35. Seimbang

45.1K 5.7K 119
                                    

"Hai Tam," Seru Luna pelan, sembari membuka pintu.

"Gue tunggu dari pagi, ternyata datangnya sore!" Gerutu Tami seraya menyambut tamunya.

Luna hanya terkekeh. Kembali menutup pintu kamar, perempuan itu lalu mendekat ke arah Tami di sisi ranjang.

"Maaf deh, tadi meeting dulu di Resto. Nggak ada lo, gue jadi mondar-mandir ngurus kerjaan."

"Iya deh, nggak pa-pa."

"Tante ke sini, kok kamu malah tidur sih?" Celetuk Luna, pada bayi laki-laki yang kini masih menyusu pada sang ibu.

"Siklus bayi emang gitu. Cuma mandi, makan, tidur, nangis!" Jawaban Tami membuat Luna tertawa kecil.

"Mau gendong nggak?" Tawar perempuan itu.

"Nanti aja deh Tam, kalau dia udah bangun. Takutnya malah ganggu tidur anak lo."

"Ya udah, gue bikinin minum dulu.." Tami meletakkan sang anak di atas kasur.

"Nggak usah, tadi udah dibuatin Elang kok di ruang tamu."

"Laki gue udah balik? Bukannya tadi gue suruh beli pembalut."

"Asisten rumah tangga lo yang berangkat, dia malu katanya."

Tami langsung berdecak. "Sialan."

Luna sama sekali tidak terkejut dengan tingkah konyol pasangan suami istri itu. Sejak jaman pacaran dulu, mereka memang apa adanya. Sama-sama bar-bar dan tidak pernah romantis.

"Lo beneran udah baik-baik aja kan Lun?" Selidik Tami, matanya meneliti wajah Luna, yang memang ia akui jauh lebih tenang dari tahun lalu.

Mengingat kondisi sahabtanya yang tidak stabil, Tami dan Elang rutin datang ke Solo. Dua orang itu selalu berkunjung demi mengetahui perkembangan kesehatan Luna, sejak hari pertama pindah ke kota orang.

"I am Fine!" Tutur Luna yakin.

"Gue senang banget, akhirnya lo berani untuk pulang ke sini lagi. Tapi suatu saat, jika kondisi lo kembali kaya tiga tahun lalu, mending tinggal di Solo aja deh, menetap di sana selamanya."

"Enggak Tam, gue janji nggak akan mengulangi kebodohan itu lagi."

"Sayang, aku ke showroom bentar ya, Rayhan mau lihat koleksi mobil yang kemarin baru datang!" Pamit Elang, sembari mengambil jaketnya di gantungan pintu kamar.

Tami termangu. Tidak peduli pada pamitan sang suami, perempuan itu justru menatap Luna tajam.

"Rayhan?" Lirihnya.

Luna sedikit tergagap, "Ehkm, g-gue ke sini sama Rayhan.. Nggak masalah, kan?" Lanjutnya.

"Rayhan siapa maksud Lo?" Desak Tami dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Rayhan, teman SMA gue itu loh." Jawab Luna pelan.

Tami langsung melotot, "Gimana ceritanya?!" Heboh perempuan itu, hingga sang anak hampir terbangun.

"Tam, pelan-pelan dong! Anak lo kaget."

"Gue nggak peduli sama apapun. Sekarang lo jelasin, gimana ceritanya bisa datang ke sini sama laki-laki brengsek itu! Bukannya dia sekeluarga udah balik Singapura?"

"Oh, atau jangan-jangan lo berdua janjian kembali ke sini? Wah.... gila sih, gue ketinggalan berita apa aja?"

"Enggak Tam, tebakan lo nggak ada yang benar."

"Biar gue jelasin satu-satu... Jadi, gue nggak sengaja ketemu dia di makam papa, tepatnya hari pertama kepulangan gue ke sini."

"Maksud Lo, Rayhan ke makam om Robi?" Luna mengangguk cepat.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang