1

29 3 0
                                    

Bhale POV

Ketika jatuh cinta rasanya semua lagu mewakiliku lagu senang lagu sedih semua kualami. Semua puisi terasa masuk akal. Aku mau menempuh jarak jauh hanya untuk mencari sesuatu yang dia inginkan. Aku melakukan hal yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Gila memang. Selalu ingin membuatnya bahagia serta terkesan. Aku cemburu melihatmu dengannya tapi aku tidak mau membuatmu tertekan karena aku menyukaimu. Aku takut jika mengatakannya kau berubah sikap. Kau tidak membalas perasaanku. Semua ketakutan itu menghantuiku. Aku tidak yakin apa kau menyukaiku atau tidak.

......................................

Elee POV

Mataku memperhatikan satu persatu kegiatan yang dilakukan hewan-hewan mungil itu. Mereka tampak tenang berada di balik kandang bermain dengan makanan mereka. Bahkan sesekali ada yang tak sengaja menatap mataku. Itu sangat imut.

Hampir satu jam aku tidak kunjung memilih hewan mana yang akan ku beli. Tidak satupun ingin kubeli, aku tidak tega. Bagaimana mungkin aku membeli salah satu marmut ini dan akan kujadikan bahan praktikum. Tidak, aku tidak akan tega, mereka terlalu menggemaskan.

Tapi terlepas dari itu, tugas harus dilaksanakan. Ini tugas penting, dan marmut yang akan kupilih akan mengemban tugas mulia karena menjadi bahan praktikum.

Dua hari lagi aku harus melakukan praktikum anatomi fisiologi hewan. Kelompokku mendapat bagian menggunakan marmut. Masing masing kelompok mendapat bahan yang berbeda, lalu masing-masing harus menyiapkan bahan sendiri. Jadi mau tidak mau aku harus membawa marmut ke ruang praktikum.

"Kau sudah menentukan pilihan ?" tanya Bhale, Dia berdiri di belakangku, menungguku memilih marmut. Aku tahu Dia sudah lelah menungguku tapi Dia tetap sabar. Aku harus segera menghentikan kekonyolan ini sebelum kesabaran Bhale habis.

Aku mengangguk dan menunjuk salah satu marmut. Kemudian Bhale mengatakan ke penjual dan kami membawa pulang marmut itu.

Semester empat akan menjadi semester paling berat kurasa. Materi semakin sulit dan semakin banyak, serta beban perasaan yang harus ku terima. Putus dengan Bhale kupikir pilihan yang baik. Kupikir itu pilihan yang bijak. Tapi kenyataannya yang kurasakan sekarang semakin tidak nyaman. Kita masih sering bersama, tapi Kita selalu canggung. Kita terlihat sama-sama menahan dan tersiksa satu sama lain. Seperti ada sesuatu yang ingin dikatakan tapi tertahan, begitu juga seperti ada sesuatu yang ingin dilakukan tapi tertahan.

Kebetulan kali ini Aku dan Bhale berada di kelas yang sama  dan kelompok praktikum yang sama. Setelah menyelesaikan tugas membeli marmut, Bhale mengantarku sampai di depan rumah. Tidak ada kalimat apapun hanya turun lalu Aku masuk ke rumah dan Bhale berlalu begitu saja.

Aneh sekali rasanya, Aku tidak suka kecanggungan seperti ini. Aku ingin sekali menawarkannya main ke rumahku, atau mengajaknya jalan jalan setelah membeli marmut tapi Aku tidak tahu bagaimana caranya. Sial, putus bukanlah jalan keluar yang baik.

Akhir-akhir ini Aku sering mengingat kesalahan yang kuperbuat. Aku mengingat betapa bodohnya Diriku malah menuntut Bhale dengan kesalahan lain ketika Dia sedang menanyakan kesalahan yang kuperbuat. Bukankah waktu itu sebaiknya Kita selesaikan satu kesalah pahaman lalu membahas masalah lain. Seharusnya Aku tidak seperti itu.

Lalu Aku juga ingat waktu itu Aku cemburu karena Bhale berdua dengan perempuan yang padahal Bhale sedang melakukan hal yang Aku katakan. Aku sendiri yang memberinya saran untuk akrab dengan orang lain tapi Aku sendiri juga yang kesal ketika Dia melakukan itu. Aku menyesal telah melakukan hal itu.

Aku terlalu cepat mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Seharusnya Aku introspeksi diri dulu. Sekarang semua terasa aneh dan canggung. Untuk bisa mengirim pesan ke Bhale saja Aku harus mencari seribu alasan yang masuk akal. Padahal kadang Aku hanya rindu dengannya. Berat sekali menahan sesuatu hal yang sangat ingin disampaikan. Tapi Aku juga tidak ada keberanian untuk melakukannya.

Ting

Ponselku berbunyi pertanda ada pesan masuk untukku. Aku bangun dari kasur dan mencari ponsel yang masih berada di dalam tas yang tadi kukenakan.

Mataku berbinar dan senyumku perlahan mengembang ketika melihat notifikasi dengan nama Bhale. Aku tidak sabar membukanya.

Bhale : jangan lupa beri makan marmut

Meskipun pesan ini sama sekali tidak berisi hal romantis tapi Aku merasa senang sekali. Seribu kali sangat senang bisa membaca pesan Bhale untukku. Terlebih ketika Dia yang memulai percakapan lebih dulu.

Aku berjalan mendekati si marmut yang ada di dalam kandang dan terletak di samping meja belajar. Aku memperhatikan pergerakan marmut. Dia sedang bergulung gulung diatas serbuk kayu. Malang sekali nasibmu, kuharap kau bahagia di hari-hari terakhirmu. Aku memberinya makan lagi. Setelah itu Aku mengirimkan foto si marmut untuk Bhale

Elee : sudah beres boss

Seketika otak cerdasku bekerja. Aku tidak mau obrolanku dengan Bhale berhenti disini saja. Aku memperhatikan si marmut itu lagi dengan senyum kelicikan.

"haruskah Aku memanfaatkanmu untuk memperbaiki hubunganku, marmut imut ?"

Aku berharap si marmut ini bertingkah aneh agar Aku bisa menggunakan alasan itu untuk bertanya ke Bhale. Tapi setelah kutunggu 20 menit marmut itu tetap normal saja. Aduh alasan apa yan harus kugunakan.

Ponselku berbunyi lagi dan Bhale memberikan balasannya.

Bhale : bagus

Aku harus membalasnya dengan sebuah pertanyaan agar percakapan ini bisa terus berlanjut. Aduh bagaimana ini marmut.

Elee : sepertinya ada yang aneh, si marmut ini hanya menjilat makanannya lalu tidak dimakan.

Aku tidak tahu apa pertanyaanku masuk akal tapi kuharap Bhale membalasnya. Astaga Aku bukan sedang bertukar pesan romantis tapi jantungku terus berdegup kencang.

Bhale : mungkin dia memang sudah kenyang, biarkan saja, pastikan makanan dan minumannya tidak kosong. Apa dia bergerak aktif ?

Uwaa Bhale memberiku pertanyaan, ini pasti akan panjang. Aku harus segera memberinya jawaban akurat. Ini penting. Si marmut bergerak aktif, aku harus melaporkan berita penting ini.

Elee : iya dia bergerak aktif tapi tatapannya kosong

Aku memukul keningku, aku baru sadar dengan kebodohanku setelah pesan itu terkirim. Memangnya tatapan seperti apa yang bisa diberikan seorang marmut. Tatapan dengan ekspresi, tatapan terkejut dengan alis menukik atau tatapan sipit karena tersenyum. Bodoh sekali aku ini, semua marmut memang tatapannya kosong.

Bhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ?

What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah berantakan. Memakai lipstik tipis dan tidak lupa menggunakan maskara tipis-tipis. Oke tidak terlihat menor dan tidak terlihat pucat. Ini sudah pas.

Aku kembali duduk di samping kandang marmut.

Elee : iya boleh

Sekarang aku sudah siap menunggu panggilan dari Bhale, marmut yang ingin ditelfon tapi Aku yang berdandan. Memang konyol.

....................................................................................

academic adventures (Season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang