Mataku menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Aku hanya sedang berpikir mengenai penderitaanku kali ini. Masih tentang tugas Pak Burhan yang kurasa diluar batas kemampuanku. Aku ingin mengeluh dan melaporkan Pak Burhan agar masalah ini bisa terlselesaikan tapi kurasa itu bukan jalan keluar. Aku ragu untuk melakukannya. Aku tidak tahu akankah yang kulakukan itu adalah pilihan yang benar atau aku hanya akan terlihat sebagai manusia yang suka mengeluh.
Mataku beralih memandang satu persatu temanku yang sama sibuknya. Kiran, dia sedang mengetik tugas. Kavi dia juga sibuk mengetik, bicara tentang Kavi, Dia mulai menyerah untuk melawan Pak Burhan dan sekarang Dia mau mengerjakan tugas dari Pak Burhan meski dengan berat hati. Bhale, dia sibuk seperti biasanya dengan laptop dan matanya yang terlampau fokus. Lalu kepalaku menoleh ke arah Juno yang tengah merebahkan diri tepat disampingku. Dia juga sama sibuknya, bedanya Juno sibuk main games.
Setelah sekian lama akhirnya kami kembali ke rutinitas berkumpul di ruangan ini bergelut dengan tugas-tugas. Aku menghela napas kasar. Aku bersiap melanjutkan pekerjaanku.
"kau baik baik saja ?" tanya Bhale yang berada tepat di depanku. Dia menaikkan salah satu alisnya dengan menatapku tajam. Mungkin Bhale mendengar helaan napasku sampai Dia harus menanyakan kondisiku.
Aku hanya mengangguk menjawabnya. Lebih tepatnya aku sedang malas bercerita.
"masih tentang Pak Burhan ?" tanya Bhale lagi.
Belum sempat aku menjawab, Kavi sudah mewakiliku memberi jawaban "ya benar, Pak Burhan benar-benar merepotkan"
"merepotkan bagaimana ?" tanya Kiran, memang Kiran belum mengetahui masalah mengenai Pak Burhan ini.
"beliau memberi tugas yang berbeda dari RPS. Padahal di RPS nya tidak ada tugas membuat proposal tapi kami diminta membuat proposal penelitian"
"haduh haduh" saut Kiran dengan wajah ikut prihatin.
"aku sudah memprotesnya tapi beliau jawab dengan itu hanya RPS sebagai administrasi saja, masalah kuliah terserah saya" Ucap Kavi sambil menirukan gaya Pak Burhan berbicara dengan aura marah yang mengintimidasi.
Semua orang justru tertawa melihat tingkah Kavi dan tidak jadi iba.
"aku ingin melaporkannya ke Prof Juri saja, ini sudah kelewatan" tambah Kavi.
"kudengar Pak Burhan sudah pernah mendapat teguran tapi beliau tidak berubah" ucap Kiran yang tentu saja membuat kita terkejut. Jadi semua orang sudah tahu jika Pak Burhan memang seperti itu. Lalu hal ini sudah terjadi begitu lama dan dibiarkan begitu saja ?
"lalu akhirnya ?" tanyaku
"yaa beliau tetap begitu. Tapi Pak Burhan tidak pelit nilai kok, meskipun hasil kerja kalian tidak bagus Pak Burhan akan memberi nilai bagus. Jadi cukup bersabar saja kalian"
Aku dan Kavi hanya bisa saling pandang dan menghela napas bersamaan pundak kami yang semakin luruh. Kami sudah lelah berjuang.
Ini memang tidak mudah, harus bersabar meski dimarahi. Harus bersabar meski menjatuhkan mental. Intinya hanya harus bersabar lebih lagi.
"Pak Burhan terdengar menyebalkan sekali ya" ucap Juno
"memang" kata Kavi.
"kau balas saja dengan cara menyebalkan juga"
"caranya ?"
"coba jangan kerjakan tugas, atau kalian buat tugas yang berantakan biar Pak Burhan yang gantian kesal" jawab Juno dengan percaya diri, dia juga senyum-senyum merasa idenya sudah paling benar.
Aku dan Kavi saling melempar pandang lalu kami menggelengkan kepala bersama.
"tidak semudah itu Juno" jawabku dengan kesal.
"kalau Pak Burhan yang kesal, Dia bisa marah ke kita dan tetap saja yang tidak enak kembali ke posisi kita"
"seharusnya kamu tidak peduli ketika Pak Burhan marah atau kamu hanya senyum senyum tanpa menunjukkan rasa bersalah" Juno masih tidak mau kalah
"tolong. Jangan ajari aku cara menjadi dirimu" kataku sambil menyipitkan mata karena geli dengan jawaban Juno.
...............................................
Setelah jam belajar kami usai, kami pulang kerumah masing-masing. Bhale mengantarkanku pulang. Sepanjang perjalanan aku hanya diam, selain mengantuk otakku juga tidak bisa berhenti mengingat Pak Burhan dan segala tugas-tugasnya.
"Elee coba lihat itu" ucap Bhale, aku hanya berdehem menanggapinya dari balik punggungnya. Kurasa Bhale hanya sedang berusaha menghiburku atau mengalihkan perhatianku.
"lihat cepat ada anak kecil" kali ini ucapan Bhale dengan nada serius. Apa yang ada di otakku ketika malam-malam dengan jalanan sepi dan Bhale melihat anak kecil di pinggir jalan. Pastilah kepalaku mengarah ke hal mistis. Aku segera mengeratkan pelukan
"jangan bercanda, tidak lucu" ucapku sambil memejamkan mata.
Bhale menghentikan motornya dan berhasil membuatku terkejut. Aku menahan badannya agar Dia tidak melanjutkan tindakannya untuk turun dari motor.
"Bhal, Bhal jangan aneh kita pulang saja" aku sudah merengek ketakutan. Tapi Bhale berhasil turun dan aku baru membuka mata ketika Bhale menyapa anak kecil itu.
"adek, kenapa disini ?" ketika aku membuka mata, kulihat anak laki-laki berusia sekitar 3 tahun dengan wajah ketakutan. Saat itu juga setelah Bhale memberikan pertanyaan Dia malah menangis. Aku segera turun dari motor. Aku bisa pastikan ini manusia karena kedua kakinya menyentuh tanah.
"adek jangan menangis" aku berusaha meraihnya dengan perlahan dan menggendongnya. Ada sedikit rasa menyesal karena aku sudah menduga bahwa anak ini adalah makhluk halus.
Dia anak yang tampan, dengan kemeja berwarna biru, celana jins dan sepatu yang tinggal satu di sisi kanan. Aku menggendong sambil menepuk-nepuk pundaknya.
"adek tenang ya jangan menangis. Kami akan mengantarmu pulang, sudah jangan sedih" aku terus menenangkannya tapi sepertinya dia tidak berhenti menangis.
Bhale ikut mengusap punggung si anak kecil itu berusaha menenangkan. Kuperhatikan jalanan ini memang sudah sepi, hanya ada satu dua motor yang melintas itupun dengan jarak yang jauh.
"kenapa Dia tidak mau berhenti ?" ucapku kepada Bhale. Anak kecil ini terus menangis sampai Dia sudah mulai kehabisan nafas.
Dia menangis sampai sesenggukan dan terkadang menghela napas panjang karena kehabisan napas, lalu ia melanjutkan tangisnya. Mendengarnya menangis membuatku ikut bersedih. Dari raut wajahnya sangat menunjukkan Dia ketakutan. Ini membuatku tidak tega, aku terbawa perasaan sampai akhirnya aku ikut menangis.
"adek udah ya ada kita, kamu akan aman" ucapku sambil menangis lirih. Air mataku sudah berhasil jatuh.
Aku mendengar suara Bhale tertawa lirih. Kulirik Dia menatapku dan memang benar dia sedang menertawakanku.
"mungkin kalau aku punya anak nanti, anakku nangis aku juga ikutan nangis" ucapku dengan berderai air mata "kasihan Bhal aku tidak tega melihatnya"
"udah dek, tuh kaka jadi ikutan nangis" ucap Bhale menunjuk wajahku ke hadapan si anak itu. Anak itu memperhatikan mataku yang penuh air dan perlahan Dia mulai diam. Raut wajah anak itu sekarang berubah jadi bingung.
Setelah anak itu tenang, Bhale melepas jaket miliknya untuk kupakaikan ke si anak kecil. Kami membawanya ke kantor polisi terdekat untuk membuat laporan lalu anak itu kubawa ke rumahku agar aman.
................................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures (Season 2)
RomanceBhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ? What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah...