"Kakek kamu tahu nggak, kalo aku anak dari selingkuhan papamu di masa lalu?" Tanya Luna pada Rayhan. Yang ditanya hanya diam sembari fokus pada kemudinya.
Dua orang itu baru saja keluar bandara. Yah, pagi ini, Rayhan dan Luna pulang dari Singapura.
"Gimana tanggapan kakek kamu pas aku datang ke sana?"
Rayhan menghela nafas panjang, lalu menatap Luna dengan tatapan malas.
"Kan kamu bisa lihat sendiri kemarin dia gimana." Ketusnya, kemudian kembali fokus pada jalanan.
Luna tahu betul, meski tidak mengusirnya, Hartadi terus diam. Tidak ada obrolan sedikitpun dengannya, meski hanya sekedar basa-basi.
Jujur... Berada di rumah mewah itu, ia benar-benar merasa serba salah. Perasaan tidak enak hati tetap menguasai, meski Viani menjamunya dengan luar biasa baik.
Luna mengusap sweater pemberian Wati dengan lembut, lalu kembali menoleh pada laki-laki di sampingnya. "Maaf ya kalau kedatanganku kemarin, bikin kakek dan nenekmu nggak nyaman." Selanya lirih.
Laki-laki itu tetap diam. Namun tidak lama kemudian, ia berdehem pelan. "Mau turun di rumah apa di restoran?" Tanya Rayhan.
"Aku turun di toko bunga sebelah sana aja." Tunjuk Luna pada bangunan yang terletak beberapa meter dari lampu merah, tempat pemberhentian mereka kali ini.
Rayhan mengernyitkan keningnya. "Mau beli bunga?"
Luna mengangguk. "Aku masih mau pergi setelah ini. Nanti pulangnya bisa naik taksi."
"Mau ke mana?" Tanya laki-laki itu cepat.
Luna menghela nafas perlahan, "Hari ini papa ulang tahun, aku mau ke makamnya." Jelas Luna pelan.
Rayhan terdiam sejenak, raut wajahnya berubah sendu. Laki-laki itu menyadari, barangkali ini alasan Luna buru-buru pulang Ke Indonesia.
"Kamu cari bunganya, aku tunggu di mobil."
"Kamu pulang duluan aja, nanti biar aku cari taksi sendiri."
"Cepetan!"
Luna menatap jengah pada laki-laki pemaksa itu. Dia tahu betul Rayhan tidak ingin dibantah. Daripada memperpanjang masalah, Luna lebih memilih mengalah.
Setelah mendapat dua bucket bunga, Luna kembali ke mobil. Dua orang itu masih tetap diam, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Seperti tidak ingin mengulur banyak waktu, Rayhan segera mengemudikan mobil ke arah pemakaman.
___________________Tanpa sepatah katapun, Luna meletakkan satu bucket bunga di atas makam Tamara. Ia hanya diam, sembari menatap nyalang makam sang mama.
Tatapannya berubah lembut ke arah makam Robi. Makam laki-laki yang amat Luna cintai, melebihi apapun di muka bumi ini.
Perempuan itu berjalan pelan, lalu duduk di samping pusara milik sang papa. Tangannya mengusap nisan Robi yang sedikit basah.
Suasana pagi menjelang siang di kawasan makam itu, memang sedikit mendung. Sepertinya subuh tadi diguyur hujan, mungkin siang nanti air langit akan kembali turun.
Luna menatap sendu pada gundukan tanah di depannya. Belum ada lima bulan kepergian Robi, namun rasa rindu itu sudah menggunung seperti bertahun-tahun.
Air mata Luna semakin deras, kala mengenang sang ayah yang pergi begitu saja.
Meski isak tangisnya belum juga reda, Luna berusaha membersihkan makam Robi dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)
ChickLit[READY EBOOK 📱] LINK PEMBELIAN EBOOK BISA DM/BUKA DI PROFIL AKU, TEPATNYA DI BERANDA PERCAKAPAN YA☺️ "Ngapain di sini? Jual diri ya." Luna memejamkan matanya, berusaha meredam amarah atas tuduhan dari seseorang yang sejak bertahun-tahun perempuan...