Sore memang menjadi suasana favorit Acha. Ia bisa melihat senja yang kehadirannya hanya sesaat. Meskipun hanya sebentar namun bisa menenangkan.
Sama seperti saat ini, Acha tengah memandang senja di dekat jendela kamar rawat Papinya.
"Acha?"
Acha menoleh ketika Beni memanggil namanya. Ia tersenyum lalu menghampiri brankar sang Papi.
"Kenapa Pi? Papi butuh sesuatu?" tanya Acha.
Beni menggeleng lemah. Tangannya terulur mengelus surai rambut Acha.
"Kuliah kamu gimana?" tanya Beni.
"Lancar kok Pi," jawab Acha.
Beni mengangguk lagi.
"Mau cerita gak sama Papi?"
"Cerita apa?" bingung Acha.
Beni terkekeh pelan. Acha membantu Papinya untuk menyender di bahu brankar.
"Papi tau kamu lagi ada masalah. Keliatan kok dari muka kamu," ujar Beni mengerti.
"Nggak kok, Pi," ucap Acha menekuk wajahnya malas.
"Nggak kok mukanya di tekuk gitu? Di tolak sama dosen kamu itu?"
Ah, Sial. Acha memang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya dari sang Papi. Jika di banding dengan Bela, Beni jauh lebih peka dengan perasaan Acha.
Acha menghela nafasnya sabar. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang sama Papa.
"Jangan bahas dosen Acha lah, Pi. Acha lagi berusaha buat move on tau," rajuk Acha.
Beni mengelus puncak kepala anaknya sayang.
"Beneran di tolak nih?" Beni terkekeh geli."Padahal anak Papi gak jelek-jelek banget deh," sambung Beni menggoda Acha.
Acha berdecak kesal mendengar ucapan sang Papi. Memangnya Acha tidak cantik gitu sampai ada kata gak jelek-jelek amat.
"Acha cantik tau! Kan bibit unggul Papi sama Mami," rajuknya kesal.
"Iya sih gak ada yang bisa ngalahin anak Papi."
"Aduh, anak sama Papi lagi akur. Gak ajak-ajak Maminya lagi."
Bela baru saja masuk ke dalam kamar rawat sang suami. Ia baru saja pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang miliknya dan juga Beni.
Acha mengangkat kepalanya dari bidang Beni ketika melihat Agha masuk setelah Bela.
"Kok Pak Agha bisa kesini?" tanya Acha meminta penjelasan dari Maminya.
"Tadi gak sengaja ketemu di loby. Mami juga baru tau kalau Agha ini dosen kamu," ujar Bela.
Bela menyuruh Agha untuk duduk di sofa panjang yang ada di ruangan itu.
"Agha juga bilang kalau nilai kamu akhir-akhir ini menurun. Dan dia juga merekomendasikan kelas tambahan untuk memperbaiki nilai kamu," ujar Bela lagi. Acha tercengang sebentar.
"Kelas tambahan?" beo Acha. Bela mengangguk sebagai jawaban.
"Mami setuju Acha di ajarin sama Pak Agha?" tanya Acha memastikan.
"Why not?"
Acha beranjak dari kasur Beni lalu menarik Maminya ke dekat jendela.
"Pak Agha itu dosen yang Acha suka. Emangnya Mami mau kalau Acha makin nempel sama dia," bisik Acha pelan. Acha dan Bela sama-sama menatap kearah Agha yang juga menatap ke arah mereka.
"Jadi itu dosen yang kamu suka? Eum, lumayan sih. Bisalah masuk ke list calon menantu Mami," ucap Bela membuat Acha menganga.
Maminya ini apa-apaan sih. Padahal ia bersikeras melarang Acha untuk pacaran tapi saat melihat dosen tampannya itu langsung masuk ke dalam list calon menantunya.
"Jangan bilang kalau Mami udah bolehin Acha pacaran?"
"Ih kata siapa boleh? Kamu masih harus lulus kuliah baru boleh pacaran. Kalau bisa langsung nikah tuh sama dosennya."
Acha menatap sang Mami jengah. Ia menghentakkan kakinya ke lantai lalu menghampiri Agha di sofa.
"Bisa bicara di luar?"
Agha mengangguk tanpa ekspresi lalu keluar mendahului Acha. Gadis itu menatap Mami dan Papinya sebentar lalu menyusul dosennya keluar.
Acha menghela nafasnya pelan dan menatap datar Agha.
"Maksud Bapak apasih ngadu sama Mami kalau nilai saya turun. Saya bisa kok memperbaiki nilai saya tanpa adanya kelas tambahan ini," protes Acha setelah mereka berada di luar ruangan Beni.
"Salah sendiri kenapa menghindari saya," ujar Agha santai.
"Saya kan udah bilang kalau saya mau berhenti suka sama Bapak. Kalau saya terus deket-deket sama Bapak kapan saya move on nya!"
"Kemarin kemana sama dia?" tanya Agha mengabaikan dumelan Acha.
Acha mengerutkan keningnya tidak mengerti."Dia siapa?"
"Dia nganterin kamu sampai rumah?"
"Hah? Dia siapa sih pak?" bingung Acha. Sungguh Acha tidak mengerti dia siapa yang dosennya maksud.
"Kemarin langsung pulang atau masih mampir-mampir?"
"Apaan sih gak jelas!"
Acha memutar matanya malas. Ia hendak berbalik badan untuk masuk kembali ke kamar rawat sang Papi. Tapi langkahnya di hentikan oleh Agha.
"Saya tidak suka kamu terlalu dekat dengan Bayu. Saya mau kamu jauhin dia."
Acha mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menoleh kearah Agha. Ternyata begini rasanya di posesif sama crush. Hati Acha rasanya penuh dengan bunga.
"Saya juga gak suka Bapak punya hubungan sama Damian. Saya mau Bapak tinggalin dia," ucap Acha membalikkan ucapan dosennya barusan.
Agha mengangkat alisnya sebelah.
"Kenapa bahas Damian?"
"Damian kan pacar Bapak. Emangnya Bapak mau ninggalin dia demi saya?" tanya Acha menantang sang dosen.
Agha menarik sudut bibirnya membentuk lengkungan tipis.
"Gampang untuk saya meninggalkan dia, Acha. Tapi apa kamu bisa pastikan kalau kamu bisa menerima cinta saya?"
Acha membantu mendengar pertanyaan sang dosen. Cinta? Itu artinya....
"Bapak cinta sama saya?" tanya Acha memastikan.
"Jika ada yang lebih tinggi daripada cinta mungkin itu kamu. Nggak papa saya kehilangan cinta asal saya tidak kehilangan kamu," ujar Agha berhasil menyentuh hati Acha.
Acha tak bergeming mendengar ucapan Agha. Ingin sekali rasanya Acha berteriak kencang mengeluarkan kebahagiannya. Sungguh Acha sangat bahagia hari ini.
"Jadi bagaimana? Kamu mau menjadi kekasih saya?" Agha menatap Acha penuh harap.
Acha bisa melihat dari tatapannya jika Agha benar-benar tulus mengucapkannya. Tapi Acha ragu akan satu hal. Yaitu Agha masih mengincar perusahaan Papinya.
"Maaf pak saya gak bisa." Tolak Acha melepas genggaman tangan dosennya dari lengannya.
"Kamu hanya memiliki dua pilihan Acha. Menikah dengan saya atau saya nikahi kamu?"
"Gak ada pilihan lain?"
"Ada. Kamu mau menjadi kekasih saya atau saya yang menjadi kekasih kamu. Dan tidak ada penawaran lagi," ujar Agha.
"Kalau gitu saya tidak akan memilih," ujar Acha membalik tubuhnya kearah pintu.
"Hidup itu pilihan jika kamu tidak mau memilih biar saya yang memilih. Mulai detik ini saya resmi menjadi kekasih kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVE SADNESS [ENDING]
Short StoryAshalina Haameda atau kerap di panggil Acha adalah gadis periang dan juga populer di kampusnya. Banyak yang menyukai Acha karena kecantikannya, namun ada satu pria yang membuat Acha penasaran karena sifat dinginnya. Dia adalah Agha Carelio Delmar, s...