🌹 PART EMPAT PULUH DELAPAN 🌹

4.9K 439 176
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA BESTIHH🫶









Pukul setengah lima pagi, Haura sudah bangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah cermin dan mengamati matanya dari pantulan kaca itu. Sangat bengap.

Semalaman ia menangis, berbisik pada bumi di atas sajadah dan menumpahkan semua rasa kesakitan itu. Seolah semesta mendengar bisikan nya, sampai akhirnya malam itupun langit ikut menangis.

Haura membuka pintu kamar, baru saja satu langkah kakinya ia pejakan, ia merasa sesuatu yang aneh di bawah pintu tersebut. Terdapat lipatan kertas, ia segara mengambil dan membacanya.

"Saya tidak tahu kamu akan membaca surat ini atau tidak, tapi saya yakin kamu akan membacanya. Sebelumnya saya ingin minta maaf atas kejadian tadi malam, maaf telah membuat kamu kecewa, maaf telah membuat kamu sakit, dan saya akan menjelaskan kesalah pahaman ini sama kamu kalau kamu sudah siap mendengar dan sudah mau berbicara kepada saya. Maaf jika pagi ini saya tidak pamitan dengan kamu, saya di telfon Abi jam 3 untuk menggantikan beliau acara di Bogor. Dan jam setengah 7 saya sudah harus sampai sana. Saya sudah mencoba mengetuk pintu kamar ini, namun tidak ada sahutan dari dalam. Entah kamu tidak mendengar atau mendengarnya tapi enggan membuka. Kemungkinan saya akan pulang larut malam, dan semua pagar juga pintu kamu kunci saja saya sudah membawa semua cadangan nya. Jika kamu ingin pergi, pergilah. Saya sudah mengizinkan nya, pasti kamu sedang malas untuk menghubungi saya terlebih dahulu. Tapi ingat, jangan pulang larut, dan tetap jangan aneh aneh. Oh iya, saya sudah buatkan nasi goreng extra sayur tidak pedas, kesukaan kamu, kan? Ada di meja makan. Sekali lagi saya minta maaf. -Naufal."

Jujur sebenarnya Haura sudah bangun dari jam setengah tiga, ia mendengar Naufal mengetuk pintu kamar ini, ia mendengar Naufal berpamitan dibalik pintu itu, bahkan ia mendengar kebisingan Naufal saat di dapur. Ia juga mendengar Naufal menyalakan mesin mobil nya, saat hendak berangkat.

Namun hatinya belum siap untuk bertemu dengan nya, dengan apa yang sudah ia dengar di cafe kemarin membuat dirinya sangat sakit.

Ia mulai melangkah ke meja makan, dan benar saja, disana terdapat satu piring yang berisi nasi goreng kesukaannya juga satu gelas air putih. Tidak lupa note yang tergeletak di pinggir piring putih itu.

"Nasi goreng spesial dari orang spesial untuk yang spesial. Selamat makan." Isi note yang tertulisnya.

Sedikit lengkungan indah dari bibir Haura, ia mulai menyantap nya. Rasanya sedikit asin, tapi masih bisa dimakan.

Handphone yang dari tadi diam, kini berdering. Terdapat panggilan dari orang yang selalu ia rindukan.

"Assalamu'alaikum, Bunda."

"Waalaikumussalam, Adek sudah bangun?" Tanya Nafisa dari sebrang telfon sana.

"Ya kalau belum ga mungkin Haura angkat, Bunda. Ada apa, Bund?"

"Malam ini makan malam di rumah bisa?"

"Kayaknya bisa bund, kenapa?"

"Bunda masak banyak, dan ada kesukaan kamu."

"Wah asik!! Haura datang deh. Eumm bunda??"

"Iya, Nak?"

"Ka Nau sama Papah ada disana?"

"Papah, sudah berangkat kerja. Ka Nau sedang ke Bogor."

Takdir Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang