Chapter 30 Dilema

52 10 1
                                        

Hai hai hai
Aku kembali!
ANTARA kembali!
Maaf untuk keterlambatan yang sangat-sangat!
Sebagai permintaan maaf, berikut cover terbaru ANTARA!

Hai hai haiAku kembali!ANTARA kembali!Maaf untuk keterlambatan yang sangat-sangat!Sebagai permintaan maaf, berikut cover terbaru ANTARA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cusssss langsung baca aja!

Happy reading!

Ini bukan sebatas memilih
Lebih dari sekedar menentukan pilihan
Apa yang terpilih akan berdampak dikemudian hari

Sudah hampir sebulan Mikha tinggal bersama nenek dan belum juga bekerja. Sebenarnya sudah ada panggilan dari beberapa tempat dia mengajukan lamaran, tetapi Mikha masih enggan. Dia masih berat untuk terus berjauhan dengan David. Setelah malam pertemuannya dengan Krish serta Tania, hubungan Mikha dan David masih baik-baik saja. Mikha juga tidak menyinggung soal itu dengan David.

Mikha sedang berdiri menatap hamparan sawah. Suasana pagi di lingkungan rumah nenek cukup menenangkan. Hening. Hanya terdengar suara burung dan deru angin sepoi-sepoi. Selain pekerjaan, Mikha juga sedang memikirkan perihal beasiswa melanjutkan kuliah S2 dari kampusnya. Lulusan terbaik fakultasnya tidak menerima beasiswa tersebut. Pihak kampus memilih Mikha untuk menggantikannya. Menjadi seorang master hukum adalah salah satu impian Mikha. Lagi dan lagi Mikha terjebak dilema. Banyak hal yang dipertimbangkan.

"Nduk ...." panggil nenek yang sudah berdiri di samping Mikha, entah sejak kapan.

Mikha tersenyum kepada nenek.

"Koe ngelamunin opo? Soal kerjaan? Atau beasiswa iku?" tanya nenek.

"Kita sarapan yuk, Nek!" ajak Mikha mengalihkan pembicaraan.

Mikha dan nenek sudah menghadapi sepiring lontong Medan. Mereka menyuapkan sendok demi sendok tanpa berbicara.

"Nduk ...." Nenek memecah keheningan.

"Iyo, Nek." Mikha menjawab seadanya dengan tetap fokus pada makanan di hadapannya.

"Ojo ngelak terus, Nenek ngerti eneng sing koe pikirkan. Ojo dipendem dewean!" Mata nenek tertuju pada Mikha.

Suapan yang nyaris masuk ke mulutnya diurungkan. Mikha meletakkan sendoknya, menatap balik nenek.

"Nenek ikut aku ke Pekanbaru, ya!" Untuk kesekian kalinya Mikha mengucapkan kalimat yang sama.

Lama mereka saling pandang. Ajakan Mikha belum mendapat jawaban. Tatapan Mikha begitu memohon. Nenek membuang pandangan, menghela napas berat.

"Aku enggak mau masa tua nenek hidup sendirian," ucap Mikha lagi. Matanya sudah berkaca-kaca.

"Nenek ngerti, Nduk. Koe sayang karo nenek. Tapi nenek ora iso," jawab nenek setelah kembali memandang cucunya.

"Kenapa, Nek?" tanya Mikha.

"Mengko koe bakal ngerti, Nduk."

Jawaban nenek sekaligus menutup percakapan pagi itu. Mikha memang tidak sepenuhnya memahami alasan nenek. Satu hal yang dia tahu, nenek tidak ingin meninggalkan rumah beserta kenangan yang menjadi saksi kehidupannya.
*****

ANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang