18. One Day In Malang 🌾

4.3K 381 3
                                    

Happy Reading;))

•••

"Umur kamu sebenarnya berapa sih, a'?" tanya Aisyah. Ia sibuk melihat foto-foto masa kecil Gus Hanan yang diabadikan dalam sebuah album foto kelurga.

Tangannya membolak-balikan lembaran album foto tersebut. Ada banyak sekali potret diri Gus Hanan di dalam sana. Terlihat begitu menggemaskan, Aisyah jadi berhayal kalau anaknya nanti akan seperti ini, bapaknya saja sudah menggemaskan seperti itu.

"Kenapa nanya gitu? Kalau aku lebih tua dari kamu, mau ninggalin aku gitu terus cari yang muda, iya?"

Aisyah mengusap dadanya pelan, Gus Hanan kejam sekali. Teganya dia menuduh istrinya seperti itu.

"Astaghfirullah, nanya doang. Baperan banget sih," kekeh Aisyah.

Gus Hanan mengubah posisinya yang semula berdiri kini menjadi duduk di samping Aisyah. Tangan Gus Hanan bergerak melingkar dipinggang kecil istrinya, dagunya ia letakan di atas bahu Aisyah.

"Lagian kamu tumben nanya umur, dari awal kita nikah kamu nggak pernah nanya gitu? Kenapa, hmm?"

"Justru itu, aku belum tahu umur kamu. Masa iya ada istri yang nggak tahu umur suaminya, kalau ada yang nanya nanti aku jawab apa? Kan nggak lucu kalau jawab nggak tahu," jelas Aisyah.

"Umur aku sebenarnya 23 tahun, saat umur aku 17 aku berangkat ke Mesir buat nempuh pendidikan di sana dan baru balik beberapa bulan sebelum kita nikah." Gus Hanan sesekali mengecup pipi Aisyah yang berada tempat di depan wajahnya.

Aisyah mengangguk tanda mengerti, ia kembali fokus pada album foto yang ada di tangannya.

"Umur aku ketuaan ya?" tanya Gus Hanan.

Aisyah menoleh pada Gus Hanan yang masih setia menumpukan dagunya di bahu Aisyah. Posisi mereka sangat dekat, bahkan ujung hidung keduanya bersentuhan, Aisyah semakin tersenyum lebar melihat wajah suaminya dari dekat, sangat dekat.

"Nggak papa tua, malahan bagus. Aku memang nyari yang lebih dewasa dari aku soal umur dengan harapan dia bisa bimbing aku untuk jadi orang yang lebih baik lagi ke depannya." Gus Hanan tersenyum mendengar penuturan istrinya.

"Memang istri aku yang terbaik, Umi sama Abi nggak salah pilih mantu kayaknya nih," goda Gus Hanan.

"Kamu berlebihan a'." Aisyah menutup wajahnya menggunakan album yang ia pegang sedari tadi. Wajahnya sudah merah padam karena ulah suaminya yang selalu menggoda dirinya.

Tok!! Tok!!

Aisyah menurunkan album foto yang menutupi wajahnya, padangan mereka teralih ke arah pintu yang diketuk dari luar.

"Syah, jadi nggak nemenin Umi belanja hari ini?" tanya Umi Sarah dari luar dengan berteriak.

Aisyah spontan bangun dari duduknya bahkan Gus Hanan yang masih memeluknya juga ikut kaget. Dia lupa kalau pagi ini sudah berjanji untuk menemani mertuanya untuk belanja ke supermarket.

"Iya Umi sebentar!!"

Aisyah meletakkan kembali album foto yang ia pegang tadi, ia beralih berdiri di depan cermin untuk membenarkan jilbabnya yang sedikit miring karena ulah Gus Hanan.

"Ayok, a'. Ngapain diam aja disitu? Kita belanja bareng Umi, ayok!!"

"Aku juga?"

"Nggak mau? Yaudah kalau nggak mau tapi jangan salahin aku kalau nanti aku pulang bawa suami baru," ancam Aisyah.

Gus Hanan langsung berdiri tak lupa tatapan tak suka ia layangkan pada istrinya itu, sembarangan kalau ngomong, kalau sampai istrinya itu bawa pulang suami baru, akan ia mutilasi tuh laki yang menjadi suami baru istrinya.

"Jangan ngomong sembarangan, aku nggak suka," ucapnya cemberut.

"Aku sayang kamu, ayok berangkat!! Kasian Umi nunggu lama sayangku," ajak Aisyah keluar dari kamar mereka.

"Udah berani ya goda suaminya?"

"Ayok deh cepetan, jangan sampai aku marah sama kamu loh, a'. Umi udah nunggu di depan, ish." Aisyah berjalan keluar tanpa menunggu Gus Hanan lagi. Ia kesal sekarang.

•••

"Wah, rame banget nih? Mau belanja ya, aku ikut dong umi," celetuk Desi yang tiba-tiba datang menghampiri Umi Sarah. Ada juga Gus Hanan, Ning Haura dan tentunya Aisyah ditengah Ning dan Gus itu.

"Emang kamu ada yang mau dibeli juga, Desi?" tanya Umi Sarah.

Bukan apa-apa, kalau Desi ikut juga mana mungkin mobil Gus Hanan muat, belum lagi banyak belanjaan nantinya.

Desi melirik ke arah Gus Hanan yang sama sekali tak melihat ke arah dirinya. Tatapan mata Desi kini berakhir pada Aisyah yang berada di samping Gus Hanan, wajahnya begitu asing bagi Desi.

"Dia siapa Umi? Santri baru ya?" tanya Desi dengan senyum manisnya.

"Dia itu-—"

"Dia Kakak ipar saya," sahut Ning Haura dengan cepat. Dia bergelayut manja di lengan kanan Aisyah seperti seorang anak yang sedang bermanja pada Ibu mereka.

Desi diam, dia sedang mencerna apa yang dimaksud dengan ucapan Ning Haura tersebut. Dia kembali melirik ke arah Umi Sarah, seolah ingin bertanya kejelasannya.

"Dia menantu saya, istrinya Gus Hanan. Namanya Aisyah, seumuran sama Ning Haura. Kenalan sama dia," jelas Umi Sarah.

Detik itu juga senyum yang Desi tebarkan sedari tadi hilang entah kemana. Penjelasan Umi Sarah seakan menusuk jauh ke dalam hatinya. Jadi, sekarang Gus yang ia sukai itu sudah menikah dan menjadi milik orang lain.

"Oh, hai. Nama saya Desi," ucap Desi dengan wajah lesunya. Ia sebenarnya tak ingin berkenalan, hatinya terasa sakit tapi dia juga tak enak pada umi Sarah, terlebih lagi Aisyah adalah Ning mereka sekarang.

"Aisyah," balasnya dengan lemah lembut. Ia juga mengulas senyum tipis, Desi bahkan tercengang melihat senyum Aisyah yang begitu menawan. Pantas saja Gus Hanan memilihnya.

"Umi, ini kita kapan berangkatnya, Haura udah nggak sabar mau belanja banyak sama Aisyah mumpung dia masih disini," celetuk Ning Haura.

"Iya-iya kita berangkat sekarang, kamu nggak jadi ikut, Desi?"

"Nggak usah, Umi. Aku lupa kalau masih ada kerjaan yang belum aku bereskan, permisi." Desi menjauh dari Ndalem dengan wajah lesunya.

"Dia kenapa Umi, kok mukanya langsung berubah gitu setelah tahu kalau aku istrinya Gus Hanan?" tanya Aisyah bingung.

"Dia itu suka sama Gus Hanan, Syah. Makanya saat tahu kalau Abang punya istri itu dia langsung sedih gitu, ya bagus lah kalau dia nyadar diri. Jangan sampai dia ngerendahin dirinya sebagai perempuan hanya untuk mengejar cinta laki-laki yang bahkan belum tentu menjadi takdirnya," tutur Ning Haura.

"Ternyata banyak juga yang suka sama kamu, a'. Jadi minder akunya," kekeh Aisyah.

"Seberapa banyak pun mereka yang suka sama aku kalau aku maunya kamu aja, mereka bisa apa?" Aisyah merasa berbunga-bunga mendengar ucapan suaminya itu.

Umi Sarah hanya terkekeh mendengar ucapan putranya, untuk pertama kalinya ia mendengar Gus Hanan berucap seperti itu pada seorang wanita yang menjadi istrinya.

"Di sini masih ada yang jomblo, harap uwu-uwuuannya di cancel aja ya. Ini kita jadi nggak sih belanjanya?" Ning Haura terlihat kesal pada kakak dan kakak iparnya yang menebar keromantisan di depan dirinya yang masih jomblo.

"Jomblo harap sabar ya," ledek Gus Hanan.

"Ish," decak Ning Haura. Ia berlalu meninggalkan ketiga orang itu di tempat semula. "Ayok!!"

"Kalian tunggu di depan ya, aku mau ambil mobil dulu, okey sayang." Dia mengecup kening Aisyah sebelum beranjak, melihat itu hati Umi Sarah sangat bahagia. Ia bersyukur jika anak dan menantunya baik-baik saja dalam mengarungi rumah tangga mereka.

•••
Bersambung

Jangan lupa buat vote dan follow ya

See you;))

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang