"Argh!! Gue seneng banget, Feb!" teriak Acha heboh. Gadis itu mengguncang tubuh Febri.
"Udah, Cha pala gue pusing!"
Seisi kantin menatap gadis itu aneh. Semenjak menyukai salah satu dosen di Internasional Jaya, Acha semakin banyak bertingkah.
"Omg masih kerasa kayak mimpi!" ucap Acha kegirangan. Sedangkan Febri mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Lo seneng kenapa sih? Menang lotre?"
"Bukan!" Acha menggeplak lengan Febri secara tidak santai.
"Gak usah geplak juga kali, Cha!" sewot Febri mengelus lengannya yang di geplak oleh sahabatnya.
"Cerita dong jangan asal kegirangan gitu. Kan gue takut ngeliatnya," ujar Febri jengah.
Acha menghela nafasnya pelan lalu menopang dagu. Lelah juga jika terlalu bahagia.
"Kemarin itu gue---" Acha menggantungkan ucapannya saat teringat sesuatu.
Acha lupa jika Febri tidak mengetahui tentang kebenaran diri Agha yang ternyata seorang mafia. Dan jika Febri tahu maka sahabatnya itu semakin melarang Acha untuk mendekati Agha.
"Kemarin kenapa?" bingung Febri.
"Kemarin... hari rabu. Iya hari rabu," ucap Acha mengalihkan topik pembicaraannya.
"Apaan sih, Cha garing banget. Pasti ada yang lo rahasiakan dari gue kan?"
Febri memicingkan matanya menatap Acha curiga.
"Nggak. Orang cuma mau kasik tau kalau kemarin hari rabu," ujar Acha. Gadis itu meneguk minumannya menghindari tatapan mengintimidasi dari Febri.
*****
"Semenjak kedatangan Pak Agha lo jadi jarang ada waktu sama gue. Setiap hari pasti lo habisin buat ngejar-ngejar dosen itu!" rajuk Febri. Kini dua gadis itu tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan.
"Ya, maaf namanya juga lagi usaha mengejar cinta," ujar Acha.
"Cinta itu pembodohan tau gak. Gue harap gue gak akan pernah kenal sama yang namanya cinta," ucap Febri.
Acha merangkul pundak sahabatnya itu."Jangan ngomong gitu entar lo kena tulah. Jatuh cinta itu gak seburuk apa yang lo pikirin kok," ujar Acha memberitahu.
"Emang kenyataannya cinta itu pembodohan. Buktinya sekarang lo ngejar-ngejar cowok yang suka sama cowok. Apa itu namanya kalau bukan bodoh!" Febri memutar matanya malas.
"Itu beda lagi bestie. Pak Agha itu beda dari cowok di luar sana. Dia itu memiliki aura yang berbeda."
Febri menghela nafasnya gusar. Ia melepas rangkulan Acha di pundaknya.
"Aura hitam!" celetuk Febri lalu berjalan terlebih dahulu meninggalkan Acha.
"Aura ganteng gitu di bilang aura hitam," ujar Acha geleng-geleng kepala.
"Febri tungguin, ih! Main di tinggal-tinggal aja!"
*****
Tidak terasa malam sudah tiba. Acha dan Febri menghabiskan waktunya di mall. Biasa perempuan.
"Makasih ya udah mau nganterin gue," ucap Acha saat mobil Febri sudah berhenti di depan rumah mewah keluarga Acha.
"Iya sama-sama. Makasih juga lo udah belanjain gue," ucap Febri juga. Di mall tadi Acha meminta Febri untuk beli apa yang gadis itu mau. Acha memang sangat royal dan setiap kali Febri menolak pasti gadis itu akan berkata."Jangan di tolak ya. Lo gak kasian sama gue yang setiap hari bingung gimana cara ngabisin harta bokap gue.
Yah, namanya juga anak tunggal kaya raya. Selalu bingung bagaimana cara menghabiskan hartanya.
"Rumah lo lagi ada tamu ya? Rame banget," ujar Febri saat melihat banyak mobil yang terparkir di halaman rumah Acha.
Acha menoleh ke halaman rumahnya. Benar juga. Kenapa banyak sekali mobil di halaman rumahnya. Dan sepertinya Acha tidak pernah melihat mobil-mobil itu sebelumnya.
"Mungkin Mami lagi ngadain arisan," jawab Acha.
"Iya kali, ya. Mami lo kan sosialita banget. Kalau gitu gue langsung pulang ya," pamit Febri.
"Gak mau mampir dulu ketemu sama Mami?" tawar Acha.
"Gak usah deh takut kemalaman gue."
Acha mengangguk mengerti."Yaudah sana balik. Tadi gue cuma basa-basi kok," ujar Acha tanpa dosa.
"Gak ada akhlak emang lo! Gue balik ya."
"Hati-hati bawa mobilnya biar gak nyasar ke alam barzah!" ucap Acha saat mobil sahabatnya itu mulai menjauh.
Acha membuka gerbang dengan susah payah. Kemana penjaga rumahnya tumben tidak ada di pos. Biasanya lagi nongkrong sama mamang ketoprak sambil main catur.
Acha melangkahkan kakinya perlahan menuju ke pintu utama rumahnya. Kenapa Acha merasakan lelah saat sampai di rumah. Tadi di mall ia happy-happy saja.
DOR!!
Deg. Langkah Acha terhenti mendengar suara tembakan pistol dari dalam rumahnya. Apa yang telah terjadi di dalam. Acha segara membuka pintu dan... mata gadis itu membelak dengan sempurna melihat Papinya berlumuran darah di lantai.
"PAPI!!"
Semua barang di tangan Acha terjatuh ke lantai. Acha berlari mendekati Beni yang sudah tidak sadarkan diri.
"Papi bangun, Pi!" Acha mengguncang tubuh sang Papa. Air mata Acha meluruh saat melihat tangannya di lumuri dengan darah sang Papa.
Acha menatap sang pelaku yang masih berdiri dengan pistolnya. Pria itu terlihat sangat tegang.
"A-acha... s-saya bisa jelaskan."
Perlahan Acha mendekati pria itu dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Acha, ini tidak sama dengan apa yang ada di pikiran kamu. Kamu tenang dulu biar saya---"
PLAK!
Acha menampar pipi sang dosen dengan sangat kencang. Saat itu juga beberapa anggota LavaGhost ingin menghampiri Acha namun Agha menghentikannya.
"Acha, anda salah paham. Sebenarnya bukan---"
"DIAM!!" Pekik Acha menunjuk wajah Alfan saat pria itu ingin mendekatinya.
"Jangan ikut campur!" desis Acha menatap Alfan tajam.
Agha mengisyaratkan Alfan dengan tangan untuk tidak ikut campur. Pria itu mundur beberapa langkah dari hadapan Acha. Kini gadis itu kembali menatap kearah dosennya.
"Ternyata benar. Seorang mafia seperti anda tidak akan pernah memiliki hati nurani!" ucap Acha menunjuk-nunjuk dada pria itu.
"Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Acha."
"Jangan sentuh saya!" bentak Acha penuh peringatan saat Agha hendak menyentuh pundaknya. Tatapan gadis itu di penuhi dengan amarah.
"Saya tidak sudi di sentuh dengan tangan kotor anda!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVE SADNESS [ENDING]
Historia CortaAshalina Haameda atau kerap di panggil Acha adalah gadis periang dan juga populer di kampusnya. Banyak yang menyukai Acha karena kecantikannya, namun ada satu pria yang membuat Acha penasaran karena sifat dinginnya. Dia adalah Agha Carelio Delmar, s...