23.Pembalasan

1.1K 84 2
                                    

"Rupanya kau ingin bermain-main denganku."

Di markas LavaGhost, Agha sudah menyergap orang yang kemarin mencegat dirinya dan juga Acha di jalan. Dia adalah suruhan dari devil Agha di dunia hitamnya.

"Cepat beri tahu siapa yang sudah menyuruh mu menyerang ku!"

Agha mencengkram kuat dagu pria itu. Tatapan Agha sangatlah bengis saat ini.

"Kalau gue kasik tau sama aja gue berkhianat sama bos gue!" ucap pria itu.

"Cepat beri tau atau ku bunuh kau!" ancam Alfan. Pria itu sudah mengangkat pistolnya ke arah kepala pria itu. Tapi Agha menahannya.

"Jangan dulu, Al."

Agha menurunkan tangan Alfan dari kepala pria itu.

"Jadi kau lebih memilih mati di banding bicara yang sejujurnya?" ucap Agha mengangkat dagu pria itu dengan pisau lipat milik dirinya.

"Iya."

Agha terkekeh lalu menarik rambut belakang pria itu hingga mendongak ke atas. Pria itu mengeratkan giginya menahan rasa sakit.

"Cepat atau lambat aku akan tetap menemukan bos mu itu. Dan aku tidak membutuhkan diri mu lagi," ucap Agha terkekeh. Kekehan yang di keluarkan Agha saat ini adalah kekehan menyeramkan bagi korbannya.

Agha memasukkan pisau lipatnya ke dalam saku jasnya. Lalu pria itu mengambil pistol di tangan Alfan dan mengarahkannya pada kepala pria itu.

"Selamat tinggal."

Dor!!

Agha menarik pelatuk pistol itu tanpa beban. Pria itu tersenyum senang saat darah memenuhi ruangan kecil itu dan juga muncrat ke baju yang di pakainya.

"Itu balasan untuk orang yang sudah berani menghalangi jalan ku."

Laki-laki itu membuka jasnya dan menyerahkannya pada Alfan. Agha berjalan untuk keluar dari ruangan itu meninggalkan satu mayat.

Saat pintu terbuka, Agha terkejut melihat Acha berdiri dengan wajah pucat pasi. Gadis itu terlihat kaget dan juga ketakutan.

"Acha."

Suara Agha membuyarkan lamunan gadis itu. Acha tidak sadar jika pintu di hadapannya sudah terbuka dan menampilkan Agha dengan bercak darah di kemeja pria itu.

Acha gelagapan melihat Agha berada di depannya. Saat tadi Acha mengikuti Agha dari kampus sampai ke markas Acha merasa senang. Tapi saat ia mendengar suara tembakan, ia berasa di bawa ke alam mimpi. Acha tidak menyangka jika Agha bisa melakukan tindakan kriminal tanpa beban.

"Kamu di sini?"

"Ee... i-iya pak," jawab Acha terbata-bata.

"Apa kamu mengikuti saya?" tanya Acha lagi. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Entah kenapa tiba-tiba susah untuk Acha mengeluarkan suaranya.

"Ikuti saya."

Agha menyuruh Acha untuk mengikuti langkahnya tapi gadis itu tetap berdiam diri di tempat.

"Acha, saya bilang ikuti saya!" ucap Agha sedikit menaikkan oktaf suaranya.

"I-iya pak."

Acha mengikuti langkah Agha dari belakang. Pria itu membawa Acha ke ruangan seperti kamar di lantai tiga markasnya.

"Masuk," suruh Agha. Acha ragu untuk masuk dan tetap berdiri di ambang pintu.

Melihat Acha masih diam membuat Agha kesal. Pria itu langsung menarik Acha masuk ke dalam dan mengunci pintunya.

"B-bapak m-mau ngapain?" tanya Acha saat Agha mengunci pintunya. Pikiran negatif kini menguasai kepala gadis itu.

Agha tidak menjawab. Pria itu justru berjalan mendekati Acha dengan tatapan yang susah di artikan. Melihat Agha yang semakin mendekatinya membuat Acha perlahan Acha memundurkan langkahnya. Serem juga melihat Agha yang seperti ini.

Kaki Acha tersandung karpet membuat dirinya terduduk di kasur milik dosennya itu. Acha meneguk salivanya susah payah melihat Agha semakin mendekati dirinya.

"B-bapak gak bakal apa-apakan saya kan? K-kita belum menikah lho, Pak," ceplos Acha. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu saat ini.

Dengan wajah datarnya Agha mendekatkan wajahnya dengan Acha membuat gadis itu negatif thinking saja.

Acha memejamkan matanya saat wajah dosennya itu semakin dekat dengan wajahnya. Acha pasrah apa yang akan terjadi setelah ini.

"Kenapa kamu tutup mata?" ucap Agha membuat Acha langsung membuka matanya.

"B-bukannya Bapak mau cium saya, ya?"

Agha mengangkat alisnya satu lalu menjauh dari wajah Acha.

"Pd sekali kamu. Saya hanya ingin mengambil handuk," ujar Agha memperlihatkan handuk di belakang gadis itu.

Acha memejamkan matanya malu. Sungguh Acha merutuki kebodohannya kali ini. Bisa-bisanya berpikir bahwa Agha akan mencium dirinya. Malu kan sekarang!

"Kamu tetap di sini dan jangan kemana-mana. Saya masih ingin membersihkan tubuh saya."

Agha mengambil handuknya lalu berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamar itu. Sedangkan Acha, gadis itu tengah merutuki kebodohannya. 

"Astaga, Acha! Bisa-bisanya otak lo traveling!" Acha menggeplak kepalanya sendiri.

*****

Agha keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di pinggang pria itu. Mendengar pintu kamar mandi terbuka sontak membuat Acha menoleh.

"AARGHH!!" Teriak Acha kencang. Ia menutup matanya melihat dosennya itu hanya memakai handuk keluar dari kamar mandi.

Kening Agha berkerut, pria itu mendekati Acha yang menutup wajahnya.

"Kamu kenapa?" tanya Agha heran.

"I-itu... kenapa Bapak gak pakai baju!" ucap Acha.

"Memangnya kenapa? Lagi pula saya berada di dalam kamar saya. Bukan di depan umum," ujar Agha santai.

Acha tetap menutup wajahnya dengan telapak tangan. Bisa-bisanya dosennya itu hanya menggunakan handuk di depan dirinya.

"T-tapi kan ada saya Pak!" sewot Acha.

"Bukankah gadis seperti mu suka melihat roti sobek milik saya?" goda Agha.

"Nggak! Cepat Bapak pakai baju!" suruh Acha kesal. Bisa-bisanya menguji iman seorang Ashalina Hameeda.

Agha terkekeh lalu mengambil baju di lemarinya. Lucu sekali mahasiswinya itu. Sering menggoda tapi malu saat di goda.

MY LOVE SADNESS [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang