14. Kepedihan Tanpa Ujung

48.7K 6K 17
                                    

Pagi ini, entah apa yang Rayhan pikirkan hingga datang kembali ke rumah Luna. Baru saja mobilnya masuk ke halaman, dia terkejut saat mbak Tin berteriak minta tolong, melihat halaman tidak ada orang. Laki-laki itu langsung keluar dari mobil.

"Mas... Mas tolong non Luna, dia pingsan lagi di kamar mandi!" Seru mbak Tin terengah-engah.

"Pingsan mbak?"

"Iya, mas tolong bantu angkat non Luna ke kamarnya." Rayhan bergerak cepat menuju kamar perempuan itu.

Tanpa menunggu komando dua kali, Rayhan langsung membawa tubuh basah Luna ke sofa yang ada di samping ranjang.

"Mbak, tolong ganti dulu bajunya. Nanti saya pindahin ke kasur." Mbak Tin menurut, sedangkan Rayhan keluar kamar selama wanita itu mengganti pakaian Luna.

"Sudah mas,"

"Oke." Rayhan kembali berjalan cepat, memindah Luna ke kasur dan menyelimuti tubuh pucat itu.

"Sejak kemarin, non Luna belum makan apapun. Bahkan minum juga tidak mau. Dia terus-terusan pingsan, setiap sadar hanya akan menangisi pak Robi." Jelas mbak Tin.

"Badannya juga panas sejak semalam. Saya dan mbak Tami sudah berusaha kompres dan panggil dokter tapi tidak ada perubahan."

"Sekarang Tami di mana?"

"Mbak Tami sudah pulang subuh tadi, dia juga harus ke Restoran karna ada beberapa pekerjaan yang tidak mungkin ditunda." Jelas mbak Tin.

"Kita bawa ke rumah sakit aja mbak, sebelum kondisinya semakin parah." Usul Rayhan, mbak Tin menurut lalu pergi untuk menyiapkan beberapa keperluan.

•••••••••••••

"Tekanan darahnya sangat rendah, tidak ada asupan nutrisi yang masuk ke tubuh, membuat kondisinya semakin lemah."

"Tapi tidak perlu khawatir, pihak rumah sakit akan mengontrol kondisinya sampai pulih." Ujar dokter setelah memeriksa keadaan Luna.

"Terima kasih dok." Ujar mbak Tin.

"Kalau begitu saya permisi."

"Baik dok, sekali lagi terima kasih."

Mbak Tin mengusap rambut majikannya itu dengan lembut, setelah mendapat suntikan dan diinfus beberapa menit yang lalu, kini wajah Luna sudah tidak sepucat tadi. Meski begitu, Luna tetap belum sadar.

"Administrasinya sudah saya urus mbak, mbak Tin nggak perlu repot-repot lagi. Yang penting, fokus jagain Luna aja." Sela Rayhan yang baru saja masuk ke kamar inap Luna.

"Iya mas, saya tadi juga sudah telefon orang. Ada yang gantiin saya untuk mengatur urusan rumah selama saya menunggu non Luna di sini."

"Bukan orang sembarangan kan mbak?"

"Oh bukan mas, dulu juga kerja sama pak Robi, tapi sempat cuti karna menikah. Sekarang dia mau bantu lagi, non Luna juga kenal baik kok sama orangnya." Tutur mbak Tin.

Rayhan mengangguk paham lalu duduk di sofa.

"Kalau boleh tahu, mbak Tin sudah berapa lama kerja di rumah Luna?"

"Sudah sangat lama mas, sejak ibu masih ada."

"Kemarin rumah sepi, nggak ada saudara atau keluarga dari pak Robi yang datang melayat?" Rayhan menahan rasa penasaran itu sejak kemarin.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang