23. ARENA MALAM (2)

16 2 0
                                    

22. ARENA MALAM (2)
.
.

Jangan baca doang yaa, tolong apresiasinya juga

Happy Reading 🐊

Malam-malam pukul delapan lebih lima belas menit, keempat inti BALVAGOS, Guntur, Reyland, Gibran, dan juga Bayu tengah berada di warung pak haji.

"Lo yakin ikut Rey?" Tanya Gibran.

Reyland mengangguk, "iyalah. Emang kenapa?"

"Takutnya entar emak Lo nyariin, Lo kan anak emak banget."

"Lo pikir gue apa?! Mau Lo kayak anak sebelah yang idungnya berdarah gegara gue?!"

Gibran melotot mengingat kejadian dua hari yang lalu, dimana dirinya dan Reyland yang terkepung oleh anak-anak SMA sebelah, "dih jawabnya ngegas."

"Udah deh Lo pada diem, ribut banget sih," ujar Guntur yang sedari tadi hanya diam sambil memandangi ponsel yang berlogo jeruk digigit itu.

Gibran dan Reyland menatap Guntur, "apaan sih orang gue sama Rey lagi diskusi."

Bayu di sana hanya sebagai penonton mereka. Mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya, ia berdiri, "om Damar otw."

"Bayu sekali ngomong tudep banget, apalagi kalo bercanda ngejleb," bisik Gibran kepada Reyland.

"Hooh kenapa pada datar amat sih."

"Jangan ngomong gue di situ. Sini, depan gue," ujar Bayu yang menatap Reyland dan Gibran malas.

Mendengar itu, Reyland dan Gibran hanya terkekeh, "tau aja, maap-maap."

"Udah kita jalan sekarang aja," ujar Guntur.

Kemudian keempat orang itu berjalan menuju motornya masing-masing. Kali ini Bayu yang memimpin jalannya.

Saat di jalan, mata Guntur terhenti ke arah satu objek, melihat sesosok perempuan yang sepertinya berbicara dengan seseorang.

Pencahayaan yang remang-remang membuatnya tidak begitu jelas untuk melihat. Tapi, jika melihat postur tubuhnya, pikiran Guntur langsung tertuju pada seseorang.

Masa bodoh, ternyata temannya sudah jauh sekitar lima belas meter, dan memang tadi Guntur memelankan laju motornya.

Jalan Rafflesia no. 10

Begitu sampai pada jalan tersebut, Bayu yang memimpin kali ini turun dari motornya. Melihat sang ketuanya kemana?

"Guntur mana?" Tanya Bayu kepada dua orang itu, Gibran dan Reyland.

Gibran menoleh, "lah tadi... Eh itu dia."

Ternyata bapak ketua itu baru sampai, "dari mana?" Tanya Bayu.

"Ah itu nangkepin nyamuk tadi di jalan," jawab Guntur.

"Haha lucu juga Lo," ujar Reyland dengan tawa renyah.

Tak lama berselang, deru suara kenalpot motor kembali menghidupkan suasana yang memang sudah ramai di sini.

Banyak anak-anak muda yang memang melaksanakan balapan malam hanya sekedar taruhan atau kesenangan semata.

Di jalan ini, jalan yang cukup mempunyai sejarah bagi sekelompok pria paruh baya.

Di jalan ini, jalan yang menjadi pertumpahan darah, saksi bisu tentang kerasnya kehidupan, kenangan yang tidak mungkin akan terlupa begitu saja.

Seorang pria paruh baya baru saja turun dari motornya. Menghampiri keempat pemuda yang tengah berdiri sambil menatapnya penuh hormat.

"Malam om dan selamat datang," sapa Bayu sambil menyalami tangan pria dihadapannya itu.

Pria itu tersenyum menatap sekeliling, jalanan ini tidak berubah, di tengah-tengah ini tempatnya ia berdiri ini adalah saksi bisu tentang pertumpahan darah bersama kawan-kawannya beberapa tahun ya lalu.

"Tempat ini gak berubah, masih sama dulu.. om bersama papa kalian bercengkrama di sini." Pria itu tersenyum menatap keempat pemuda yang kini sudah tumbuh semakin dewasa.

"Kabar kalian baik?" Tanyanya.

Semuanya mengangguk, "baik om."

"Teman baru kalian?" Tanya pria itu sambil menatap Reyland.

"Gak om udah lama tapi om baru liat," jawab Guntur.

"Wajah kamu gak asing, nama kamu siapa?" Tanya Pria itu.

"Saya Reyland Satria Adibaskara, salam kenal om," ucap Reyland memperkenalkan dirinya kepada pria yang kata teman-temannya ini sungguh berpengaruh kepada mereka.

Pria itu terkejut, mungkin dugaannya tidak salah, "kamu anaknya Faiz Adibaskara bukan?"

"Om tau ayah saya?"

"Dunia emang sempit, saya teman main ayah kamu teman main ayahnya Bayu, Guntur, dan Gibran juga kita berempat dulu itu gak kepisah. Sekarang aja yang pada sok sibuk urusan kantor padahal mah lagi manja-manja sama istrinya, betul gak?" Tanya Pria itu kepada Reyland.

"Om tau aja ayah saya."

"Dari dulu gak berubah, kalo anak muda sekarang bilang apa tuh kalo sayang banget sama pasangannya?"

"Bucin om," jawab Gibran.

"Nah iya itu.

Kemudian keempat pemuda itu mengajak pria paruh baya itu untuk duduk di sebuah meja dan kursi yang memang tersedia di sana.

"Gak ikut kalian, lagi rame tuh." Pria itu menatap sekeliling yang memang tengah ada sebuah balapan yang berlangsung.

"Gak om, istirahat dulu tiga malam yang lalu udah kok."

"Om anaknya om mana? Katanya sama anaknya bakal ke sini," ujar Gibran yang tiba-tiba.

"Oh itu tadi di jalan anak saya ketemu temannya, jadinya gak enak temannya udah nyari ke rumah tapi gak ketemu dan ketemunya tadi di jalan," jawab pria itu.

"Ohh gitu, ngomong-ngomong ya om kalau boleh tau anaknya om cewek atau perempuan?" Tanya Gibran.

"Yee si dugong mana ada cewek atau perempuan yang ada malah perempuan atau laki-laki, itu yang bener," ujar Guntur.

"Tau Lo Gib."

"Anak saya perempuan. Kenapa? Pengen kenalan?" Tanya Pria itu.

"Kalo boleh sih om gapapa," ucap Gibran.

"Bukannya gak boleh, anak saya udah punya jodohnya."

"Anaknya kan belom kawin."

"Nikah Gib, bukan kawin. Lo kata hewan," ujar Bayu.

"Sama aja."

Pria itu terkekeh, dirinya dan keempat pemuda dihadapannya ini tidak jauh berbeda dengan dirinya dan kawan-kawannya dulu,
"Emangnya kamu mau sama anak saya?"

"Kalo boleh sama omnya gapapa."

"Tapi sayangnya, ayah kamu udah bilang sama om jangan deketin anak saya Sam Gibran."

"Lah kenapa om?" Tanya Gibran penasaran.

"Takut anak saya salah pergaulan kalo sama kamu."

"YAA ALLAH BAPAK! ANAK MU INGIN JODOH JUGA BAPAK!"


•••••
HAI EVERYONE!

NEXT PART GAK?

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT YAA
THANKS!
🐊🐊
(Don't forget to follow me)
zazaatan

November 2021

Guntur SyandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang