21.Jangan Berhenti

1.4K 108 5
                                    

Agha masuk ke dalam mension dalam keadaan kesal. Acha benar-benar telah merubah pria itu. Bisa-bisanya Agha kesal karena tadi Acha tidak mengejarnya.

"Perasaan apa ini! Saya tidak mungkin cemburu melihat Acha dekat dengan pria lain!"

Agha menyambar handuknya dan langsung masuk ke kamar mandi. Pria itu mengguyur tubuhnya di bawah aliran shower. Agha memejamkan matanya untuk mendinginkan kepalanya yang terasa panas.

"Jika ada orang yang lebih baik dariku dan dia menyukai mu, apa kamu akan meninggalkan aku?"

Di atas rerumputan hijau itu, Agha dan juga Tiana membaringkan tubuhnya. Mereka menatap langit malam yang di penuhi dengan bintang.

Agha tersenyum dan membalikkan tubuhnya menatap Tiana.

"Tentu saja tidak Tia, sampai kapan pun tidak akan ada yang bisa menggantikan mu," ujar Agha.

"Jika nanti aku pergi apa kamu akan cari pengganti aku?" tanya Tiana.

Agha merubah mimiknya menjadi datar."Pertanyaan macam apa itu? Apa kamu akan meninggalkan ku?"

Tiana terkekeh lalu tangannya terulur mengelus pipi Agha.

"Tentu saja tidak, Agha. Aku hanya ingin tahu sebesar apa cinta kamu ke aku."

"Kamu masih meragukan cintaku?" Agha menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak. Aku percaya kamu tidak akan pernah mengganti cintaku."

Agha membuka matanya ketika serpihan masalalu itu menghantui pikirannya. Tidak Agha. Kau tidak boleh mengganti cinta Tiana dengan cinta gadis lain.

Agha segara menyambar handuknya lalu keluar dari kamar mandi. Agha harus menghentikan perasaannya untuk mahasiswanya itu. Agha tidak boleh sampai menyukai gadis itu.

"Agha."

Agha terkejut saat Damian berada di depan kamar mandinya. Tanpa sadar Agha memundurkan langkahnya saat Damian maju mendekatinya.

"Kau disini?"

"Kenapa? Apa aku tidak boleh masuk ke kamar mu?" tanya Damian.

"Bukan begitu. Aku hanya terkejut kau datang kemari tanpa memberitahu ku terlebih dahulu," jawab Agha sedikit gugup.

"Bagaimana aku akan memberitahu jika akhir-akhir ini kau menghindari ku."

Agha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akhir-akhir ini Agha memang menghindari Damian karena pikirannya terus saja tertuju pada mahasiswi gilanya itu.

"Maaf. Kau tau kan aku sedang sibuk," ujar Agha. Pria itu melewati Damian dan berjalan kearah lemari baju.

Damian menatap Agha curiga."Hanya itu alasan mu? Atau kau sengaja menjauhi ku karena kau mulai suka dengan gadis kecil itu?"

Ucapan Damian menghentikan pergerakan tangan Agha yang tengah memilih baju. Pria itu berbalik menatap Damian.

"Bicara apa kau?"

Agha kembali mendekati Damian dan mengikis jarak di antara mereka. Agha menangkup kedua pipi Damian.

"Lalu kenapa kau menghindari ku?"

"Aku sedang sibuk Dam apa kau tidak mengerti?"

"Aku tidak percaya dengan alasan mu itu," ucap Damian.

"Apa kau perlu bukti?" tanya Agha.

"Tentu saja. Buktikan jika kau tidak menyukai gadis itu!" tantang Damian.

"Oke."

Perlahan Agha mendekatkan wajahnya dengan Damian hingga pria itu memejamkan matanya. Tapi pergerakan Agha terhenti saat ia melihat Acha tengah tersenyum menatapnya. Buru-buru Agha menjauhkan wajahnya dari Damian.

"Ada apa? Kenapa berhenti?" tanya Damian tidak mengerti.

Drrtt...Drrtt...Drrtt...

Agha menoleh pada ponselnya yang bergetar di atas nakas.

"Ada telpon," ujar Agha.

Agha pergi mengambil ponselnya di atas nakas. Pria itu langsung mengangkat telpon dari Alfan.

"Iya, aku akan segara kesana. Kau persiapkan saja semuanya."

Damian melangkahkan kakinya mendekati Agha.

"Dari siapa?" tanya pria itu.

"Alfan. Aku harus segara pergi ke markas karena ada pekerjaan penting. Maaf aku tidak bisa menemani mu hari ini," ujar Agha.

Pria itu sibuk memasang baju di badannya. Tidak tahu kenapa telpon dari Alfan barusan menjadi penyelamat untuk Agha. Sebenarnya apa yang telah terjadi padanya.

*****

Saat Agha keluar dari ruangannya, ia melihat banyak sekali mahasiswa yang bergerombol di depan halaman.

"Bagaimana bisa saya keluar jika ramai seperti itu," ujar Agha bermonolog. Pria itu akan kembali masuk dan berencana akan pulang nanti saja. Tapi ucapan dari seorang mahasiswa menghentikan langkahnya.

"Gak nyangka Bayu bakal senekat ini."

"Emang Bayu ngapain?"

"Dia mau nembak Acha di depan umum. Gue gak yakin Acha nerima dia," ujar mahasiswa itu.

"Yaudah kita liat langsung aja."

Seketika Agha berbalik arah tidak jadi masuk ke ruangannya kembali. Mendengar nama Acha yang akan di tembak membuat perasaan pria itu tidak tenang.

Di depan sana Bayu sudah memegang dua balon. Yang satu warna pink dan satu lagi warna hitam.

"Acha, gue tau yang gue lakuin ini salah. Meskipun kemungkinan lo terima gue itu 0,01 gue tetap nekat tembak lo," ujar Bayu di depan semua mahasiswa.

"Gue suka sama lo udah dari SMA Cha dan gue kuliah di sini juga karena lo. Biar gue tetap bisa deket sama lo. Tapi gue sadar yang suka sama lo itu bukan cuma gue. Jadi kalau lo terima gue lo ambil balon pink ini tapi kalau lo tolak gue, lo boleh ambil balon hitam di tangan kiri gue."

Acha terdiam di tempat dan tidak bisa berkata apa-apa. Acha tidak menyangka jika Bayu akan menyatakan cintanya di depan umum seperti ini.

"Lo beneran suka sama gue atau cuma karena gue cantik dan anak orang kaya?" tanya Acha dengan polosnya.

"Gue akui lo cantik Cha tapi kalau kaya orang tua gue gak kalah kaya dari orang tua lo. Jadi lo mau gak jadi pacar gue? Gue juga gak kalah ganteng kok dari Pak Agha," ujar Bayu.

Acha menoleh pada Agha yang sedang berdiri di depan para mahasiswa lain disana. Sepertinya Acha memang harus berhenti mengejar cinta dosennya itu.

Dari wajahnya saja, Acha bisa melihat tidak ada kecemburuan sama sekali. Apa ini sudah waktunya Acha berhenti ya mengejar cinta dosennya itu?

"Terima aja Cha!" teriak Febri.

Acha kembali menoleh pada Bayu di depannya. Perlahan tangan Acha terulur untuk mengambil salah satu balon di tangan Bayu namun pergerakannya terhenti saat ada tangan kekar yang mencekal tangannya.

Acha menoleh pada Agha yang sudah berada di belakang gadis itu.

"Ikut saya."

Agha menarik tangan Acha keluar dari kerumunan itu. Agha memasukkan Acha ke dalam mobilnya.

"Bapak mau bawa saya kemana?" tanya Acha saat Agha sudah masuk ke dalam mobil.

Agha diam tidak menjawab pertanyaan Acha. Pria itu tetap menatap ke depan dengan wajah datar.

"B-bapak lagi sakit?" tanya Acha ragu.

Agha menoleh menatap Acha dengan tatapan yang susah di artikan membuat jantung Acha tidak aman saja.

"Kamu masih suka sama saya?" tanya Agha tiba-tiba.

"M-masih."

"Jangan berhenti mengejar saya kalau begitu."

MY LOVE SADNESS [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang