2. Hanan Ahmad Hisyam 🌾

9.9K 741 25
                                    

Happy Reading;))
•••


Mendekati ujian akhir sekolah, Aisyah jadi semakin sibuk mempersiapkan diri dan juga otak untuk belajar nanti.
Sekolah juga banyak mengadakan kegiatan mulai dari simulasi, ujian praktek dan yang terakhir UNBK.

Karena jamannya sudah canggih jadi serba teknologi hanya ujian praktek saja yang tidak menggunakan teknologi. Adapun mata pelajaran yang diuji praktekan mulai dari seni budaya yaitu tari dan menyanyi dan yang lainnya. Ujian akhirnya tinggal sekitar 3 minggu lagi, minggu ini untuk simulasi, minggu kedua ujian praktek dan minggu ketiga adalah ujian akhir sekolah nya.

Tiga minggu full Aisyah sibuk dengan sekolahnya, seperti pagi ini, pukul setengah enam dia sudah selesai bersiap dan tinggal menunggu supirnya saja. Seperti biasanya ia menunggu di depan teras rumah.

"Assalaamu'alaikum!!"

Aisyah yang tengah fokus pada ponsel di tangannya kini melirik ke arah pagar rumah ketika mendengar salam. Ia lantas berdiri ketika melihat gus Hanan berjalan mendekat ke arahnya, ia tak tahu harus berekspresi seperti apa sekarang.

"Wa'alaikumus salaam," jawab Aisyah. Ia menatap Gus Hanan yang juga menatap dirinya intes, halal mah bebas, etss!!

"Gus mau cari ayah?" tanya Aisyah. Gus Hanan mengangguk pelan sebagai jawaban, Aisyah dapat langsung mengerti.

"Mau Aisyah panggilin?" tanya Aisyah lagi. Lagi-lagi Gus Hanan hanya bisa mengangguk patuh dengan ucapan Aisyah.

'Ini orang bisu apa gimana sih? Dari tadi ngangguk doang, kemarin juga nggak pernah bicara sedikitpun.' batin Aisyah.

"Syah, ayok!! Bareng gue aja yuk!!" teriak Adam yang berada di depan gerbang rumah Aisyah, entah kapan cowok itu berada di sana.

Aisyah yang hendak masuk ke dalam rumah untuk memanggil ayahnya karena ada Gus Hanan yang datang tak jadi masuk setelah mendengar suara teriakan Adam di depan rumah.
Gus Hanan juga melirik ke arah Adam lalu kembali melirik ke arah Aisyah hendak bertanya siapa laki-laki itu.

"Siapa dia?" tanya Gus Hanan terkesan dingin. Aisyah hampir saja terlonjak dan juga kaget, kenapa dia harus bertanya seperti itu.

"Dia Adam, Gus. Dia teman Aisyah," jawab Aisyah. "Gus masuk aja ke dalam manggil Ayah sekalian bilang juga sama Ayah, Aisyah berangkat sama Adam aja, assalaamu'alaikum," pamit Aisyah. Dia berlalu meninggalkan Gus Hanan di sana tanpa menunggu jawaban dari Gus Hanan.

Seperti ada sesuatu yang ingin Gus Hanan sampaikan tapi dirinya masih ragu ketika melihat wajah Aisyah. Ia takut Aisyah tak akan menerima dengan baik apa yang ia katakan tersebut.

"Saya tidak suka melihat kamu dengan laki-laki lain, Aisyah. Kenapa begitu sulit mengatakan itu," keluh Gus Hanan sendiri.

Motor Adam sudah menghilang dari pekarang rumah Aisyah, entah ada apa yang membuat Adam berani untuk datang menjemput dirinya padahal sebelumnya ia tak pernah datang menjemput Aisyah.

Aisyah yang tak mau kelamaan menunggu supirnya dan juga tak enak berdua dengan Gus Hanan, mau tak mau dia menyutujui untuk berangkat bersama Adam dan tanpa Aisyah tahu, Adam kegirangan karena gadis itu tak banyak menolak.

"Tadi itu siapa, Syah?" tanya Adam ketika sudah sampai diparkiran sekolah SMA Angkasa.

Aisyah tak langsung menjawab, dia lebih memilih untuk turun terlebih dahulu dari pada menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Adam.

"Gus Hanan," jawab Aisyah sekenanya. Jawaban tersebut tidak membuat Adam puas, ia mempunyai feeling yang aneh mengenai gus Hanan.

"Orang tua lo nggak berencana buat jodohin lo sama Gus Hanan 'kan, Syah?" tanya Adam lagi. Terlihat nada tidak suka dari suara Adam, benarkah ia menyukai Aisyah.

Aisyah menatap aneh ke arah Adam, kenapa cowok itu bisa berpikiran seperti itu, lagi pula ini bukan jaman perjodohan lagi dan orang tuanya tak mungkin melakukan itu.

"Sekarang bukan jamannya perjodohan lagi, Adam. Lagian lo perduli apa tentang hidup gue, terserah gue mau sama siapa aja dong, kok lo yang ribet," ceplos Aisyah.

"Ya siapa tau ajakan, Syah. Gus itu bukan panggilan buat mereka yang keturunan dari pesantren gitu nggak sih?" Adam menatap Aisyah sekilas.

"Iya. Gus Hanan itu anaknya yang punya pesantren Al-Hikmah, lo tau pesantren itu 'kan? Pesantren yang sudah banyak melahirkan hafidz dan hafidzah Al-Quran terbaik, namanya sudah terkenal bahkan banyak murid dari sana yang meraih juara sampai luar negeri," jelas Aisyah. Itu menurut informasi yang ayahnya ceritakan kemarin setelah keluarga gus Hanan pulang.

Adam terdiam, feelingnya semakin kuat, ada sesuatu di antara keluarga Aisyah dan gus Hanan. Apalagi Gus Hanan adalah tipe menantu idaman dari Ustadz Yusuf—Ayahnya Aisyah.

"Kenapa lo diam? Merasa tersaingi sama Gus Hanan, nggak usah merasa seperti itu. Jangankan bersaing, jadi muridnya aja lo belum cocok sama Gus Hanan," ejek Aisyah tanpa ia tahu kalau itu bisa membuat Adam galau.

"Lo mah gitu, ngena banget ucapannya," lirih Adam.

"Lebay lo, udah ya gue mau masuk, makasih tumpangannya." Aisyah berjalan meninggalkan Adam di parkiran yang masih terdiam dengan pikirannya.

•••

"Syah, lo pacaran ya sama Adam?" tanya Elina, sahabat Aisyah. Sekarang mereka tengah berada di kantin karena sudah waktunya istirahat.

Aisyah hampir saja tersendak air minumannya mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Elina.

"Nggak usah ngaco deh. Mana mungkin gue pacaran apalagi sama Adam, bukan tipe gue, El," bantah Aisyah.

"Tapi kalian deket banget, Syah," lirih Elina.

"Lo cemburu, nggak usah cemburu kali, El. Gue itu nggak suka sama Adam, gue juga nggak mungkin pacaran sama dia, lo taukan Ayah gue kayak gimana, cukup dulu aja gue dihukum sama Ayah gue gara-gara pacaran, sekarang nggak mau lagi gue," jelas Aisyah.

Elina merasa lega, soalnya dia memiliki rasa untuk Adam tapi yang ia lihat Adam justru menyukai Aisyah.

"Syukurlah," ucap Elina lega.

"Tapi ingat, El. Nggak boleh pacaran, lo taukan dalam islam itu dilarang berpacaran," jelas Aisyah seakan menampar keras Elina. Ia sadar akan satu hal, dia dan Adam berbeda.

Bisakah salib dan tasbih bersatu, bisakah hari minggu dan jum'at bertemu, bisakah mereka yang beda iman bertemu diamin yang sama.

Aminnya mungkin sama tapi iman mereka yang berbeda, seakan terhalang dinding yang menjulang tinggi tapi tak kasat mata. Siapa yang berani melewatinya akan terpental jauh dengan kenyataan.

Elina Alexander, gadis pindahan dari inggris, blasteran Indonesia-inggris tentunya. Elina meraba lehernya yang dimana di sana tergantung dengan indah lambang keyakinannya. Salib yang menggantung indah dilehernya sudah cukup menjadi tamparan bagi Elina. Jauh sekali perbedaannya.

"Kok diam, El. Makanannya dihabisin, nggak baik buang-buang makanan," ucap Aisyah membuat Elina tersadar. Ia kemudian melanjutkan makannya.

Aisyah juga ikut terdiam, ia mengerti apa yang dipikirkan oleh Elina, pasti sangat berat untuk gadis cantik itu tapi mau bagaimana lagi, jika yang menjadi penghalang adalah restu orang tua masih bisa diusahakan tapi itu terhalang restu Tuhan mereka masing-masing.

•••
See you;)(

Salam toleransi;))

Semoga menghibur;))

H A N A N  &  A I S Y A H  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang