28. Persiapan Pulang

31 1 0
                                    

Malam-malam sehabis isya, Ayra memesan tiket kapal laut dari Merak-Lampung melalui online

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam-malam sehabis isya, Ayra memesan tiket kapal laut dari Merak-Lampung melalui online.

Tok ... tok ... tok

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ayra terpaksa meletakkan ponselnya di atas kasur dan membukakan pintunya.

"U-ustadz Farid?!" Ayra terkejut.

"Kamu lagi sibuk gak?" tanyanya.

"Gak kok, Ustadz." Ayra menggeleng pelan.

"Baguslah. Saya mau ngomong sama kamu," ucap Farid.

"Apa?"

"Jangan di sini. Gak enak kalau dilihat orang lain. Ayok, ikut saya!" Farid mengajak Ayra pergi.

Dengan berat hati Ayra menerima ajakan Farid. Namun, ia masuk dulu ke dalam untuk mengambil ponselnya. Lalu ia mengikuti Farid dari belakang.

"Di sini, Ustadz?" Ayra menaikkan sebelah alisnya.

"Iya. Tenang, saya gak ngapa-ngapain kamu kok."

"O-oke."

"Kamu besok mau pulang, 'kan?" tanya Farid.

"Iya, Ustadz. Kemungkinan saya kembali ke sini sebulan atau dua bulan lagi," jelas Ayra.

"Baiklah. Apakah saya boleh ikut denganmu? Karena saya ingin bertemu dengan Adnan dan istrinya."

"Tentu boleh, Ustadz. Memangnya Ustadz kenal dengan Mas Adnan?"

"Dia sahabat saya."

Ayra membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'

"Kamu sudah pesan tiketnya?"

"Sudah. Berangkatnya jam 9 malam."

"Pesankan saya dan uangnya akan saya transfer."

"Oke, siap. Kalau gitu saya izin keluar, ya?"

"Silahkan."

Ayra menghembuskan nafasnya. Masih banyak yang harus ia persiapkan untuk pulang. Terutama mental dan hatinya.



6 Juli 2027

Suasana pagi hari dengan hawa dingin yang sangat menusuk batin. Sekujur raga terbelenggu dalam dinginnya pagi. Pagi hari berhias kabut yang sangat tebal dan berhasil mendekap seluruh jiwa.


Seperti saat ini, Ayra masih setia di atas kasurnya. Memeluk guling dan ditutupi selimut berwarna merah jambu.

"Eunghh ...." lenguhnya.

Tak lama kemudian, suara azan terdengar di telinga Ayra. Ia mati-matian memaksakan dirinya untuk  menunaikan kewajiban.

"Dea, bangun!" panggil Ayra pada anak muridnya.

Maafkan Aku Mencintaimu [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang