20. Ruang Damai

45.4K 5.7K 82
                                    

"Wahh... Banyak banget stroberinya." Seru Luna takjub, saat pertama kali menginjakkan kaki, di balkon lantai dua rumah Viani.

"Tante sama papanya Riri sengaja ubah balkon ini jadi taman. Berhubung pekarangan rumah kita nggak begitu luas, jadi kita pilih tanaman yang simple aja." Luna mengangguk paham, sembari mengamati barisan pohon stroberi yang ditanam dalam pot.

"Biasanya Riri yang bantu petik kalo waktu panen tiba. Eh, sampai rumah malah ketiduran."  Ucap Viani sedikit terkekeh.

"Tante udah lama tinggal di sini?"

"Lumayan... Pertama kali pindah ke Singapura, setelah Rayhan lulus SMA. Kebetulan saat itu, dia daftar kuliah di sini." Viani menggeser dua kursi dan memberikan satu pada Luna.

"Petik sambil duduk, biar nggak capek berdiri." Titahnya membuat Luna tersenyum dan menuruti ucapan wanita itu.

"Jadi... Tepat beberapa bulan setelah kejadian itu, tante dan Rayhan langsung pindah?" Tanya Luna sedikit canggung.

"Kejadian? Kejadian apa?" Viani terlihat bingung.

"Kecelakaan." Jelas Luna singkat.

"Oh, iya.. Tepatnya, genap seratus hari setelah papanya Rayhan meninggal." Penjelasan Viani membuat Luna terdiam dan menunduk. Raut wajahnya berubah sendu. 

"Maafkan kesalahan mama saya di masa lalu ya, tante." Lirih perempuan itu sambil menatap muram ke arah Viani.

Viani tersenyum kecil sambil menggeleng. "Nggak ada yang perlu dipermasalahkan lagi, Luna. Tante rasa... Memang sudah jalannya seperti itu."

Keduanya terdiam beberapa saat, tampak bergelut dengan pikiran mereka masing-masing.

"Jadi.. Dulu saya dan mas Galang menikah karna dijodohkan. Singkatnya, mamamu dan papanya Rayhan itu sudah menjalin hubungan sejak lama."

Luna mengerjab, kala Viani memecah keheningan dengan fakta mengejutkan.

"Maksud tante? Om Galang dan mama sudah berhubungan sebelum kalian sama-sama menikah?" Tebak Luna tampak tidak percaya.

Viani mengangguk cepat. "Cinta keduanya begitu kuat. Bahkan setelah kami punya anak dan kehidupan masing-masing, mamamu dan papanya Rayhan tetap nekat memupuk cinta mereka." Ucap Viani dengan suara yang begitu tenang. Dari yang Luna rasakan, wanita di sampingnya tampak biasa saja membahas masa kelam itu.

"Tante sudah tahu semua ini sebelum skandal itu terkuak?" Sela Luna.

"Tentu saja." Lagi-lagi, jawaban Viani mampu membuat Luna terperangah.

"Bagaimana bisa?" Melihat raut wajah Luna yang begitu penasaran, akhirnya Viani menjelaskan titik permasalahannya dari awal. Satu per satu wanita itu ungkapkan, tentu dengan bahasa lembut agar tidak melukai perempuan di sampingnya.

Viani tahu ini bukan waktu yang tepat. Tapi cepat atau lambat, Luna memang harus tahu kebenarannya. Sama seperti Rayhan, Luna buta akan masa lalu Tamara dan Galang. Mereka terluka karna ketidaktahuaan akar permasalahannya. Viani tidak mau ini berjalan terus menerus. Toh Rayhan dan Luna sudah besar, wanita itu berharap, mereka bisa memaknai masa kelam itu sebagai pembelajaran.

"Jadi selama ini, ada banyak hal yang Luna tidak tahu?" Sahut perempuan itu dengan suara parau. Luna menahan sesak di dada, setelah mendengar penjelasan panjang yang Viani berikan.

"Luna, bagi saya pengkhianatan tetap menjadi hal yang tidak termaafkan. Tapi saya sadar, kita tidak boleh melihat dari sisi salahnya saja."

"Tante sudah mengikhlaskan segalanya. Tante paham, cara mas Galang dan mamamu salah, tapi tante juga tidak mau menghakimi mereka begitu saja." Viani kembali menjeda kalimatnya.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang