar sedikit, kalau terlalu kecil kurang berasa." Jawab Nafisah.

"Makanya dari dulu kalau di ajarin masak itu mau, sekarang susah sendiri kann?!" Cerocos Naura.

"CK! Akan ada waktunya Ka Nau." Haura membela dirinya.

"Iya dehh, iyaaaa!"

Mereka melanjutkan masak nya kembali. Di tengah-tengah sedang masak, Haura merasakan pusing yang teramat di kepalanya.

"Shhhhhh..." Haura sedikit meringis.

"Kamu kenapa dek?" Tanya Naura.

"Ga papa ka, Kapala Haura sedikit pusing saja."

"Bener?" Naura memastikan nya.

Haura mmengangguk dan melanjutkan masak sambelan kentang. Setelah semua usai, Haura meletakkan nya di atas meja makan dengan rapih.

"Maa Syaa Allah, ternyata anak Papah sedang berkunjung kesini." Rahman yang tiba tiba datang lantas mencium kening putri kecil nya itu.

"Assalamualaikum Pah,"

"Waalaikumussalam. Sudah lama? Suami mu mana?"

"Dari jam delapan, Pak Naufal sudah berangkat ke kampus. Katanya ada rapat." Jelas Haura.

"Kamu ini sudah berkeluarga masih saja dengan sebutan  formal seperti itu."

"Sudah terbiasa Pah.."

Takdir Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang