Happy Reading;))
•••
"Huftt. Capek banget rasanya, dasar senior batu. Ngomong aja jarang tapi sekalinya nyuruh bikin orang ribet aja. Nyuruh kita semaunya dia lagi, lihat aja nanti kalau gue jadi senior, gue nyuruh junior lebih dari ini," keluh Elina. Ia mengibaskan tangannya karena gerah, keringat sudah jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
"Sabar aja, El."
"Sumpah gue capek banget tau nggak, masa iya gue disuruh keliling minta tanda tangan ke presmanya. Ribet tau, mana tau gue siapa tuh presma itu." Aisyah duduk disamping Alia dengan wajah lesuh.
"Kalian mah masih mending. Nah gue, disuruh bersihin toilet satu kampus. Gimana nggak mampus tuh gue," timpal Alia.
Tak ada angin tak ada hujan, ia tiba-tiba saja diminta oleh seniornya tadi untuk membersihkan toilet satu kampus.
"Itu masih mending, Al. Gue disuruh nyari presma tadi, udah gue cari keliling kampus eh taunya presmanya nggak masuk. Dongkol banget jadinya gue, astagfirullah." Rasanya emosi Aisyah ingin meledak tapi ia sadar kalau dirinya masih Maba jadi belum bisa bersikap seenaknya apalagi melawan seniornya.
"Untung gue udah niat dari awal buat kuliah kalau nggak, udah pulang gue tadi pas disuruh bersihin toilet."
"Sabar. Ini cuman langkah awal yang kecil untuk kita menggapai mimpi dan cita-cita yang besar," timpal seseorang yang baru menghampiri mereka di meja kantin.
Ketiganya lantas berdiri dengan serempak.
"Kak Yunus," cengo ketiga gadis Maba tersebut setelah melihat siapa yang baru saja menghampiri mereka. Itu adalah orang yang memerintahkan mereka seenaknya tadi.
"Ternyata gue udah terkenal meskipun dikalangan maba kaya kalian ya," kekeh Yunus. Alia menatap tajam ke arahnya.
"Gue minta maaf karena tadi udah nyuruh lo bersihin toilet sebanyak itu. Gue bener nggak bermaksud, awalnya gue mau bercanda tapi ternyata lo lakuin beneran. Makasih karena udah bersihin toilet tadi."
"Gue juga minta maaf sama lo, tadi bercanda gue emang kelewatan karena nyuruh lo nyariin presma padahal dia sekarang nggak masuk." Yunus menatap penuh sesal ke arah Aisyah.
"Nggak papa Kak, santai aja sama kita mah." Alia berucap dengan penuh kekesalan yang terpendam. Ia masih tetap sopan karena Yunus adalah senior mereka sekarang.
"Okey deh. Kalau begitu, gue permisi dulu, selamat istirahat ya." Yunus meninggalkan ketiganya lalu pergi dari sana.
"Batu bisa bicara juga ya," sindir Elina setelah Yunus pergi. Ia berdiri dengan bersedekap dada.
"Jangan gitu, El. Nanti jodoh loh," ledek Aisyah lalu tertawa. "Eh lupa! Lo kan sukanya sama Adam ya?"
"Udah nggak usah dibahas," kesal Elina.
"Iya-iya. Eh, btw. Kalian tau nggak kalau sekarang Adam kuliah dimana?" Elina dan Alia saling tatap lalu kompak menggeleng tanda tak tahu atas pertanyaan Aisyah.
"Nggak tahu, mungkin Elina tahu. Secara diakan suka sama Adam." Elina melotot ke arah Alia tapi sang empu justru tertawa tanpa dosa.
"Gue jahit mulut loh ya, Al."
"Santai, Mbak. PMS luh, emosian mulu perasaan sama gue?" Alia merasa heran dengan Elina.
"Tapi kenapa lo tiba-tiba nanya Adam sih? Bukannya lo itu nggak suka ya sama Adam? Kok sekarang nyariin?" Alia penasaran dengan hubungan antara Adam dan Aisyah.
"Bukan gitu, Al. Gue cuman ngerasa nggak enak aja sama, Adam. Gue takut dia jadi benci sama gue gara-gara lamaran kemarin." Aisyah tanpa sadar menyebutkan tentang lamaran Adam kemarin lalu. Sebenarnya ia tak ingin membahas soal itu, terlebih lagi ketika ada Elina. Ia tak ingin gadis merasa sakit hati mendengarnya.
"Lamaran? Adam ngelamar lo? Kok gue nggak dikasih tahu soal ini? Terus gimana? Lo terima?" Dengan antusias Alia bertanya, ia bahkan lupa kalau ada Elina di sana. Entah bagaimana rasanya jadi Elina sekarang.
"Gue nggak papa, Syah." Elina memaksa senyumnya menatap wajah Aisyah. Ia sadar kalau Aisyah sedari tadi menatap dirinya, mungkin Aisyah merasa tak enak.
"Lamarannya ditolak sama Ayah gue," jelas Aisyah membuat raut wajah Alia memudar.
Berbeda dengan Alia. Ada sedikit perasaan lega dalam diri Elina, tapi ia juga kasian pada Adam karena ditolak oleh Ayahnya Aisyah.
"Lah kenapa ditolak? Adam itu tulus loh sama lo, Syah. Dia baik, kurang apalagi coba? Ganteng iya, pinter iya. Dia juga perduli sama lo, selama ini dia selalu prioritasin lo dari yang lainnya. Gue bisa lihat dari cara dia menjaga lo, Syah." Aisyah merasa bersalah juga dengan Adam tapi mau bagaimana lagi, rencana takdir sudah berkata lain.
Elina diam menyimak segala sesuatu yang mungkin bisa membuat hatinya patah sedalam-dalamnya. Ia begitu iri dengan Aisyah, wajah putih cantik dan senyum manis itu selalu bisa membuat dirinya cemburu.
"Gue nggak suka sama dia, Al. Bagaimana mungkin gue menyiksa dia dan diri gue sendiri lebih jauh lagi, takutnya nanti kalau gue sama dia udah kejenjang yang lebih serius terus gue masih tetap nggak bisa mencintai dia, itu sama aja gue semakin melukai dia dengan serius. Mending dia nyerah sekarang aja dari pada nanti," jelas Aisyah panjang lebar.
Sebenarnya bukan itu yang menjadi alasan utama mengapa Ayahnya menolak lamaran Adam waktu lalu. Ia sudah menikah, menikah tanpa sepengetahuan dirinya. Lalu bagaimana mungkin dia menerima laki-laki lain kalau sudah seperti itu.
"Iya juga sih, Syah. Tumben lo pinter," kekeh Alia.
"Makanya. Gue juga nggak mau berbahagia diatas kesedihan orang lain. Gue nggak sejahat itu," imbuh Aisyah.
"Lo emang bidadari berhati malaikat, Syah. Pasti nanti suami lo beruntung punya istri pintar kayak gini." Jika membahas tentang suami, Aisyah jadi ingat dengan suaminya.
Gimana kabar dia sekarang, terus dia lagi ngapain. Padahal baru tadi pagi mereka marahan. Bukan, hanya Aisyah yang marah pada Gus Hanan.
Aisyah merasa bersalah pada suaminya, mengapa sih dirinya bisa kekanakan seperti tadi. Andai saja ia tak emosian dan ngambek kaya tadi pasti sekarang dia bisa mendengar suara Gus Hanan.
"Syah."
"Aisyah. Syah, hey?"
"Iya, kenapa?" tanya Aisyah spontan tersadar. Alia mengerutkan keningnya.
"Lo kenapa sih? Ngantuk?" tanya Alia.
"Gue nggak papa, Al. Lo mah bikin orang kaget aja sih," keluh Aisyah.
"Lo sih ngelamun, lagi banyak masalah? Perasaan lo itu orang yang hidupnya selalu jauh dan sangat jauh dari masalah."
"Nggak ada orang yang hidupnya tidak bermasalah termasuk gue. Cuman gue tidak mengumbar apa masalah yang gue alami karena gue tahu orang punya masalah masing-masing jadi mereka tak punya waktu untuk memikirkan masalah orang lain lagi," jelas Aisyah dengan bijak.
"Kalau punya masalah itu diselesaikan baik-baik, minta tuh petunjuk sama Allah jangan lari ke sosmed buat minta like dan komen. Masalah kok diumbar, pengen banget ya jadi bahan perghibahan." Ucapan Aisyah mampu menusuk hati orang lain yang suka mengumbar masalah di sosmed.
"Makin bijak aja, memang temen gue ini." Alia memeluk Aisyah erat.
"Temen gue juga keles," timpal Elina. Ketiganya berpelukan erat sebelum pulang ke rumah masing-masing.
•••
Bersambung
Author yang manisnya ngalahin gula aren kembali back dengan cerita yang sama, semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan komen terus follow akun Author juga ya, tenang nanti difollback kok;)) Makasih.
See you;))
KAMU SEDANG MEMBACA
H A N A N & A I S Y A H [END]
Genel Kurgu⚠️HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA CERITA INI!!⚠️ 🍁🍁Spiritual, romance, religius 🍁🍁 ••• "Aku mencintainya karena Allah bukan karena kesempurnaannya." -Hanan Ahmad Hisyam- ••• "Terima kasih karena telah mencintaiku dan membuatku meras...
![H A N A N & A I S Y A H [END]](https://img.wattpad.com/cover/289185052-64-k718677.jpg)