20. HUKUMAN

25 3 0
                                    

20. HUKUMAN
.
.
Jangan lupa tekan bintangnya

Happy reading 🧡🐣

Senja melihat ke bawah,  karena Senja dan Guntur bersembunyi di bawah meja, dan benar saja di sana ada sepasang kaki tengah berjalan. Mungkin saja guru itu tangah berkeliling mencari para siswa yang bersembunyi karena terlambat atau yang membolos pelajaran.

"Lo kenapa?" Tanya Senja yang melihat Guntur yang tengah menggosok hidungnya yang kini tengah memerah

"Hidung gue ga—"

HACIM!

"Siapa itu?!"

PUK!

"Ngapa Lo bersin sih," ucap Senja dengan berbisik memukul pindah Guntur yang kini masih menggosok hidungnya.

"Ish..banyak debu sini. Lo lupa gue alergi."

"Sapa suruh ajak gue sembunyi di sini," ucap Senja.

"Sapa suruh mau."

"Aish.. Lo mah—"

"GUNTUR SYANDYAKALA! KAMU NGAPAIN BERDUA DI SANA?!" Guru itu ternyata sudah berada di hadapan mereka.

Guntur dan Senja juga sudah keluar dari persembunyian mereka. Dan saling bertatapan dengan guru itu, "kamu anak baru itu kan?" Tanya guru itu sambil menatap Senja.

Senja mengangguk, "iya Bu."

"Salah pergaulan kamu tu, jangan main sama Guntur deh," ucap Guru itu.

"Kenapa emang Bu kalo sama saya."

"Ya kan kamu gak tahu, Guntur ini langganan BK kamu mau ikut masuk ke sana?"

"Enggak Bu," jawab Senja.

Mata Guru itu kini beralih pada Guntur yang tengah menggosokkan hidungnya yang sudah memerah, "kamu kenapa? Ada kutu di hidung kamu?"

Sambil menggosokkan hidungnya, "ibu ngelawak? Bukan kutu Bu, tapi gajah masuk di hidung saya," jawab Guntur.

Guru itu menghela napas, "sudah-sudah sekarang kalian ke lapangan berjemur sampe jam istirahat tiba."

"Eh.. kurangi dikit lah Bu sampe jam pertama aja," tawar Guntur.

"Enak aja, gak!"

Awas Lo, kalau aja bukan guru gue, batin Guntur.

Kemudian ia menarik tangan Senja menuju lapangan. Sedangkan Senja yang ditarik hanya bisa pasrah.

Bagaimana tidak, tanpa aba-aba langsung ditarik, Senja kan belum siap.

Kini mereka berdua berdiri di bawah tiang bendera sang merah putih. Di bawah sinar matahari pagi yang sehat bagi kesehatan tulang. Tas mereka sudah di letakkan di sisi pohon di sana.

Sambil menguncir rambutnya yang tergerai, Senja bertanya pada Guntur, "kita sampe jam istirahat?"

Guntur menoleh, "Lo gak dengar atau Lo tadi tidur?"

"Dih orang gue nanya aja tinggal jawab gak usah ngegas kali."

"Panas ni gak kuat gue."

"Lemah Lo, sabar tinggal tiga puluh menit lagi," ucap Senja sambil melirik jam di ponselnya.

"Tiga puluh menit, lama lah."

Keheningan menyelimuti mereka, panas terik matahari menyelimuti kulit mereka. Peluh keringat mengucur dari dahi mereka. Guntur menoleh ke arah Senja yang nampak serius, senyum tipis terbit dari bibirnya.

"Lo ngapain liatin gue gitu?" Tanya Senja menoleh ke arah Guntur.

Guntur yang tertangkap basah berusaha mengelak, "gak ada yang liatin Lo."

"Pede banget," lanjutnya.

"Ngeles aja bisanya."

Keheningan menyapa mereka. Keduanya sama-sama terdiam, tidak tahu ingin berbicara apa. Dan sejak tadi, pemuda itu sesekali menoleh ke sampingnya dimana ada Senja yang berdiri dengan keringat yang meluncur dari dahinya.

Guntur merogoh saku celananya, mengambil sesuatu di sana, "nih Lo keringetan." Sambil memberikannya kepada Senja.

Senja menoleh, "makasi."

Ternyata itu sebuah sapu tangan bewarna hijau army ada tulisan yang menjadi daya tarik bagi Senja.

BALVAGOS.

Dan tulisan kecil yang tersemat di bawah kata itu.

Leader!

Senja menoleh ke arah Guntur, "hidung Lo udah baikan?" Tanyanya.

Guntur tersenyum, "udah kok."

Lama juga hukuman mereka hingga tak sadar ada tiga orang pemuda tengah memperhatikan mereka dari arah kantin.

"WOY! SEMANGAT KAKA!" Teriak orang itu, siapa lagi kalau bukan Gibran Gentala.

"Anjing," desis Guntur saat melihat ketiga temannya tengah memperhatikannya dari kantin. Dan lebih parahnya lagi, Gibran dengan sengaja memperhatikan gerakan minum air yang nikmat.

Tiga orang itu, Gibran, Bayu, dan juga Reyland berjalan menghampiri dua orang itu. Setelah sampai Bayu memberikan sebotol air dingin yang masih utuh kepada Senja dan hal itu mengundang perhatian Guntur.

"Makasih," ucap Senja lalu membuka segel botol dan langsung meneguknya.

"Gila abis setengah?" Tanya Reyland yang tidak percaya, karena biasanya para cewek-cewek jika berhadapan dengan cogan-cogan pasti gak berani buka mulut, takut lipstiknya rusak.

"Haus, mana panas lagi." Kemudian ia menutup botol itu dan menyodorkannya kepada Guntur, "mau?" Tanyanya.

Guntur yang hendak mengambil botol mineral itu menghentikan gerakan tangannya saat mendengar suara Gibran, "masa batu dihukum segini doang Lo meleleh sih, gak asik Lo Tur. Udah Nja gak usah Guntur gak haus kok," ujar Gibran.

"Masa sih?"

"Iya kan Abang Guntur seterong," lanjut Gibran sambil memperagakan aksi tangan yang menunjukkan otot tangannya.

Guntur yang melihat itu hanya memberikan tatapan mematikannya kepada Gibran.

"Senja sekarang Lo ke kelas aja gih, biar Abang Guntur yang perkasa ini melanjutkan hukuman Lo," ucap Gibran sambil menepuk pundak Guntur secara tidak manusiawi.

"Anjing sakit," umpat Guntur sambil mengusap bahunya.

"Ah? Apa? Boleh? Tuh Nja Lo balik ke kelas kek atau ke kantin, biar Guntur yang lanjutin katanya," ucap Gibran lagi.

Senja menoleh ke arah Guntur, "boleh emang?"

"Oh boleh banget Nja," ujar Reyland.

"Oh oke kalo gitu, gue ke toilet dulu gak nahan soalnya," ucap Senja kemudian pergi meninggalkan keempat pemuda itu tak lupa membawa pergi tasnya.

Guntur yang sedari tadi menatap Gibran dengan tatapan mematikannya kemudian ia bersuara, "GIBRAN GENTALA PRAKASA!! SINI LO! LO YANG GANTIIN GUE!"

"BYE-BYE ABANG GUNTUR SELAMAT MELANJUTKAN HUKUMAN!" Gibran, Bayu, dan Reyland berlari meninggalkan Guntur di bawah sinar matahari yang menyengat kulit.

"GIBRAN MONYET!!"

•••••
HAI EVERYONE!

NEXT PART GAK?

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT YAA
THANKS!
🐣🧡

(Don't forget to follow me)
zazaatan

Oktober 2021


Guntur SyandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang