3. Ujian praktek 🌾

8.9K 661 15
                                    

Happy Reading;))
•••

Seminggu telah berlalu yang artinya simulasi sudah selesai dan giliran minggu ini untuk dilaksanakannya ujian praktek. Aisyah begitu antusias menyiapkan dirinya untuk mengikuti ujian praktek, sabtu kemarin sudah dibagikan oleh para guru apa saja yang diuji praktekan.

Dan untuk seni budaya seperti yang sudah diketahui, ada praktek tari dan nyanyi boleh juga pilih salah satu tapi nilainya hanya dibawah 90-an. Bagi yang ingin memiliki nilai sempurna harus memilih keduanya.

Namun, bagi Aisyah yang terpenting dapat nilai saja, suaranya juga tak terlalu bagus dan Elina juga meminta agar mereka menari saja tidak perlu menyanyi segala. Elina dan Aisyah satu kelompok tari, kelompok tari dibagi atas tiga orang dan yang satunya ialah Alia.

Hari ini yang menjadi praktek utama adalah seni budaya yaitu praktek tari, kelas Aisyah mendapatkan kesempatan pertama karena mereka juga kelas unggulan.

Aisyah, Elina dan Alia yang mendapat giliran terakhir jadi duduk menonton terlebih dahulu kelompok lain yang mendapat kesempatan pertama.

"Syah, gue gugup nih," adu Elina. Ia menatap Aisyah dengan wajah tegang.

"Santai aja, El. Tarik nafas terus tahan selama 2 tahun, in shaa Allah tenang," canda Aisyah. Elina jadi cemberut.

"Gue serius, Syah," rengeknya.

"Iya bercanda, udah tarik nafas terus buang, ulang sampai merasa tenang," jelas Aisyah. Elina melakukan yang di pinta oleh Aisyah dan ia merasa sedikit tenang.

"El, itu ada Adam," tunjuk Aisyah ke arah kaca jendela kelas, di sana sudah terpampang wajah Adam dengan jelas.

Elina mengikuti arah yang ditunjukan oleh Aisyah, Elina yang semula sudah tenang justru kembali gugup setelah melihat wajah Adam yang melirik ke arah dirinya, bukan tapi lebih tepatnya ke arah Aisyah.

Elina tak bisa untuk tidak cemburu pada Aisyah, wajah putih berseri itu selalu bisa membuat dirinya cemburu ketika sang pujaan hati selalu mengarahkan tatapannya pada Aisyah.

Dalam benak Elina, Aisyah memang pantas untuk Adam, se-iman bukan hanya amin yang sama. Aisyah juga sangat baik dan dekat dengan Adam jadi bagaimana mungkin Elina tidak cemburu untuk itu.

"Cieee Elina, dilirik sama pujaan hati," goda Alia yang berada di samping kanan Elina sedang Aisyah berada di samping kirinya.

Pipi Elina bersemu merah, bohong jika dia mengatakan kalau dirinya tidak berharap pada Adam tapi ia membatasi hatinya agar tidak jatuh terlalu jauh dengan pesona Adam.

"Udah, Al. Jangan godain nanti dia nangis loh," timpal Aisyah.

Alia dan Aisyah justru sama-sama terkekeh melihat wajah cemberut Elina karena mereka goda. Elina kembali menatap ke arah jendela dimana di sana masih terdapat Adam yang berdiri melirik ke arah ketiganya.

Adam sedikit menyinggung senyum ke arah Elina, pasti itu untuk Elina bukan untuk Aisyah karena Aisyah sedang tidak melirik ke arah Adam.

Bolehkah dirinya berharap sekarang?

"Sadar, El. Jangan ngelamun sekarang, kita harus maju, sudah di panggil sama gurunya," ucap Alia yang menyadarkan Elina dari lamunannya.

Benar saja, sekarang giliran mereka bertiga, ketiga masuk ke depan dengan perasaan gugup yang melanda. Sesekali Elina melirik ke arah Adam, dia hanya bisa menyinggung senyum tipis, hatinya semakin mengembang ketika Adam memberinya semangat lewat gerakan tangannya.

'Jangan bikin gue tambah suka sama lo, Dam.' batin Elina.

Beberapa detik kemudian ia kembali fokus setelahnya musik pun dimulai. Suara riuh kelas mereka dan kelas lain yang menonton ketika melihat tariannya dimulai, Aisyah, Elina dan Alia membawakan tari kreasi dengan lagu zapin melayu sebagai instrumental.

