19.Merasa Bersalah

1.2K 97 6
                                    

Acha berlari kecil mengejar langkah kaki Agha. Gadis itu sangat senang karena hari ini Agha kembali ke kampus.

"Pak Agha!"

Acha langsung merangkul lengan dosennya itu. Tapi Agha malah melepas tangan Acha dari lengannya.

"Yang sopan Acha!" ucap Agha tanpa menoleh pada gadis itu.

"Padahal baru sehari gak ketemu tapi saya udah rindu banget sama Bapak. Emang candu banget ya suka sama Bapak," ujar Acha. Gadis itu terus mengikuti langkah kaki Agha.

Agha tidak menggubris keberadaan Acha. Ia hanya fokus berjalan menuju ruangannya.

"Bapak udah sarapan belum? Kalau belum kita sarapan bareng yuk di kantin."

Agha menghempaskan tangan Acha yang berusaha menariknya. Pria itu menatap tajam mata Acha.

"Ingat batasan Acha! Saya ini dosen kamu jangan seenaknya!" bentak Agha.

Seketika Acha kicep mendengar bentakan sang dosen. Mahasiswa yang berada di sana juga mulai bisik-bisik tentang gadis itu.

"Bapak jangan seenaknya juga bentak sahabat saya! Acha kan cuma nyapa Bapak!"

Tiba-tiba Febri datang membalas ucapan Agha yang membentak sahabatnya itu. Febri tidak terima jika ada orang yang berani membentak Acha.

"Bilangin sama temen kamu ini. Berhenti mengusik ketenangan saya jika tidak ingin saya keluarkan dari kampus ini!" ucap Agha.

"Lo dengar kan Cha apa yang di bilang Pak Agha. Berhenti usik Bapak Dosen yang terhormat ini. Lo itu cantik masih banyak yang mau sama lo!" ucap Febri kesal. Gadis itu langsung menarik tangan Acha pergi dari hadapan Agha.

Selepas kepergian Acha, Agha menghela nafasnya pelan. Pria itu melihat beberapa mahasiswa yang masih menatap kearahnya.

"Kalian masih ngapain di sini? Masuk ke kelas!" titah Agha tegas.

Agha mendengus lalu berjalan masuk ke dalam ruangannya. Masih pagi sudah di buat emosi oleh mahasiswi gilanya itu. Semoga setelah itu Acha tidak akan mengganggunya lagi.

*****

"Cowok macem Pak Agha itu yang lo cinta hah? Kayak dia yang lo kejar-kejar. Dia aja gak pernah liat perjuangan lo, Cha apalagi balas perasaan lo!"

Febri membawa Acha ke tempat yang lebih sepi untuk menyadarkan sahabatnya yang sudah di butakan oleh cinta itu. Sebelumnya Febri tidak pernah melihat Acha mengejar-ngejar seorang pria.

"Gue nggak apa-apa kok, Feb. Lagian Pak Agha udah biasa kok bentak gue," ujar Acha santai.

"Aduh, Acha! Bisa gak sih lo berhenti ngarepin dosen gay itu. Dia gak akan tertarik sama lo mau secantik apapun lo!"

"Gue yakin kok Pak Agha itu bisa suka sama gue cuma belum waktunya aja."

Febri menepuk pelan keningnya. Susah sekali menasihati Acha yang sudah sangat keras kepala.

"Mau sampek kapan lo mau ngejar Pak Agha? Gak capek apa di permalukan terus-terusan kayak tadi?" tanya Febri menatap Acha jengah.

Acha menghela nafasnya gusar."Capek tapi gue gak mau berhenti sebelum berhasil dapetin cinta Pak Agha."

"Udah cinta banget sama Pak Agha?"

"Cinta mati udah," jawab Acha lesu. Gadis itu duduk berjongkok dengan bertopang dagu.

"Lama-lama gue ruqyah juga lo, Cha."

*****

Entah kenapa Agha merasa bersalah setelah membentak Acha tadi. Melihat wajahnya yang sangat polos itu membuat hati Agha gelisah. Agha menyapukan pandangannya ke seluruh kelas untuk mencari Acha namun gadis itu tidak ada.

"Ada yang tau Acha kemana?" tanya Agha pada mahasiswanya. Sudah lima belas menit Agha menunda pembelajaran hanya menunggu kedatangan gadis itu.

"Gak tau pak."

Ada apa dengan Agha kenapa ia malah mencari Acha. Bukankah bagus jika mahasiswi gilanya itu tidak hadir di kelasnya. Tapi saat ia melihat wajah sedih Acha tadi pagi membuat hatinya gelisah. Apa perkataannya sudah keterlaluan.

Agha menggelengkan kepalanya cepat. Agha tidak boleh memiliki simpati untuk gadis itu. Agha harus tetap tegas agar Acha berhenti mengejar dirinya.

"Permisi, maaf saya telat."

Agha langsung menolehkan pandangannya ke arah pintu saat mendengar suara mahasiswi gila itu. Tiba-tiba saja perasaan Agha tenang melihat Acha datang.

Agha berdiri lalu menghampiri Acha di depan pintu.

"Kemana saja kamu? Apa kamu lupa hari ini ada kelas saya?" tanya Agha langsung. Entah ada angin apa, Agha tiba-tiba ingin menanyakan hal itu.

"Maaf pak." Acha menunduk tidak berani menatap wajah Agha.

Febri yang berada di belakang Acha menggenggam tangan gadis itu. Febri sudah mengingatkan pada Acha untuk tidak terlalu menunjukkan perasaannya di depan Agha.

"Ya, sekarang kalian boleh duduk. Lain kali jangan telat lagi," ujar Agha sedikit lembut.

"Makasih pak," ucap Febri lalu menarik tangan Acha melewati Agha.

Agha mengikuti arah punggung Acha yang berjalan ke mejanya. Kenapa rasanya aneh saat gadis itu diam saja. Entahlah Agha tidak ingin memikirkannya lagi. Justru itu bagus dan semoga seterusnya.

MY LOVE SADNESS [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang