🌹PART DUA PULUH TUJUH🌹

4.3K 288 39
                                    

"Semoga semesta tidak lelah, mendengar aku yang selalu meminta agar meluluhkan hati kamu yang selalu ku sebut dalam doa."

🌹UAK🌹


Diluar hujan sangat deras membasahi teras rumah, tidak ada motor maupun mobil yang berlalu lalang di jalan ini. Suara petir yang menggelegar membuat diri Haura kaget yang sedang membaca buku resep di ruang tengah.

Mata Haura menelusuri setiap titik keberadaan rumah ini, tidak terlihat Naufal berada disini. Haura beranjak dari duduk nya untuk mencari suaminya itu. Mulai dari kamar Naufal, dapur, setiap ruangan, ternyata nihil. Haura tidak menemukan keberadaan suaminya.

Haura mendengar suara seperti barang barang berjatuhan dari arah gudang rumah nya. Ia berjalan menuju gudang yang berada di dekat garasi mobil.

Krek!

Haura tidak sengaja menginjak barang yang dilantai.

"Kamu ngapain kesini?" Tanya Naufal.

Haura menarik nafasnya, suara Naufal membuat dirinya kaget.

"Ya Allah.." lirih nya, dengan memegang dada nya.

"Bapak saya cariin taunya disini."

"Kenapa kamu nyari saya?"

Haura nampak berfikir. "Ga kenapa kenapa sih,"

"Aneh.."

Haura membelakkan matanya, suaminya ini benar benar kalau bicara bikin orang greget.

"Eeemm.. pak." Panggil Haura.

Naufal hanya melirik dua detik, setelah itu sibuk dengan yang di depan nya.

"Besok kan bapak ke kampus, terus Haura dirumah sendiri. Boleh ga kalau Haura ke rumah Bunda ?" Tanya Haura.

Naufal mengerutkan keningnya.

"Kalo ga boleh, ga apa apa."

"Saya ke kampus hanya sebentar."

"Yasudah, Haura tidak jadi."

Naufal menarik nafasnya. "Besok saya antar sekalian saya berangkat."

"Aaaaaaaaa timaciii bapaaakk!!!" Tanpa sadar Haura memeluk tubuh kekar suaminya. Naufal membeku merasakan pelukan kencang dari sang istri.

Haura segera melepaskan pelukan itu.

"Eemmm... M-maaf."

Dirinya langsung pergi meninggalkan Naufal yang masih berdiam di tempat.

🌹🌹🌹

Hujan telah berhenti sejak setelah ashar, Beberapa tukang Tukangan sudah berlewatan sejak tadi. Haura berdiri di depan pintu rumah dengan membawa piring sedang ditangan nya. Sesekali ia berjinjit untuk melihat ke arah luar, dan menunggu suara ketokan mangkuk.

Ting...Ting...Ting...Ting...

Akhirnya! Suara yang dari tadi ditunggu olehnya telah terdengar, Haura segara berlari dan membuka gerbang rumah.

"Bang!" Panggil Haura.

Abang Abang yang mendorong Gerobak mendekati Haura yang sudah berdiri semangat di depan gerbang.

"Nih bang." Haura menyerahkan piring itu. "Campur ya bang, tapi sepuluh ribu nya lontong, lima ribu nya sate."

"Pake sambel neng?"

"Engga usah."

Sambil menunggu sate kulitnya, Haura bertanya tanya dengan Abang nya. Tidak terlalu lama, sate miliknya pun sudah jadi. Haura menyerahkan uang pas lima belas ribu.

Takdir Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang