Luna kecil yang masih polos, tidak pernah tahu sepahit apa rumah tangga yang orangtuanya jalani.
Pesta ulang tahun yang Robi rencanakan, untuk menyambut ulang tahun Luna ke sepuluh, mendadak berantakan. Gadis kecil itu marah, saat Tamara tidak datang dan memilih sibuk dengan syutingnya.
Luna menangis hampir seharian, membuat Robi ikut sedih. Anak itu bisa luluh setelah sang papa mengajaknya berkeliling mall. Makan berdua di sana, beli ice cream dan beberapa mainan.
Hal yang paling berkesan, ketika Robi membawanya ke sebuah toko perhiasan. Pria itu membelikannya kalung, sontak membuat Luna langsung lupa pada kekecewaannya.
Hadiah terindah yang tidak pernah Luna lepas dari lehernya. Bak sumber keberuntungan, yang selalu membuat Luna bahagia dan merasa aman.
Siang yang sial, Luna sedikit menggerutu karna jemputannya datang terlambat. Gadis dengan seragam putih abu-abu itu berdiri di depan halte.
Seraya mengikat rambutnya kebelakang, Luna beberapa kali mengusap kalungnya lalu tersenyum.
Dari arah yang tidak disangka, dua orang menaiki sebuah sepeda motor langsung memepet Luna, dan merenggut kalung itu hingga putus.
Luna berteriak, malang sekali siang itu tidak banyak orang di sana. Tidak ingin berpangku tangan, Luna berusaha mengejar bahkan hingga jatuh ke aspal. Namun, kalung pemberian Robi tetap tidak bisa diselamatkan.
Bahkan hingga di akhir hayatnya, Robi tidak pernah tahu, kalung yang kini Luna genggam pernah hilang.
"Pa, kalungnya ketemu..." Ujarnya lirih, suara lemah itu hampir tidak terdengar.
Luna mendongakkan kepala ke arah langit malam. Tidak banyak bintang yang tampak di sana. Suasana sunyi dan sepi seperti meremas hati Luna, yang tidak juga sembuh dari duka.
"Ya Tuhan... Aku tahu, semua yang ada di muka bumi ini akan kembali kepada-Mu. Bukan aku tidak mau ikhlas, tapi sungguh ini sangat sulit diterima."
"Tuhan, aku nggak pernah tahu rencana apa yang sedang engkau susun. Tapi boleh nggak aku ketemu papa sebentar saja. Aku kangen banget sama dia, nggak bisa menahan rindu ini lebih lama." Isak Luna hampir putus asa. Perempuan itu sadar, doanya terlalu konyol untuk dikabulkan. Tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau percaya....
_________________
"Kamu nggak pulang?"
Luna menggeleng cepat, sembari memeluk erat tubuh Robi. "Aku suka di tempat baru papa, adem banget! Padahal nggak ada AC."
Robi terkekeh geli lalu mengusap lembut rambut sang putri.
"Papa suka di sini?"
"Iya, papa suka. Tempatnya menyenangkan! Papa sama mama sering main air di sungai itu." Tunjuk Robi pada aliran sungai di ujung taman.
Luna menatap sendu pada papanya, kali ini dia sedang tidak ingin membahas Tamara.
"Aku mau tinggal sama papa di sini."
"Nggak bisa dong! Belum waktunya, sayang." Tolak Robi membuat Luna murung.
"Aku nggak suka di sana pa, banyak orang jahat!" Seru perempuan itu. Alih-alih khawatir, sang papa justru tertawa.
"Nggak boleh gitu, kamu kan udah janji sama papa mau jadi orang yang kuat."
"Tapi Luna lebih suka di sini. Lebih tenang dan damai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)
ChickLit[READY EBOOK 📱] LINK PEMBELIAN EBOOK BISA DM/BUKA DI PROFIL AKU, TEPATNYA DI BERANDA PERCAKAPAN YA☺️ "Ngapain di sini? Jual diri ya." Luna memejamkan matanya, berusaha meredam amarah atas tuduhan dari seseorang yang sejak bertahun-tahun perempuan...