•••

Aisyah dan yang lainnya sekarang bisa bernafas lega karena ketiga mata pelajar yang diuji praktekan hari ini telah selesai, tadi setelah ujian praktek seni budaya dilanjutkan biologi dan prakarya.

Sekarang mereka bisa beristirahat dengan tenang, tenaganya sudah terkuras habis saatnya mengisi perut di kantin dan di sini lah mereka sekarang.

"Astagfirullah capek banget, Syah. Baru sehari, masih banyak hari lain lagi," keluh Alia.

Sofia Aliana, cantik dan berhijab seperti Aisyah, bukan hanya menjadi teman bagi Aisyah tapi sudah seperti saudara, keduanya selalu mendukung satu sama lain apalagi dalam hal memperbaiki diri, bahkan Elina jadi iri dengan keduanya. Ingin rasanya Elina seperti Aisyah dan Alia, tapi itu tak mungkin.

"Jangan ngeluh, Al. Ini juga terakhir kalinya, anggap aja ini sebagai kenangan terakhir kita masa SMA," kata Aisyah dan Alia mengangguk paham.

"Untung aja nggak ada praktek PAI kalau ada, bagaimana gue bisa jawabnya," keluh Elina. Aisyah dan Alia kompak menatap ke arah Elina.

Sampai sekarang pun Alia masih tak mengerti, kenapa Elina justru masuk ke SMA Angkasa sedangkan di sekitar sini ada SMA khusus untuk mereka. Bukannya tak suka dengan Elina tapi Alia hanya bingung saja. Walaupun non muslim, tapi Elina tetap mendapatkan perlakuan baik dari teman-teman yang muslim, mereka menghargai kata toleransi.

Meski non muslim, ternyata dulunya Elina juga sekolah di sekolah muslim sewaktu di inggris, itu keinginannya sendiri tanpa paksaan dari siapapun.

Sebelum masuk ke sini pun Elina sudah banyak belajar agama islam, meskipun ini bukan sekolah khusus seperti madrasah atau lainnya tapi pendidikan agama juga penting.

Bahkan sekarang Elina sudah bisa membaca Al-Quran, katanya supaya kalau masuk pelajaran agama dia tidak berdiam diri seperti orang bodoh. Salahkah jika dia belajar agama islam.

"Kan lo bisa ngaji, El. Pasti praktek agama itu ya nggak jauh dari ngaji dan sholat," jawab Aisyah.

"Iya juga sih," ucap Elina.

"Tapi ya, El. Kok bisa sih lo sampai masuk SMA sini, ya lo kan tau pasti kalau SMA ini itu mayoritasnya muslim semua sedangkan lo nonis?" tanya Alia sedikit pelan takut menyinggung hati Elina.

"Al, bukan hanya Elina kok yang nonis di sini, ada juga anak kelas lainnya yang nonis," sahut Aisyah cepat.

"Gue bingung aja, Syah. Padahal ada sekolah khusus loh buat mereka nggak jauh kok dari sini," jelas Alia.

"Pengen aja gue belajar ditengah orang muslim, rasanya damai lihat wajah mereka, senyum mereka itu meneduhkan," jawab Elina.

"Orang tua loh nggak ngelarang gitu?" tanya Alia lagi.

"Nggak! Mereka justru yang ngasih gue dukungan," jawab Elina.

"Gue salut sama lo, El. Lo yang nonis mau belajar agama islam tapi orang yang islam dari lahir justru abai dan tidak perduli dengan agama dan perintah Allah," ucap Alia.

"Mungkin mereka lagi sesat, hatinya masih batu susah untuk disentuh dan dihancurkan, sehingga mereka tak bisa melihat dan mendengarkan panggilan dari tuhan mereka" ungkap Elina asal.

"Begitulah manusia," ucap Aisyah dengan miris, lalu ketiganya tertawa sambil menatap satu sama lain.

"Ciee tadi yang dikasih semangat sama pujaan hati," goda Alia.

"Itu buat Aisyah bukan buat gue, Al," bantah Elina.

"Lah kok gue, kan Adam tadi lirik ke lo bukan gue, bahkan gue aja nggak sempat liat wajah dia tadi," elak Aisyah tak terima.

"Iya deh gue," pasrah Elina.

•••
See you;)(

Salam toleransi;))

Wa'alaakumus salaam;))

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang