23. Bukan Cemas Pada Umumnya

46K 5.5K 98
                                    

Rayhan berhenti mengutak-atik laporan di laptopnya. Meregangkan otot-otot sejenak, sembari menatap ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sejak sore tadi, Rayhan memang sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa waktu.

Merasa mulai suntuk, laki-laki itu bergegas keluar kamar. Matanya meneliti setiap sudut ruangan yang tampak sepi. Sepertinya, Viani dan Brams belum pulang.

Rayhan berjalan ke arah kamar yang luna dan Riri tempati. Dilihat dari luar, lampu kamar sudah mati, barangkali dua perempuan itu sudah tertidur.

Selepas kejadian siang tadi di dapur, Rayhan belum tahu lagi bagaimana kondisi tangan Luna yang ketumpahan air panas. Entah apa yang membuat laki-laki itu ingin sekali memeriksanya sekarang.

Membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati, dia tidak ingin Luna dan sang adik terbangun.

Namun saat tiba di kamar, Rayhan begitu terkejut ketika tidak mendapati Luna di tempat tidur. Hanya ada Riri yang tampak pulas dengan balutan selimut tebal itu.

Rayhan sontak menghidupkan lampu, dengan penerangan yang cukup, matanya tidak juga melihat Luna di sana. Seluruh penjuru kamar hingga toilet kosong.

"Lun!" Panggil Rayhan dengan sedikit keras sembari keluar kamar.

"Luna!" Sekali lagi dia mengelilingi dapur, bahkan balkon di lantai dua namun tidak mendapati keberadaan Luna.

Rayhan mulai panik sembari bergegas menuruni tangga.

"Rayhan, kenapa lari-lari?" Seru Viani sambil berjalan dari arah pintu.

"Mama lihat Luna nggak?"

"Loh, mama nggak tahu. Mama kan baru sampai rumah." Ujar wanita itu.

"Memangnya Luna nggak ada di kamar?" Sahut Brams.

"Nggak ada, di kamar cuma ada Riri yang sudah pulas." Jelas laki-laki itu, sambil berjalan cepat menuju kamarnya.

Brams dan Viani hanya mematung dengan perasaan ikut bingung.

Rayhan keluar lagi membawa ponselnya. Laki-laki itu mencoba menghubungi Luna. Sialnya, nada dering ponsel itu justru terdengar dari arah kamar.

"Berarti Luna keluar nggak bawa handphone." Tebak Brams.

Rayhan tidak sabar, dia bergegas mengambil langkah cepat untuk keluar rumah.

"Ray!" Seru Viani.

"Udah biarin dia cari Luna. Kita tunggu di sini aja, nanti kalo tetap nggak ketemu, kita baru bantu." Sela Brams berusaha menenangkan sang istri.

"Aku rasa, Luna nggak akan pergi jauh dari sini."

"Aku juga yakin begitu."

Baru sampai di ambang pintu, langkah Rayhan terhenti saat melihat Luna berjalan dari arah gerbang.

Laki-laki itu langsung melayangkan pertanyaan kala jarak keduanya semakin dekat.

"Dari mana aja sih?" Tanyanya ketus. Rayhan tidak mampu menyembunyikan raut panik di wajahnya.

"Aku beli sesuatu di toko sebelah sana. Karna nggak paham area sini, aku jadi kelamaan cari jalan." Jelas Luna jujur, sembari menatap bingung ke arah Rayhan.

"Kamu ngapain di sini?"

"Kalo mau ke mana-mana tuh pamit! Jangan keluar gitu aja, udah tahu nggak paham daerah sini, ngapain nekat keluar sendiri." Alih-alih menjawab pertanyaan Luna barusan, Rayhan justru memarahi perempuan itu.

"Kenapa kamu jadi marah? Oke, aku minta maaf karna keluar masuk rumah kamu tanpa ijin. Tapi yang penting aku nggak tersesat, lagian aku terpaksa pergi buat beli pembalut. Aku nggak bawa persiapan dari Indonesia." Penjelasan Luna membuat Rayhan terdiam, laki-laki itu memalingkan wajah sekilas.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang