38.Kabur

1.1K 76 3
                                    

Brakk!!

Agha menendang pintu di depannya yang menampilkan sosok Damian. Pria itu duduk di atas meja dengan memegang sebuah pistol. Agha berjalan mendekati pria yang tengah tersenyum penuh kemenangan itu.

"Welcome back," sambut Damian senang. Agha berdiri tepat di depan pria itu.

"Apa sekarang kau puas?" ucap Agha menatap Damian.

"Tentu saja."

Damian berdiri lalu memeluk tubuh tegap Agha. Agha hanya diam tidak membalas pelukan Damian.

"Aku senang kau menepati janji."

Pelukan mereka terlepas ketika Damian melihat anggota LavaGhost ada di sana. Damian sedikit memundurkan langkahnya. Senyum penuh kemenangan itu perlahan memudar.

"Kau menipu ku?"

Agha terkekeh sinis."Jika kau saja bisa menipu ku kenapa aku tidak?" sarkasnya.

"Harusnya aku tidak melepaskan kalian tadi," gumam pria itu.

"Salah sendiri. Kenapa kau begitu bodoh?" Agha terkekeh tapi kekehannya berhenti ketika Damian tersenyum miring.

"Mari kita lihat siapa yang bodoh di sini?" Damian melempar sesuatu kearah Agha hingga mengepulkan asap begitu banyak.

Pandangan Agha bahkan semua anggota LavaGhost mengabur. Mereka menutup mata dan hidungnya masing-masing.

"Uhuk! Uhuk! Cepat kalian cari Damian!" perintah Agha saat Damian sudah tidak terlihat di hadapan mereka.

Semua anggota LavaGhost berpencar ke seluruh gedung itu.

"Sebagian jaga pintu belakang dan juga pintu keluar. Jangan beri celah dia untuk kabur!" ucap Agha pada sebagian anggotanya. Mereka mengangguk menurut dan mulai berpencar.

Agha sendiri pergi ke gedung atas untuk mencari keberadaan Damian. Agha harus menepati janjinya untuk kembali kepada Agha dalam 2 jam. Agha tidak ingin mengecewakan kekasihnya itu.

*****

Di sisi lain, Acha merasa tidak tenang duduk manis di atas brankar. Acha harus melakukan sesuatu untuk membantu Agha. Tapi Acha bingung bagaimana cara gadis itu keluar. Pasalnya Agha sudah menyuruh Alfan dan para anggota LavaGhost menjaga rumah sakit yang di tempati nya.

Acha melirik kearah Febri yang tengah tertidur. Kedua orang tuanya pulang untuk mengambil keperluan Acha di rumah sakit.

"Gue gak bisa diem di sini aja."

Acha melepas paksa jarum infus di tangannya. Sangat sakit. Tapi Acha harus tahan dan tidak boleh mengeluarkan suara yang membangunkan sahabatnya itu.

Perlahan Acha menurunkan kakinya ke lantai. Ia mengambil masker yang berada di dalam nakas. Acha juga tidak bisa keluar begitu saja dari rumah sakit karena masih memakai baju pasien.

Saat Acha hendak berdiri, ia memegang perutnya yang masih terbalut perban.

"Tahan, Cha."

Perlahan Acha mendekati Febri yang tengah terlelap di sofa. Di sampingnya ada jaket milik gadis itu jadi Acha pakai saja agar bisa keluar dari rumah sakit.

Acha mengambil secara perlahan agar Febri tidak terbangun. Dan, ya dapat. Acha segera memakai jaket itu dan keluar dari kamar rawatnya. Pertama-tama Acha harus melihat keadaan luar kamarnya. Ada Alfan dan anggota LavaGhost atau tidak.

Merasa aman Acha kembali melanjutkan langkahnya keluar dari rumah sakit. Namun saat di koridor ia bertemu dengan Alfan. Segara Acha membalikkan tubuhnya menatap tembok. Alfan melewati dirinya tanpa curiga.

Saat Acha hendak melanjutkan langkahnya, tak sengaja ia menabrak suster yang membawa alat medis.

Brakk.

"Aduh, maaf. S-saya beneran gak sengaja," ucap Acha membantu suster itu memunguti alat medisnya.

"Iya tidak apa-apa. Lain kali hati-hati," ujar suster itu.

Mata Acha terbelalak melihat Bela dan Beni berjalan menuju kearahnya. Acha harus segara pergi dari sini sebelum Mami dan Papinya sadar jika Acha kabur.

*****

"Damian! Cepat keluar! Berhenti bersembunyi!" teriak Agha menggelegar. Pria itu sudah berada di gedung paling atas gedung itu. Tapi Damian tak kunjung di temukan.

"Percuma kau sembunyi karena cepat atau lambat kau akan di temukan!" ucap Agha.

Tanpa sadar seseorang tengah berjalan ke arahnya. Pria itu menyeringai dan....

Jleb

Damian menusukkan pisau ke pinggang Agha dan tertawa geli. Perlahan Agha menolehkan kepalanya ke belakang mendapati Damian tengah tertawa melihat darah di pisaunya.

"Darah, darah!" ucapnya senang. Bukannya tumbang, Agha langsung membogem wajah Damian dengan sikutnya.

Pisau di tangan pria itu langsung jatuh ke lantai. Tanpa membuang waktu Agha mencekik Damian dan disudutkan ke dinding belakangnya.

"Menyerah lah, Dam!" desis Agha. Sedangkan Damian hanya terkekeh geli.

"Aku bukan pecundang yang akan menyerah begitu saja," ucapnya menahan sesak.

Agha semakin mengeratkan tangannya di leher Damian. Sedangkan pria itu berusaha untuk melepas tangan Agha dari lehernya.

"Mati atau menyerah?" ucap Agha memberi pilihan.

Dengan wajah yang sudah memerah Damian tersenyum miring.

"Mati."

Bug!

Damian menendang perut Agha hingga pria itu terlepas dari cengkraman Agha. Damian menggunakan kesempatan itu untuk kabur. Namun di depan pintu sana ia melihat gadis yang sangat tidak asing. Langkah Agha juga berhenti melihat sosok Acha di sana.

"Acha."

Damian langsung menarik Acha ke dekapan pria itu. Damian juga menodongkan pistol ke kepala Acha.

Di belakang sana LavaGhost juga menodong pistol kearah Damian. Ia sudah di kepung tapi keberadaan Acha menyelamatkannya.

"Aku mati kekasihmu juga mati," ucap Damian terengah-engah.

"Simpan senjata kalian," suruh Agha pada anggotanya.

"Kau jangan macam-macam, Dam!" peringat Agha.

"Aku tidak perlu susah payah untuk mengincar kekasih mu. Dia sendiri yang datang kepada ku," ucap Damian.

Agha menatap sendu Acha. Kenapa gadis itu bisa menyusulnya. Bukankah Alfan dan para anggota lainnya berjaga di rumah sakit itu.

"Acha, kenapa kamu kemari?" tanya Agha. Perlahan kaki Agha mendekati gadis itu.

"A-aku takut k-kamu gak balik lagi."

"Bukankah saya sudah berjanji akan kembali?"

"2 jam Agha... kamu berjanji akan kembali dalam 2 jam tapi kamu tidak datang juga," ujar Acha. Gadis itu memundurkan langkahnya karena Damian semakin menarik gadis itu masuk ke arah rooftop.

Damian memutar matanya malas melihat adegan drama ini.

"Berhenti di situ!" peringat Damian saat semua anggota mengikuti langkahnya masuk ke rooftop.

"Kalian di sini saja," ujar Agha.

"T-tapi ketua...."

"Percayakan semuanya kepada saya."

Semua anggota hanya bisa menurut dan membiarkan ketuanya itu masuk sendiri ke rooftop.

MY LOVE SADNESS [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang