27. Hati-Hati Dengan Hati

44.3K 6K 135
                                    

Luna melepas sabuk pengaman, kala mobil Rayhan berhenti tepat di halaman rumah perempuan itu.

Rayhan memang mengantarnya sampai rumah, sesuai permintaan Luna. Ah, bukan dia yang meminta, melainkan laki-laki itu memaksa untuk mengantar. Padahal sebelumnya, Luna sudah bersiap memesan taksi, sepulang dari makam Robi.

"Thanks, ya." Ucap Luna pelan, Rayhan hanya diam sembari fokus menatap ke arah rumah.

"Kamu ada tamu?" Tanya laki-laki itu, membuat Luna mengernyit bingung.

"Tamu?" Luna tentu bingung, mengingat beberapa hari ini tidak di rumah, bukan hal aneh jika dia merasa tidak menerima tamu.

Rayhan menunjuk keluar dengan dagunya. Luna sontak mengikuti arah pandang laki-laki itu.

"Christ?" Lirih Luna dengan raut terkejut.

"Oh, ka-kamu bisa langsung pulang sekarang. Sekali lagi terimakasih sudah antar aku sampai rumah." Serunya pada Rayhan. Perempuan itu tampak tergesa-gesa turun.

"Kopermu masih di belakang, biar aku ambilkan."

"Nggak usah, tolong buka aja kuncinya, biar aku yang angkat sendiri."

Bukan Rayhan namanya, jika tidak membantah. Laki-laki itu bahkan lebih dulu keluar mobil, membuat Luna sontak mengikuti.

"Udah Ray, aku bisa bawa sendiri. Katanya kamu buru-buru mau meeting?" Luna dibuat jengah, saat Rayhan justru membawa koper itu ke arah pintu utama.

Pria yang tengah duduk di sofa teras itu, langsung berdiri menyadari kehadiran keduanya.

Christ menatap cemas ke arah Luna, "Lun... Kamu dari mana aja? Kata mbak Tin kamu pergi ke Singapura, bukannya nggak ada saudaramu atau cabang Restoran di sana?" Tanya pria itu dengan beruntun, membuat Luna menatap bingung padanya.

"Aku cuma liburan sebentar di sana." Ucapnya pelan lalu menunduk, berusaha menghindari tatapan Christ.

"Sebentar? Aku sudah hampir lima hari di Indonesia. Setiap kali ke sini, Mbak Tin bilang kamu belum pulang."

Luna terdiam, terlebih saat tatapan Christ beralih pada Rayhan, laki-laki yang tengah berdiri santai sambil memegang koper Luna.

"Ah, Christ kenalin ini Rayhan teman SMAku." Sela perempuan itu berusaha mencairkan suasana.

Christ hanya menatap datar, pun dengan Rayhan yang tidak menunjukkan iktikad baik untuk berkenalan.

Luna merasa suasana semakin tidak nyaman. "Ray, kopernya biar di sini aja, kamu kan mau ke kantor."

Alih-alih mengiyakan, Rayhan justru menatap santai ke arah perempuan di sampingnya. "Aku mau masuk dulu, ada titipan dari mama buat mbak Tin."

"Bisa kamu tinggal, nanti biar saya yang bawakan." Celetuk Christ dingin. Wajah laki-laki itu sedikit tegang. Luna juga tidak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya.

Rayhan yang memang sudah angkuh dari lahir, sontak menatap sengit ke arah Pria itu. "Ini amanah! Saya saja bisa membawanya sendiri, tidak perlu bantuan orang lain." Serunya, kemudian berjalan masuk ke rumah Luna.

"Dia beneran teman kamu?" Desak Christ membuat Luna mengangguk ragu. Yah.. meski Rayhan tidak pernah menganggapnya teman.

"Christ, selamat ya untuk pernikahan kamu. Ke sini sama istrimu nggak? Aku mau dong kenalan sama dia." Lagi-lagi, Luna berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Lun, aku lagi nggak mau bahas ini."

"Kamu kenapa sih Christ?" Tanya Luna dengan nada rendah. Jujur, perempuan itu sedih melihat Christ yang tidak seperti biasa.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang