30. Ikhlas 🌾

3.8K 323 7
                                    

Happy Reading;))
•••

“Aku ikhlas jika a'a memang ingin menikah dengan wanita pilihan Mamah Devina,” lirih Aisyah dengan suara paraunya. Matanya sudah sebam, ujung hidungnya memerah.

Orang tuanya dan juga orang tua Gus Hanan sudah berada di dalam ruangan itu lagi. Aisyah tadi meminta mereka untuk masuk kembali dan mengatakan kalau dia ikhlas jika suaminya menikah lagi. Bahkan di sini juga ada Devina, wanita itu nampak tersenyum ketika mendengar ucapan Aisyah tersebut.

“A'a nggak mau, Syah. A'a nggak bisa,” tolak Gus Hanan.

“Kenapa nggak bisa sih, Nan. Istri kamu aja udah kasih izin loh?” Devina menimpali, mendengar itu membuat emosi Abi Ahmad hampir meledak jika saja tidak memikirkan kondisi Aisyah.

“Diam kamu Devina!!” bentak Abi Ahmad. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah.

“Sabar, Bi. Kita bisa nyelesaiin ini dengan kepala dingin, nggak perlu pake emosi,” ucap Umi Sarah menenangkan suaminya.

“Dia keterlaluan, Umi. Dia tidak pantas disebut seorang Ibu, seorang Ibu tidak akan tega merusak kebahagiaan anaknya, aku tidak akan tinggal diam dan membiarkan dia dengan rencananya itu menang,” tegas Abi Ahmad.

“Justru karena aku Ibu yang baik mas, aku ingin Hanan menikah dengan wanita pilihanku, dia itu berpendidikan, punya gelar sarjana, dia juga seorang dokter. Apa yang bisa dibanggakan sama menantu pilihan kalian ini, masih anak kuliahan, manja, bisanya ngerepotin doang,” cecar Devina tanpa perduli dengan perasaan Aisyah.

Mendengar itu, hati Aisyah bagai ditusuk oleh ribuan mata pisau yang tajam. Rasanya begitu sakit ketika dibandingkan dengan wanita lain yang akan menjadi calon istri dari suamimu sendiri dan itu dibandingkan oleh ibu mertuamu sendiri.

Aisyah rasanya ingin menghilang saja sekarang, dirinya benar-benar tak sanggup. Mendengar perbandingan itu saja membuatnya ingin menghilang bagaimana nanti kalau harus menyaksikan suaminya menikah dengan wanita lain. Apakah dia masih sanggup untuk hidup?

“Tolong turuti saja permintaan Mamah Devina, a'. Aku nggak papa, in syaa Allah aku ikhlas,” imbuh Aisyah pelan. Bahkan suaranya saja hampir hilang karena kebanyakan menangis tadi.

Gus Hanan menggeleng, ia tak setuju dengan ucapan istrinya tersebut dan sampai kapanpun ia tidak akan menikah lagi dengan siapapun, ia hanya ingin Aisyah yang menjadi istri satu-satunya dan untuk selamanya.

“Nggak, Syah. A'a nggak bisa,” tolak Gus Hanan lirih.

“Kenapa nggak bisa, a'?”

“A'a nggak bisa Aisyah, apa kata tidak bisa belum cukup untuk membuatmu mengerti? Apa a'a perlu menjelaskan apa alasannya?” Aisyah mengangguk.

“A'a nggak bisa duain kamu, Syah. Setelah meminta kamu sama ayah kamu, a'a berjanji untuk mencintaimu sepenuh hatiku bukan setengah hati apalagi sampai terbagi, a'a tidak bisa jika harus memiliki dua istri sekaligus, a'a takut tidak akan mampu untuk adil kepada istri-istri a'a nantinya jadi jangan maksa a'a untuk sesuatu yang nggak a'a suka, Syah. A'a mohon sama kamu.”

“Tapi itu permintaan mamah Devina,” sela Aisyah.

“A'a nggak bisa duain kamu, Syah.” Gus Hanan tak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya itu, dia lebih perduli pada orang lain dari pada dirinya sendiri.

“Kalau gitu lepasin Aisyah!!”

Degh!!

Praang!!

Piring yang berada di meja samping brankas Aisyah jatuh dan pecah. Itu sukses membuat semua mata tertuju pada Gus Hanan yang berada di samping meja tersebut.

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang