7. Perbedaan Ini

53.9K 6.4K 89
                                    

"Kenapa Murung begitu?"

"Sedih karna besok kamu udah pulang." Ujar Luna pada Christ.

"Kan aku bilang, ayo tinggal sama aku di sana."

"Bercanda!" Pungkas Luna, mereka sama-sama tertawa meski tidak ada apapun yang perlu ditertawai.

Luna menghela nafas berat lalu menatap pada Christ yang tengah serius mengemudi.

"Aku bersyukur bisa kenal orang sebaik kamu dan keluargamu."

"Aku senang, kalian tidak merendahkanku meski tahu masa lalu seperti apa yang pernah ku lewati." Lanjutnya.

"Jangan ngomong begitu, aku lagi nggak pengen bahas yang melow-melow!" Tegur Christ.

"Kenapa ya, setiap kali ketemu sama yang seiman, ada aja masalah yang harus aku hadapi. Giliran ketemu orang sebaik kamu, udah seamin tapi nggak seiman." Ujar Luna tanpa menghiraukan jawaban Christ.

"Apa ini karma dari masa lalu mama." Ucapan Luna membuat Christ merubah ekspresi wajahnya.

Tidak ada tanggapan yang laki-laki itu berikan. Hanya saja laju kendaraan yang mereka tumpangi menjadi lebih cepat. Menyadari perubahan Christ, Luna akhirnya diam.

Mata perempuan itu sedikit melotot saat mobil Christ berhenti di sebuah tempat pemakaman.

"Ke-kenapa kamu bawa aku ke sini?" Tanyanya cepat.

Christ menatap perempuan di sampingnya dengan raut sulit diartikan.

Tampak sejenak berfikir, Christ menghelas nafas sembari mengusap rambut Luna pelan.

"Untuk kali pertama, aku mau kamu mengunjungi makam mamamu." Ujar laki-laki itu.

"Nggak! Aku nggak mau," Tolak Luna cepat.

"Luna,"

"Aku nggak mau Christ!" Nada suara perempuan itu meninggi.

"Dulu saat papa kamu minta kita untuk berteman saja, aku sempat marah dan dendam padanya, Lun. Tapi suatu hari aku menyadari, kebencian itu justru merusak kehidupanku."

"Untuk sebagian orang seperti om Robi, keimanan bukanlah suatu hal yang bisa dipertaruhkan hanya untuk cinta di dunia. Yah, itu hak pribadi masing-masing dalam menyikapi cinta beda agama."

"Dulu aku pikir, kita bisa menikah dengan mudah tanpa harus dipusingkan perkara perbedaan ini. Tapi semakin ego itu tumbuh, semakin runtuh kekuatanku untuk menjalani hidup." Luna menatap nyalang pada Christ.

"Aku mulai berfikir, keras kepala dan keras hati membunuh kita pelan-pelan tanpa disadari. Itulah kenapa, akhirnya aku bisa bijak mengikuti apa yang papa kamu mau."

"Aku pernah janji sama papa kamu untuk membawamu ke makam ini meski sekali. Hari ini aku memaksa!"

"Christ!"

"Lun, aku tahu kamu cukup pintar untuk mengerti makna dari ucapanku."

"Ayolah, kesialan dan tidak ada rasa damai dalam hidupmu selama ini bukan semata karna karma mamamu. Kamu yang membuat semuanya jadi tidak mudah."

"Aku yakin mamamu juga tidak mau seperti itu. Hanya saja, egonya dulu mengalahkan akal sehat hingga dampaknya berimbas ke keluarga bahkan anak tunggalnya."

"Aku nggak mau karna egomu ini, anak-anakmu yang akan kena imbas dari dendam yang kamu tanam."

"Kamu ngomong apa sih Christ." Seru Luna sembari sesenggukan, Christ tersenyum kecil lalu meraih bunga di kursi belakang.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang