26

319 39 2
                                    

"Sial !"

Gaara menyeka bekas darah orang orang itu yang ada pipinya.

Ia kembali berlari, membuka pintu menuju tempat ia menemukan wanita ular yang sudah beraninya menipu kakaknya. Selam pertarungan, ia terpukul mundur dari tempat itu, bahkan ayah dan Kankurou juga.

Begitu ia sampai di sana, ruangan itu kosong melompong. Seakan pertemuan mereka tak pernah terjadi.

"Kemana ular itu kabur ?" Tanya Rasa, ia baru saja muncul dari salah satu pintu yang ada. Wajah yang mulai menua itu terlihat tak kelelahan sedikitpun, bahkan Gaara berani bertaruh jika pistol yang dibawah ayahnya masih ada isinya meski belum diisi ulang selama pertarungan.

Pengalaman memang tak akan pernah bisa dibeli oleh apapun.

"Dia kabur."

"Bagaiman caranya ?" Rasa mengenyit heran, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari celah yang bisa saja digunakan wanita itu untuk kabur.

"Entahlah, mungkin dia benar benar hantu." Kankurou muncul tiba tiba diantara mereka. Ia mengacak rambutnya cukup keras, menghilangkan debu dari tembok yang baru ia runtuhkan akibat pertarungan.

Alat komunikasi di telinga mereka berbunyi tanda ada seseorang yang ingin berbicara.

"Bagaimana keadaan di sana, Sabaku ?" Suara Kakashi terdengar.

"Jalang gila itu kabur," jawab Kankurou.

"Sepertinya mereka memang berencana mundur dari sini," ujar Tenten.

"Ada yang aneh ... Kenapa juga mereka mundur ? Seakan ..--"

"Ingin mengulur waktu untuk sesuatu." Ucapan Ini dipotong oleh Sasuke dengan prediksi yang membuat semuanya terdiam.

Pasti ada sesuatu.

"Shikamaru pasti punya jawabannya, karena itu, ayo kita kembali." Usul Shino mendapat persetujuan semuanya. Mereka keluar dari gedung itu dan menaiki mobil masing masing untuk kembali ke pusat kota.

Sebelum kembali, Kakashi sempat menugaskan beberapa orang untuk datang dan mengambil puluhan kardus narkoba siap edar disana. Selain untuk markas persembunyian, ternyata mereka juga mengedarkan narkoba dan memaksa beberapa orang warga untuk berkerja disana.

Kakashi menyugar rambutnya kebelakang dan menghela napas lelah "Haah hari yang gila."

-------------------000------------------

Temari mengerjap ngerjapkan matanya. Langit langit berwarna putih adalah yang pertama kali ia lihat, dan hanya butuh waktu singkat untuknya tahu kalau sekarang ia tak sedang berada di apartemen tapi di rumah sakit.

Gadis itu memegangi kepalanya dengan satu tangan sedangkan tangan yang lainnya ia gunakan untuk membantunya duduk.

Ia termenung, melamunkan semua hal yang terjadi padanya selama ini, sejak ia bangun dalam keadaan hilang ingatan.

"Temari ? Kau sudah sadar ?" Suara seseorang yang terdengar familiar membuatnya menoleh ke arah pintu.

Shikamaru tersenyum dan berjalan cepat ke arah gadisnya. Ia meletakkan kantong plastik berisi makanan dan buah-buahan di atas nakas lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang Temari.

"Bagaimana kondisimu ? Kenapa kau langsung bangun ? Apa kepalamu pusing ? Apa ada yang sakit ? Sebentar, kupanggilkan dok-- eh TEMARI ?!" Shikamaru panik saat melihat air mata yang menetes di pipi Temari.

Gadis itu tetap menatapnya dalam diam, seakan ia pun tak sadar jika sedang menangis.

Seperti seseorang yang melihat orang yang sangat ia rindukan.

"Temari, ada apa ? Apa ada yang sakit ?" Shikamaru bangkit Daan duduk di tepi ranjang Temari, mengusap air matanya lembut.

Grep

Temari tiba tiba memeluknya, mengurungnya dalam sebuah pelukan erat.

"Ya, aku sakit," lirih gadis itu.

"Apa yang sakit ? Kupanggilkan dokter ya ? Tungg--"

"Hati ku sakit Shika, hatiku sakit karena terlalu merindukanmu, hatiku sakit karena tak bisa mengingatmu, hatiku sakit ... Karena lupa bagaimana rasanya mencintaimu." Kini tangisan itu semakin keras, bahkan seperti raungan. Ia sedikit meremas kemeja yang sedang digunakan Shikamaru untuk melampiaskan emosinya.

Shikamaru tertegun.

Apa artinya itu ?

Apa itu berarti ingatan Temari sudah kembali ?

"T- Temari .. kau ...,"

"Ya, aku ingat semuanya, tentang dirimu, tentang kita, aku bisa mengingatnya."

Shikamaru tersenyum, ia memeluk Temari tak kalah erat kali ini, membenamkan wajahnya di bahu sang kekasih, menikmati aroma serta kehangatan khas yang selama ini ia rindukan.

Akhirnya, Temarinya kembali.

Akhirnya, gadisnya kembali ke pelukannya.

Akhirnya, kekasihnya kembali sembuh.

"Aku senang kau kembali."

Temari mendorong Shikamaru sedikit kuat lalu memukul dadanya "Kenapa kau tidak berusaha membuatku ingat hah ?! Apa aku sudah tak berarti lagi bagimu ?! Aku mencari ssokmi uang samar selama ini ! Aku mencarinya kemana mana sampai tersesat dan hampir masuk ke lubang yang salah tahu !"

Shikamaru tersenyum lembut, menyeka air mata yang masih saja mengalir di pipi kekasihnya "Aku yakin, kau pasti menepati janjimu."

"Bodoh." Temari kembali memukul dada kekasihnya, ia tertawa pelan.

"Padahal ... Aku menjanjikan hal itu karena kupikir aku akan mati, aku tak ingin kau larut dalam luka karena diriku, aku ingin kau tetap menemukan kebahagiaan meski bukan bersamaku, tapi ... Bisa bisanya kau larut dalam trauma mendalam seperti itu ! Bagaimana jika aku benar benar tiada ?! Kau mau membuatku menjadi arwah gentayangan hah ?!" Temari menuding Shikamaru dengan tatapan menusuk dan acungan jari telunjuk.

Shikamaru mengangkat kedua tangannya, memperagakan sikap menyerah "Maaf, maafkan aku."

'bila kau benar benar pergi, maka saat itulah aku tak lagi berminat pada kebahagiaan.'

Shikamaru terkekeh, jika Temari mendengar suara hatinya, sudah pasti gadis itu akan menamparnya.

Sang Nara menggapai tangan kekasihnya, mengelusnya beberapa saat lalu menempelkan di pipinya.

Sungguh, lebih dari apapun, Shikamaru merindukan saat saat seperti ini. Saat dimana ia bisa bermanja manja dengan gadisnya, saat manik seindah hutan itu penuh dan hanya menatap dirinya, tanpa dibagi oleh apapun.

Temari tersenyum, ia menyandarkan dahinya di dada Shikamaru "Kenapa kau menungguku huh ?"

"Seperti janjimu padaku, aku pun akan melakukan hal yang sama. Aku tak akan pernah merubah perasaanku padamu, selamanya."

"Khe, kau yakin sekali, tuan jenius."

"Tentu saja, karena takdirku hanya terikat padamu, Sabaku no Temari." Sebuah kecupan lembut mendarat di dahi Temari.

Gadis itu terkekeh pelan "Maaf karena hampir menikah dengan orang lain, aku senang kau datang hari itu."

"Bagaimana bisa aku membiarkan kekasihku menikah dengan pria selain aku ? Ku tahu ? Rasanya, aku ingin sekali meledakkan gedung itu."

"Hei, keluargaku bisa rugi nanti."

Shikamaru tertawa, ia kembali memeluk Temari "Yang penting sekarang, kau sudah kembali dan bersamaku lagi. Aku benar benar bahagia."

"Ya, aku juga."

"Selamat datang kembali, Temari."

Lost Love { ShikaTema }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang