41

8 1 0
                                    

Langkahku terhenti ketika melihat Juno duduk di sofa berkutat dengan laptop miliknya dengan raut wajah bingung. Di ruangan kami hanya tersisa aku dan Juno karena semua sudah pergi ke kelas yang harus mereka ajar. Aku sendiri juga harus segera pergi karena aku juga ada jadwal mengajar hari ini. Tapi perhatianku teralihkan oleh Juno.

"kau tidak kemana-mana ? apakah tidak ada tugas ke koperasi atau ke perpustakaan ?" tanyaku.

Juno mengalihkan pandangannya dari laptop kemudian memandangku, ia menggelengkan kepala.

"bisa jelaskan alasannya. Maksutku kenapa kau diam disitu ?"

"aku tidak diam, aku mengerjakan RPP. Aku sudah bebas tugas mengamati lingkungan dan sekarang aku harus mengerjakan RPP" jawab Juno.

"oooh" jawabku sambil berlalu keluar ruangan.

"bisakah kau bantu aku menyusun RPP nanti setelah kau selesai ?" teriak Juno.

"ok"

Aku sudah siap memberi pelajaran untuk para siswaku. Aku harap kali ini akan berjalan lancar dan lebih baik dari pertemuan sebelumnya.

Ketika memasuki ruang kelas, suasana kelas gaduh. Sepertinya mereka tidak sadar jika aku sudah masuk.

"seharusnya kau memukul lebih kuat"

"kau harus melatih kekuatan pukulanmu"

"kau payah sekali, nanti saja kita latihan tinju"

Begitu ucapan yang samar-samar kudengar ditengah kegaduhan kelas ini. mereka membicarakan hal yang mengarah ke perkelahian tiga hari yang lalu. Sambil meletakkan buku, kuperhatikan satu persatu siswaku. Apakah salah satu mereka adalah pelaku keributan itu.

Ketika aku sibuk memperhatikan, perlahan para siswa itu diam. Kurasa mereka sudah menyadari keberadaanku. Mereka menata posisi duduk agar rapi dan menutup mulut mereka.

Mataku menemukan sosok siswa laki-laki yang duduk paling belakang. Kini mataku fokus hanya melihatnya dan menyatukan memori ingatanku dengan perkelahian waktu itu. Kurasa itu Dia pelakunya. Sadar aku memperhatikan, siswa tersebut perlahan menundukkan kepala.

"sebaiknya kau minta maaf kepada Bu Elee, kau kan sudah memukul Pak Bhalendra" ucap siswa lain di sebelahnya. Ucapan itu memang tidak keras tapi semua orang diruangan ini bisa mendengarnya karena suasana sangat hening.

"Bu, maafkan Axel yang kemarin memukul Pak Bhalendra, Dia tidak sengaja. Seharusnya yang dipukul bukan Pak Bhalendra" ucap salah satu anak. Sepertinya anak ini berinisiatif mewakili Axel yang masih diam seribu bahasa.

Tunggu, kenapa mereka meminta maafnya padaku

"kenapa minta maaf pada saya. Bicara sendiri pada Pak Bhalendra"

"bukankah Ibu pacarnya Pak Bhalendra" jawab siswa tersebut. Itu membuatku terkejut. Aku berusaha bersikap wajar meskipun dalam hati aku benar benar terkejut. Aku menelan ludah dengan kesulitan untuk menetralkan rasa gugupku. Dari mana mereka tahu hal seperti itu.

"Bu apa benar Ibu pacarnya Pak Bhalendra ? saya harap itu berita bohong" kali ini giliran siswi perempuan yang bertanya. Setelah itu seisi kelas memberinya sorakan pada siswi genit itu.

Sebenarnya dari mana berita ini bisa tersebar diantara siswa siswa ini. Aku khawatir salah satu mereka melihat apa yang kulakukan dengan Bhale beberapa waktu lalu. Tapi memangnya apa yang kulakukan, Aku tidak bertindak seronoh. Waktu itu Bhale hampir memelukku, tapikan itu hampir. Aduh aku lupa, waktu itu kita duduk terlalu dekat dan hanya berdua. Mati lah sudah jika berita seperti ini bisa sampai ke telinga guru-guru.

"Pak Bhalendra tidak akan mau denganmu" celetuk siswi lain.

"tunggu tiga tahun lagi pasti Pak Bhalendra mau denganku" Dia masih tidak mau kalah.

Aku tidak berhasrat meladeni keributan mereka. Aku mulai khawatir dengan masa depan bangsa ini. Susah-susah Aku mendidik tapi yang mereka bahas justru perkelahian dan kisah cinta. Harus butuh tenaga ekstra untuk menuntun mereka ke jalan yang baik dan benar.

Aku mulai ikut merasakan betapa sulitnya menjadi guru di sekolah ini. Orang lain mungkin berpikir sekolah ini menjadi sekolah favorit dengan segudang prestasi karena mereka memiliki siswa yang cerdas dan berbakat. Tapi lihat kenyataannya, mereka siswa normal pada umumnya yang masih sulit untuk ditata dan diatur.

"kita mulai pelajaran hari ini" ucapku menyelesaikan pertikaian mereka. Aku harus menanyai mereka nanti untuk mencari sumber berita.

....................................................................

"sudah sampai mana ?" tanyaku menyusul Juno duduk di sofa. Aku sudah berjanji akan membantunya menyelesaikan RPP.

Aku mengintip isi layar di laptop miliknya. Hanya lembar kerja putih kosong tidak ada apapun. Aku menggelengkan kepala sedangkan Juno hanya cengengesan.

"apa yang kau lakukan dari tadi ?" gerutuku menarik laptopnya agar mengarah padaku.

"berpikir-

"berpikir, melamun dan menghayal" sambungku menyelesaikan kalimatnya.

Aku mulai mencari jurnal penelitian pendidikan untuk dijadikan acuan untuk menyusun RPP. Setelah aku mengetahui materi yang akan Juno ajarkan baru Aku menyesuaikan jurnal yang menampilkan model pembelajaran dan metode pembelajaran yang sesuai. Aku mendapat tiga jurnal berbeda. Aku meminta Juno memilih Jurnal mana yang dia sukai, maksutku model pembelajaran mana yang mungkin ingin dia terapkan pada kelasnya.

"baca dulu lalu pilih kau akan gunakan yang mana ?"

Juno melihat jurnal penelitian itu "ini karya siapa ?"

"karya wisata" jawabku dengan ketus. Juno menatapku heran

"karya karya. Jurnal itu bukan karya tapi penulis atau peneliti" jelasku.

Juno hanya meresponku dengan senyum masam.

Kiran datang dengan langkah kaki menghentak keras. Terdengar seperti orang yang sedang kesal. Dia meletakkan buku di meja miliknya lalu bergabung denganku dan Juno di sofa.

"kau baik-baik saja ?" tanyaku

Kiran menggelengkan kepala lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan "aku maluuuu"

Kiran merengek "aku sangat amat malu hari ini"

"masalahnya apa ?"

"hari ini tugasku memberi pengenalan mikroskop binokuler pada siswaku. Aku sudah memberinya arahan mengenai nama dan fungsi bagian-bagian mikroskop. Kemudian aku juga memberikan preparat awetan agar mereka mencoba menggunakan mikroskop itu untuk melihat preparat. Tapi siswaku tidak bisa melihat apapun di dalam mikroskop mereka. Kupikir itu karena mereka belum terbiasa jadi aku memaklumi mereka. Ketika waktu pelajaran hampir habis gurunya datang. Beliau memeriksa caraku mengajar. Ibu Guru itu memberikan arahan agar para siswa menyambungkan kabel di mikroskop ke aliran listrik. Bodohnya aku ternyata aku lupa memberikan arahan itu. Pantas saja mereka tidak bisa lihat apapun di dalam mikroskop. Sumber cahaya dari mikroskop itu berasal dari listrik bukan sinar matahari. Aku berpikir seperti orang kuno saja" Kiran menangis menyesali kebodohannya. Aku hanya bisa menahan tawa. Itu hal sepele dan Kiran melupakannya.

"setelah kabel disambungkan semua siswa bisa melihat preparat dengan baik, lalu" Kiran meminum air mineral yang sedari tadi dia bawa.

"guru itu mendekatiku dan berbisik, sepertinya mikroskop di kampus anda berbeda dengan mikroskop di sekolah ini" sambung Kiran.

"aku malu sekali, aku terlihat bodoh. Pasti semua siswa itu juga menyadari bahwa arahanku tidak lengkap. Padahal sebelumnya aku sudah mengatakan jika wajar di percobaan pertama belum bisa melihat apa-apa, tapi nyatanya yang salah aku sendiri. aku malu sekali, mau ditaruh dimana muka ku inii"

Aku dan Juno tidak bisa menahan tawa kami. Kami berdua terkikik pelan menertawakan Kiran selagi Dia menutup mukanya dengan kedua telapak tangan.

.....................................................................................

academic adventures (Season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang