27. Kesayangan Gesta

130 23 217
                                    

HAPPY READING

****

Ini sudah sebulan lebih Gesta jadi mata-mata untuk adiknya sendiri. Entah punya insting darimana dia memiliki rasa curiga yang tinggi sekarang pada Linggar.

Mengingat laporan Gio sebulan yang lalu. Yang mengatakan bahwa plat nomor yang pernah di berikan Gesta kepadanya itu, milik Rian, tapi motor ninja nya lebih sering digunakan oleh Linggar.

Gesta menghembuskan nafasnya lega setelah berhasil masuk ke dalam kamar Linggar. Disaat pemiliknya sedang pergi kerja kelompok ke rumah temannya. Entah, Gesta gak tahu nama temennya siapa. Tapi Gesta berterimakasih sebanyak-banyaknya karena dengan begitu dia bisa leluasa masuk ke dalam kamar Linggar.

Sudah sebulan dia merencanakan ini. Tapi baru kali ini terlaksana. Hari ini dia masuk ke dalam kamar Linggar untuk mencari benda yang sekiranya bisa jadi hukti kuat atas kecurigaanya terhadap Linggar selama ini. Ya setidaknya biar gak timbul fitnah.

"Oke, gue udah kunci kamarnya dari dalem. Terus gue sekarang harus mulai darimana?" monolognya, menyusuri setiap inci kamar Linggar.

"Meja belajar dia rapih, gak mungkin ada jejak kejahatan disini." Gesta membuka beberapa laci di meja belajar Linggar. Dan benar saja dia tidak menemukan apapun. Hanya sebuah kotak yang isinya lumayan membuat Gesta terkaget-kaget.

"Surat sama tespack. Oh pasti ini punya ceweknya yang habis di slebew-slebew sama Rean. Eh enggak deh, Rean kan di tuduh sama orang," Gesta membuka surat itu lalu membacanya.

"Ehekm..."

"Dear Linggar pacarku. Maafin aku ya, yang udah buat kamu kecewa. Aku gak tahu lagi harus ngungkapin ini gimana lagi. Tapi aku beneran minta maaf, karena gak bisa jaga diri aku baik-baik.

Linggar, maafin aku karena aku udah nutupin ini dari kamu. Aku sayang kamu, aku harap kamu dapet pengganti yang lebih baik dari aku.

Mungkin setelah surat ini sampai ke tangan kamu. Aku gak akan ada lagi disamping kamu, buat nemenin kamu. Aku gak akan ada lagi disamping kamu buat jadi patner curhat kamu tentang keluarga kamu. Aku harap hubungan kamu sama keluarga kamu membaik. Dan aku harap juga kamu menemukan orang yang lebih baik dari aku.

Salam Alinda Gladiska untuk Linggar"

Gesta membaca setiap rentetan kalimat itu dengan dramatis. Namun, beberapa detik kemudian dia melipat kembali kertasnya lalu meletakannya ke tempat semula. Tangan cowok itu kini beralih melihat bentuk tespack yang menunjukan garis dua itu.

"Suatu hari nanti gue bakalan megang benda ini, kalau Gendis udah sah jadi istri gue," Gesta terkekeh sendiri menanggapi ucapan menggelikannya itu. Kenapa juga dia berpikiran seperti itu.

"Oke skip gak usah halu. Mending kalau Gendis nya mau, lah kalau kagak? Udahlah terima nasib aja. Jadi jomblo ya jadi jomblo dah ah," Gesta menutup kotak tersebut dan meletakannya ke tempat semula.

"Lagian si Gendis ngapain sih dulu pake acara nolak gue? Kurang apa coba gue tuh? Ganteng? Bangetttt, kalau urusan harta? Busyett dah gue tuan muda! Kalau urusan bibit unggul? Busyet sekali tanem kayaknya besoknya langsung jadi! Kurang apa coba gue?"

Gesta berjalan ke arah lemari Linggar. Kali ini dia curiga dengan plastik kresek hitam yang katanya alat untuk praktek kerja kelompok.

"Ya kayaknya gue cuman kurang ahlak aja sih. Ngaji aja masih gak tahu tajwid nya. Shalat aja edan eling, kadang bener kadang setengah ngebut," ocehnya.

GESTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang