Happy Reading;((
•••
Gus Hanan tak hentinya mondar-mandir di depan ruang operasi Aisyah. Semenjak Aisyah masuk ke dalam ruang operasi, dia tak bisa tenang. Hatinya diselimuti oleh rasa takut yang begitu besar, ia tahu dan paham bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan mati tapi ia belum siap jika dipisahkan sekarang dengan Aisyah, istrinya.
Ia menginginkan waktu yang lebih lama lagi bersama istrinya, dia belum cukup membuat bahagia wanita yang dicintainya itu, belum banyak bahagia yang ia ukir bersama Aisyah. Ia ingin egois, hatinya memohon kepada sang ilahi supaya memberinya waktu lebih lama lagi untuk bersama Aisyah.
Dua jam sudah berlalu, entah apa saja yang dilakukan oleh dokter di dalam sana sehingga membuat mereka menjadi begitu lama. Gus Hanan tak tahan lagi untuk mengetahui bagaimana keadaan istrinya.
Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi terbuka, nampak beberapa dokter keluar dari sana. Melihat itu, Gus Hanan dengan cepat menghampiri dokter tersebut dengan pandangan yang ia tundukkan karena dokter tersebut perempuan, ia tidak akan mengijinkan dokter laki-laki untuk mengoperasi istrinya.
“Bagaimana keadaan istri saya dok?” tanya Gus Hanan.
Dua dokter yang masih berdiri di depan ruang operasi itu saling pandang satu sama lain, salah satu dari kedua beranjak dari sana dan menyisakan satu dokter saja.
“Alhamdulillah operasi istri bapak berhasil dan keadaannya baik-baik saja, pasien berhasil melewati masa kritisnya. Namun, ada kabar buruk yang harus saya sampaikan pada bapak dengan berat hati.” Dokter itu menghela nafas pelan.
Mendengar ucapan sang dokter, tubuh Gus Hanan bergetar takut, ia takut banyak kemungkinan buruk yang akan memimpa istrinya.
“Apa dokter?”
“Janin yang ada didalam kandungan istri bapak tidak bisa kami selamatkan akibat luka tusukkan pada perutnya,” jelas sang dokter.
Degh!!
Tubuh gu6s Hanan menegang, matanya mengerjap berkali-kali. Apa telinganya tak salah dengar, ia yakin dirinya tak salah dengar.
“Istri saya keguguran dok?”
“Iya, usianya masih sangat muda, apalagi tusukkan pisau itu mengenai perutnya. Jika tidak, mungkin dia masih bisa diselamatkan,” ucap dokter tersebut.
Gus Hanan menjatuhkan dirinya kasar di atas kursi tunggu depan ruang operasi tersebut sedangkan dokter tadi beranjak dari sana. Dada Gus Hanan terasa begitu sesak saat mengetahui kalau buah hatinya yang ia tunggu selama ini telah kembali menghadap sang Ilahi.
Dirinya bahkan tak tahu kalau Aisyah sedang mengandung, jadi ini yang menjadi alasan kenapa sikap Aisyah menjadi aneh akhir-akhir ini, ternyata dia sedang mengandung buah hati mereka. Mengapa sang Ilahi mengambilnya begitu cepat bahkan ia belum mendekapnya secara nyata.
“Maafkan a'a Aisyah, a'a gagal menjaga kamu dan anak kita,” lirihnya dengan suara paraunya.
“Hanan!!”
Gus Hanan mengangkat pandangannya, nampak dari arah luar ada Umi Sarah dan Hafshah yang berjalan ke arahnya, pasti Abi sudah memberitahu Hafshah kalau Aisyah masuk rumah sakit dan Hafshah memberitahu Uminya.
“Umi,” lirihnya.
Umi Sarah langsung mendekap putranya itu, tubuh Gus Hanan bergetar karena menahan tangisnya. Ia tidak kecewa pada Aisyah, ia kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga istri dan anaknya.
“Kamu yang kuat, Aisyah butuh kamu, Nak,” ucap Uminya menguatkan Gus Hanan.
“Aisyah keguguran Umi, Bunda. Perutnya tertusuk karena melindungi Hanan dari Adam.”
Dua wanita paruh baya itu terdiam, setelahnya saling melempar pandang satu sama lain. Lalu keduanya kembali melirik ke arah Gus Hanan yang masih berada dalam pelukan Umi Sarah.
“Aisyah hamil?”
“Iya, Umi. Hanan bahkan tak tahu kalau Aisyah sedang hamil, Hanan tahunya pas dokter bilang kalau dia keguguran. Hanan bodoh Umi, seharusnya Hanan langsung ngeh aja dengan sikap Aisyah yang aneh selama ini,” lirihnya.
Beberapa minggu pulang dari Malang, sikap Aisyah berubah menjadi aneh. Dia memang manja tapi setelah dari Malang manjanya bertambah, dia yang awalnya tidak menyukai es krim jadi pecinta es krim bahkan Gus Hanan menjadi heran melihat istrinya yang selalu merengek minta dibelikan es krim.
“Ini ujian buat rumah tangga kalian, bunda yakin dan percaya kalian pasti bisa lewatin ini bersama-sama. Kamu yang sabar ya, Allah sudah menyiapkan rencana terbaiknya untuk kalian, kamu harus tetap kuat demi Aisyah, dia butuh kamu, Nak.”
Tak terasa air mata Hafshah mengalir begitu saja, hatinya terasa sakit mengingat kondisi Aisyah, apalagi setelah dia tahu kalau putrinya keguguran ditambah dengan Gus Hanan yang nampak hancur sekarang, dia pasti menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Aisyah dan yang terjadi pada anak mereka.
“Maafin Hanan, Bunda. Hanan gagal menjaga Aisyah, dia berada di dalam sana hanya karena menolong Hanan, maafkan Hanan.”
“Ini bukan salah kamu, Nan. Ini sudah menjadi rencana Allah, bunda nggak nyalahin siapapun, kamu sudah sangat baik menjaga dan membimbing Aisyah selama ini, bunda berterima kasih sama kamu,” ucap Hafshah.
“Maaf Bunda, Umi. Aku gagal menjaga putri Bunda dan menantu Umi,” lirihnya lagi.
•••
Setelah Aisyah dipindahkan ke ruang rawat, Gus Hanan tak sedikitpun meninggalkan istrinya itu. Malam pun tiba, setelah selesai sholat isya, ia buru-buru kembali ke ruang rawat Aisyah sedangkan wanita itu masih setia menutup matanya. Aisyah belum sadarkan diri, walaupun dia sudah melewat masa kritisnya tapi sampai sekarang dia belum sadar.
Tidak ada yang bisa Gus Hanan lakukan selain berdoa dan berdzikir kepada Allah, meminta kesembuhan untuk Aisyah. Wanita itu begitu berarti baginya dan juga hidupnya.
Umi Sarah dan Hafshah sudah kembali ke rumah, sementara waktu Umi Sarah menginap dirumah Hafshah sampai Aisyah sembuh, akan sangat repot jika dia harus bolak-balik Jakarta-Malang. Bahkan Gus Hanan sudah memintanya untuk pulang saja ke Malang tapi dia menolak, dia mengatakan ingin berada disini sampai Aisyah sadar.
“Nyenyak banget tidurnya, Syah. Nggak mau bangun apa? A'a juga ngantuk, mau tidur juga tapi maunya dipeluk sama kamu.”
Gus Hanan berbicara pada Aisyah yang masih menutup matanya, dia berharap kalau Aisyah akan sadar dan membuka matanya. Tangan Gus Hanan menggengam erat tangan Aisyah yang terasa begitu dingin.
“Ini semua salah a'a, Syah. Kamu boleh hukum a'a apapun tapi kamu harus bangun dulu. Hati a'a sakit kalau lihat kamu tidur terus,” lirihnya. Sesekali ia mengecup punggung tangan Aisyah yang digenggamnya.
Perlahan ia menjatuhkan kepalanya disamping tangan Aisyah, tangan kanannya tak melepaskan tangan Aisyah yang ia genggam.
“Cepat sadar istriku, aku mencintaimu karena Allah.”
Matanya mulai terpejam, hatinya tak henti memanjatkan doa kepada sang Ilahi, semoga besok pagi ada kabar baik yang menyapanya.
•••
“Bagaimana mungkin aku tega merebutmu dari Aisyah, Nan. Sedangkan kamu begitu mencintainya, aku tak ingin menjadi wanita jahat yang bahagia di atas penderitaan wanita lainnya,” gumam seorang wanita cantik seraya menatap ke dalam ruang rawat Aisyah.
Mengapa orang tuanya ingin dia bersama laki-laki yang sudah memiliki istri. Apakah mereka tidak memikirkan perasaan istrinya itu, jika dia berada diposisi wanita itu, dia tidak akan sanggup.
“Bagaimana mungkin ada seorang wanita yang bahagia diatas penderitaan wanita lainnya.”
Ia beranjak dari sana dengan raut wajah yang begitu aneh, keputusan apa yang akan ia ambil, mundur atau terus maju.
•••
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
H A N A N & A I S Y A H [END]
General Fiction⚠️HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!!⚠️ 🍁🍁Spiritual, romance, religius 🍁🍁 ••• "Aku mencintainya karena Allah bukan karena kesempurnaannya." -Hanan Ahmad Hisyam- ••• "Terima kasih karena telah mencintaiku dan membuatku meras...
![H A N A N & A I S Y A H [END]](https://img.wattpad.com/cover/289185052-64-k718677.jpg)