Rindu Keluarga

476 91 19
                                    

  Di malam yang sunyi dengan kerlap-kerlip bintang di langit yang menghiasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Di malam yang sunyi dengan kerlap-kerlip bintang di langit yang menghiasi. Sesosok gadis cantik duduk di atas tanah berumput seraya menatap keindahan malam rembulan di tengah hutan.

  Gadis itu nampak murung. Senyum manis yang biasanya selalu ampuh membius orang lain untuk bahagia, kini redup bak sinar di dalam dirinya yang mulai mati. Tiba-tiba saja air mata jatuh membasahi pipi chubby gadis itu kala ia mengingat sesuatu.

"Ibu..." lirihnya menatap satu bintang yang paling terang di antara bintang-bintang yang lain.

"Biasanya bibi Yuri selalu menemaniku saat aku merindukanmu," monolognya di ikuti setitik air mata yang meluncur bebas dari matanya.

  Yerin, gadis itu rindu dengan omelan kecil dari bibinya, lelucon dari pamannya, jahilan dari Beomgyu, sepupunya, serta gelak tawa yang tercipta dari anggota keluarganya kala tengah berkumpul bersama. Meskipun mereka bukanlah keluarga asli Yerin. Namun, kasih sayang yang mereka berikan itu sudah lebih dari cukup baginya merasakan arti kehangatan keluarga.

  Gadis itu kini merasa kecewa. Ia tidak mengira jika jauh dari keluarga akan membuatnya menjadi seperti ini. Sungguh, ia benar-benar khawatir akan nasib keluarganya. Bagaimana jika mereka tertangkap dan disiksa oleh Dark Shadow dan anak buahnya? Atau lebih parahnya lagi dibunuh?!

  Tidak! Tidak! Yerin tidak mau kehilangan orang-orang yang ia sayang untuk kesekian kalinya. Ia pun lantas membuang pikiran itu jauh-jauh.

  Yerin tiba-tiba merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Gadis itu melirik untuk melihat siapa orang itu.

"Masih ingin menangis?" Tanya Wonwoo yang ternyata adalah orang yang menghampiri Yerin.

Yerin hanya diam.

"Maaf jika mengganggumu tapi akan lebih baik masalah itu diceritakan pada orang lain agar kau tidak merasa menanggung beban sendiri."

  Yerin masih diam. Namun, ia  merenungkan ucapan laki-laki itu.

"Jika masih ingin menangis. Menagislah, aku tak akan memberikan tisu sampai air mata itu mengering. Jika ingin memaki. Memakilah, aku tak akan menegur sampai kau merasa lebih baik," ujar laki-laki itu mengulas senyum tipis.

  Yerin pun mulai tersenyum kemudian memandang langit kembali.

"Aku sebenarnya mengkhawatirkan keluargaku..."

  Yerin menjeda kalimatnya kemudian menarik nafas, "Sejak dulu aku sudah kehilangan orang-orang yang aku sayang. Ayah, aku tak sempat melihat wajahnya dan tidak tahu dimana keberadaannya. Ibu, aku tidak tahu penyakit apa yang dideritanya sampai ia pun meninggal saat aku berumur 10 tahun."

"Sejak kecil paman dan bibi lah yang merawatku, menggantikan peranan oran tua asliku. Sampai akhirnya aku mulai jauh dari mereka untuk melanjutkan pendidikanku di akademi."

𝐄𝐥𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭𝐚𝐥 𝐌𝐚𝐠𝐢𝐜𝐢𝐚𝐧𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang