Salah seorang guru berambut keriting sebahu menghampiri kami. Segera kami berdiri menyambut beliau dengan senyum ramah dan sopan. Beliau menyampaikan ada beberapa hal yang harus kami lakukan, karena waktu pengamatan sekolah kami hanya satu hari maka agar merata semua bisa diamati akhirnya harus dibagi tugas. Ada yang membantu di kantor, membantu membuat perencanaan, menyiapkan bahan ajar dan melakukan penilaian dari hasil kerja siswa. Ada tugas lain yaitu mengamati di kelas. sedangkan yang terakhir adalah mengajar di kelas, kebetulan salah satu guru tidak bisa hadir jadi kami diminta menggantikan, selain untuk membantu kami juga bisa mengenal karakter siswa disini.
Tugas sudah di tentukan oleh pihak guru tersebut. Aku sendiri mendapat tugas mengajar kelas 1. Aku mendapat seperangkat alat pembelajaran, sebuah buku modul dan lembar kerja siswa. Mengajar dadakan, dan semoga aku bisa.
Sebelum masuk ke kelas aku menyempatkan diri membaca materi yang akan kuajarkan. Meskipun ini kelas satu yang aku yakin materinya belum begitu sulit tapi tetap saja aku masih pemula yang butuh persiapan. Aku masih belum bisa pikirkan, apa kalimat yang akan aku sampaikan. Bagaimana mengatur mereka. Bagaimana membuat suasana kelas menjadi menyenangkan agar mereka semangat belajar. Aku sedikit gugup memikirkannya.
"semangaaat" Lili mengangkat kedua tangannya dan memberiku semangat. Aku hanya menggangguk sambil tersenyum.
Aku memasuki ruang kelas satu. Semua siswa diam di tempat duduk masing-masing dengan pandangan mengarah padaku. Seketika kegugupanku dimulai. Semua mata memperhatikanku, seharusnya memang begitu tapi entah kenapa aku tiba-tiba gugup. Aku mencoba mengendalikan diri dengan menyapa semua siswa. Aku memperkenalkan diri dan selanjutnya meminta mereka memperkenalkan diri juga. Ini cara untuk bisa lebih dekat sekaligus mencairkan suasana canggung yang ada dalam diriku.
Tidak banyak siswa di kelas ini. kuhitung hanya sekitar 20 siswa. 10 laki-laki dan 10 perempuan, termasuk siswa yang tadi bertemu diluar dan bertanya mengenai kata 'bajingan'. Kuharap anak itu sudah lupa dengan kalimat itu.
Aku mulai memberikan materi pelajaran dengan menuliskannya di papan tulis. Papan tulis yang digunakan disini masih menggunakan kapur sebagai alat tulisnya.
"Bu Guru Riko nakal, dia mencuri pensilku" pekik salah seorang siswi ketika aku baru saja menulis satu kalimat.
"tidak Bu Guru dia bohong" aku memutar badan untuk memeriksa mereka. Riko mengucapkan itu, padahal aku bisa lihat Dia buru-buru mengembalikan pensil sebelum berteriak seperti itu. Aku menghela napas.
"jangan mengganggu temannya yaa"
"iya Bu Guru" jawab seluruh siswa serempak. Aku kembali melanjutkan menulis di papan. Tapi baru dua kata yang tertulis ada seorang siswa berteriak padaku lagi
"Bu Guru saya lupa tidak membawa pensil"
Aku mendekatinya dan memeriksa apakah benar Dia tidak membawa pensil. Ternyata benar, Aku meminta teman sebelahnya untuk meminjamkan miliknya. Masalah selesai dan Aku kembali ke papan tulis. Belum dua kalimat selesai tapi waktu yang kulewati sudah sangat banyak.
Aku mulai menulis lagi, kali ini lebih panjang dengan tanpa gangguan. Akhirnya aku bisa bernapas lega. Memang benar tidak ada laporan kepada Bu Guru lagi tapi aku mendengar mereka bicara sendiri. Mereka bermain dengan alat tulis yang mereka bayangkan itu sebuah mobil. Mereka main balapan alat tulis. Mereka terdengar asyik bermain. Aku memilih diam menahan emosiku dan menyelesaikan menulis materi dulu sebelum menegur mereka.
Bertahan sepuluh menit saja keributan mereka semakin menjadi. Apa mereka tidak sadar jika ada guru di depan, dengan santainya mereka malah bermain sendiri.
Sabar elee sabar mereka masih anak kecil yang belum mengerti rasa tanggung jawab
Ucapku pada diriku sendiri. kapur yang kupegang patah, ini sudah di puncak kesabaranku. Dengan mengigit bibir Aku menahan gejolak emosi. Aku mendekati lima anak yang sibuk main balapan alat tulis di meja mereka. Mereka tidak merasa takut ketika melihat Aku mendekat.
"kembali belajar yaa tulis yang ada di papan tulis" Aku mengusap punggung mereka dan mengarahkan posisi duduk mereka yang miring untuk kembali menghadap ke depan.
"baik Bu" jawab mereka serempak.
"anak itu memang selalu berisik Bu Guru" salah seorang siswi berucap.
"jangan mengadu" gertak anak laki-laki disampingku
"selalu berisik dan tidak bisa diatur" kesal siswi itu lagi.
"berani Kau sama Aku ?" anak laki-laki ini berdiri dengan emosi. Dia sudah hampir berjalan ke arah si siswi perempuan yang mengomel itu. Genggaman kedua tangannya sudah terkepal pertanda dia benar-benar marah.
Astaga jangan bertengkar. Teriakku dalam hati. Aku menahan anak laki-laki itu dan mengembalikannya ke posisi duduk. Bisa-bisanya mereka bertengkar di depan gurunya sendiri.
"sudah-sudah jangan bertengkar. Kembali menulis" ucapku.
"Bu Guruu bau pesing" teriak siswaku yang di depan. masalah apa lagi ini. Aku berjalan ke bagian depan untuk memeriksa laporan itu.
Dari kejauhan Aku bisa lihat genangan air di bawah kursi si pelapor itu. Lantai di sekolah ini tidak berkeramik hanya lantai abu-abu dari semen. Jadi Aku bisa lihat dengan jelas perbedaan lantai basah dan kering. Ini terlihat jelas lantai basah dan ada genangan air.
"air apa ini ?"
"tidak tahu Bu Guru tapi baunya pesing" ucap siswa laki-laki yang duduk paling depan itu. Aku melirik ke siswa yang duduk di sampingnya. Anak itu duduk dengan tegang dan kepala menunduk ke buku. Kulihat ia tidak menulis materi melainkan mencoret-coret buku dengan hal tidak jelas.
"kau baik-baik saja" tanyaku pada siswa itu. Bukannya menjawab dia malah menangis. Tangisnya keras sekali. Aku segera mendekatinya dan mendekapnya dalam pelukanku. Dia memelukku dan bersembunyi di perutku.
"Bu Guru dia ngompol, celananya basah" pekik si anak pelapor tadi. Semua siswa malah mendekat untuk melihat. Semua siswaku tertawa terbahak-bahak. Meskipun tidak ada kata yang mengolok-olok tapi tawa mereka berhasil membuat siswa yang kupeluk ini memelukku semakin erat. Dia pasti takut dan malu.
"jangan ditertawakan, ayo kembali ke tempat duduk masing-masing" perintahku tidak di gubris oleh mereka. Aku memutuskan untuk membawa siswa yang ngompol ini keluar.
"apa kau membawa baju ganti ?" tanyaku dan anak ini masih terisak. Ia hanya menggelengkan kepala. Aku membawanya ke ruang guru untuk menanyakan solusi kepada guru lain. Aku bertanya harus bagaimana dengan siswa ini. Karena sungguh Aku tidak tahu harus bagaimana.
Salah seorang guru memberiku celana olahraga untuk anak kecil dan memintaku menggantikan dia dengan celana itu. Tunggu, apakah aku yang harus menggantinya ?
"ganti celana dengan ini yaa" ucapku menyerahkan celana. Dia menerimanya dan mengangguk. Tapi anak ini tidak bergerak, Dia tetap diam di posisinya.
"kau tidak bisa ganti celana ?"
Dia menggeleng.
"yang benar ? kau sudah besar pasti bisa ayo lakukan sendiri yaa"
Lagi-lagi dia menggeleng.
Tidak ada pilihan lain, jadi aku harus melakukannya. Melepas celananya, membersihkan pantatnya dan menggantinya dengan celana bersih. Aku harus menahan napas selama melakukan itu karena bau pesingnya sudah menyebar.
...................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures (Season 2)
RomanceBhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ? What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah...