45. Wattpaders 🌾

3.4K 351 33
                                    

“Disetiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, tidak perlu ditangisi cukup persiapkan diri.”
.
.
.
–Author–
🌾🌾🌾

“Assalamu'alaikum, Aisyah!!”

Aisyah yang fokus pada ponselnya kini mendongak setelah mendengar seseorang mengucapkan salam. Ia juga tersenyum simpul setelah melihat siapa yang datang itu.

“Waalaikumus salaam, Mbak Ana ‘kan? Mau cari siapa? Haura atau Umi? Mereka lagi dilu—” Ucapan Aisyah dipotong oleh Ana.

“Saya datang ke sini untuk mencari kamu, Aisyah.” Aisyah menatap ke arah Ana dengan heran, untuk apa dia mencari Aisyah. Apakah ada sesuatu?

“Saya? Kenapa Mbak Ana cari saya?” tanya Aisyah penasaran.

“Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan,” ungkap Ana.

“Oh ya, apa itu? Sepertinya sangat serius?” Aisyah menyimpulkan seperti itu setelah melihat raut wajah serius Ana ketika mengatakan ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.

“Bisakah kita bicara di dalam saja, tidak enak jika didengar oleh yang lainnya,” ucap Ana.

“Oh boleh, ayok Mbak masuk.”

Aisyah berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Ana di belakangnya. Sampai di dalam, Aisyah meminta Ana untuk duduk terlebih dahulu sedangkan dia ke dapur untuk mengambil minum untuk Ana.

“Silahkan diminum, Mbak.”

Kini Aisyah sudah kembali, ia duduk tepat di samping kanan Ana. Jantungnya sudah berdetak tak karuan sedari tadi, ia sangat penasaran dengan sesuatu yang ingin Ana katakan.

“Makasih,” sahut Ana.

“Sama-sama,” balas Aisyah sembari tersenyum tipis.

Suasananya menjadi sunyi beberapa menit sebelum akhirnya Ana kembali membuka suara.

“Saya tidak tahu apakah suami kamu sudah mengatakannya atau belum.” Ana menjeda ucapan sejenak membuat Aisyah semakin penasaran dengan apa yang hendak Ana katakan.

“Dulu Gus Hanan sempat mengkhitbah saya dan berniat menjadikan saya istrinya tapi sayangnya saya menolak karena masih ingin melanjutkan kuliah saya, dan sekerang dia sudah memiliki pengganti saya,” ucapnya.

Aisyah diam mendengar tanpa menyela, ia sangat bingung kenapa Ana menceritakan semua padanya. Gus Hanan saja tidak menceritakan itu sama sekali padanya, itu juga tidak penting untuk dibahas. Hanya masa lalu, bukan?

“Setelah saya pikir-pikir, saya sangat menyesal karena telah menolak pria sebaik Gus Hanan, padahal saya tahu kalau saya juga mempunyai rasa untuknya. Mau bagaimana lagi, kuliah juga penting untukku, dia sangatlah berbeda jauh dengan saya, maka dari itu saya ingin mengejar mimpi ku dan memperbaiki diri agar bisa pantas dengannya nanti.”

Aisyah masih setia mendengarkan tanpa menyahuti sama sekali. Ia jadi penasaran sedekat apakah mereka dulu.

“Saya kira, setelah kembali ke sini, saya akan menjadi wanita paling beruntung karena bisa menikah dengannya tapi ternyata tidak, dia justru sudah menikah dengan wanita lain, cukup miris.” Ana tertawa kecil.

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang