37. Jadi Yang Kamu Mau

49.2K 6.4K 330
                                    

Berjalan sangat pelan di belakang Rayhan, Luna tetap berusaha mencipta jarak aman, di keramaian bandara siang ini.

Dua orang itu baru saja tiba di Bali, tepatnya baru saja keluar dari pesawat menuju gerbang keluar.

"Besok jadi berangkat ke Bali?" Tanya Rayhan sembari fokus ke jalanan.

Laki-laki itu mengantar Luna pulang ke rumah, setelah hampir seharian berada di kediaman Viani.

"Kok kamu tahu aku mau ke Bali?" Tanya Luna bingung.

"Beberapa hari lalu, aku dengar percakapan kamu sama Tami, tentang seminar kewirausahaan di sana." Jelas laki-laki itu.

"Oh, iya sih.. Biasanya yang berangkat pak Sunan atau Tami. Tapi mereka nggak mungkin berangkat, apalagi pak Sunan masih cuti pulang kampung."

"Karna ini udah jadi agenda tahunan, mau nggak mau aku yang berangkat. Padahal aku nggak tahu daerah sana, dan detail acaranya." Luna menjeda kalimatnya, sembari menghela nafas.

"Ini pertama kalinya ngurusin kerjaan di luar kota. Tapi nggak pa-pa, saatnya belajar." Ujar perempuan itu berusaha optimis.

"Aku antar ya!"

Luna sontak menatap laki-laki di sampingnya. Penerangan di mobil yang redup, membuat perempuan itu tidak cukup mampu menangkap raut serius yang Rayhan tunjukkan.

Luna rasa, Rayhan hanya bercanda.

"Nggak usah, lagian aku cuma sehari di sana. Setelah acara selesai, aku mau langsung pulang." Jawabnya pelan.

"Yakin cuma mau sehari di sana? Kamu nggak ada niatan menghabiskan akhir pekan di Bali?"

Luna menghela nafas, "Dari dulu aku jarang banget pergi-pergi, Apalagi sampai keluar kota. Jadi nggak nyaman aja ninggalin rumah terlalu lama."

Alasan sebenarnya, karna Luna takut bertemu orang-orang yang bisa menghancurkan mentalnya. Berada di tempat umum, beresiko tinggi mendapat tatapan tidak senang, dari orang julid yang tahu sepenggal kisah Tamara dulu.

Meski sudah berdamai dengan semua masa lalunya, Luna tetap takut hal tidak menyenangkan itu kembali terjadi.

"Tapi, aku tetap boleh anterin kamu, kan?" Ulang Rayhan, membuat Luna kembali mengernyit bingung.

"Nggak usah Ray," Tolaknya dengan raut tidak nyaman.

Mendapat jawaban yang tidak menyenangkan, laki-laki itu seperti tidak ingin menyerah.

"Aku antar ya! Kebetulan, aku juga ada proyek di Bali. Besok kita berangkat barengan aja."

Rayhan benar-benar menepati ucapannya. Laki-laki dengan setelan kaus dan celana pendek selutut itu, berjalan gagah membelah kerumunan bandara. Tak lupa topi hitam yang melekat di kepala, membuatnya terlihat semakin tampan.

Berbeda dengan Rayhan yang berjalan penuh percaya diri,
Luna justru terus memberi jarak, sembari berjalan dengan perasaan kurang nyaman.

Perasaan takutnya tidak mampu ditahan. Khawatir jika tiba-tiba ada orang yang mencibirnya.

"Kamu kenapa kok jalannya pelan banget? Capek ya?" Tanya Rayhan, sembari berbalik menyusul Luna di belakang.

Luna tampak gugup, "Eh, enggak.."

"Ya udah, ayo jalan lagi." Jemari Rayhan menarik tangan Luna agar berjalan di sampingnya.

Dengan begini, perempuan itu semakin gugup. "Ray, koperku biar aku bawa sendiri aja. Kamu kan juga harus gendong tas." Lirih Luna merasa tidak enak hati. Mengingat sejak keluar dari pesawat, laki-laki itu yang membawakan barang-barang miliknya.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang