Kami mengadakan acara ini secara tertutup. Kami sudah meminta keamanan sekolah untuk melarang wartawan memasuki area sekolah. Kavi memilih melakukan Live streaming di social media selama proses presentasi sehingga semua orang bisa melihat secara langsung tanpa editan. Agar mereka bisa melihat kebenaran yang terjadi.
Giliran Kavi akhirnya tiba. Ia berjalan perlahan. Aku bisa melihat tangan Kavi bergetar. Keringat masih terus bercucuran di pelipis. Kavi gugup dan terbata bata. Ketika Kavi masih menyampaikan salam pembuka, masyarakat menyimak dengan seksama namun ketika Kavi memperkenalkan diri dengan menyebut namanya, Masyarakat mulai gaduh. Mereka saling berbisik-bisik, tak hanya itu tatapan tajam mulai bermunculan menghujani Kavi. Tatapan tajam serta geraman tak bisa terelakkan dari wajah masyarakat. Aku saja yang melihat merasa ngeri, Aku bisa bayangkan apa yang sekarang di rasakan Kavi. semoga saja tidak akan ada tomat atau benda tajam yang tiba-tiba melayang.
Kavi menjatuhkan lututnya ke lantai, lalu kedua tangannya menyatu, ia meminta maaf sambil bersimpuh seperti itu. Aku tidak tahu jika Kavi akan melakukan itu, kukira Dia hanya akan merunduk saja. Aku tak tega melihatnya, suaranya bergetar setiap mengucapkan kata maaf. Ada beberapa yang iba tapi tentu saja lebih banyak yang mencibir.
"hanya berpura-pura"
"berlebihan"
"Aku tidak kasihan sedikitpun"
"ini bukan sinetron tapi kenapa Dia bersandiwara"
Presentasi dimulai, sebelum menjelaskan alasan lebih dulu Kavi menampilkan contoh tradisi ekstrim yang ada di kota Aztec. Di wilayah tersebut pernah terjadi tradisi mengorbankan anak kecil untuk mendatangkan hujan. Nyawa seorang anak kecil dipersembahkan untuk Dewa yang mereka percaya setiap tahunnya, dengan harapan Dewa akan menurunkan hujan. Meski berat hati dan sedih tapi bagi masyarakat tersebut tradisi itu sangat mulia, siapapun yang menjadi korban maka nyawanya dianggap mulia. Meski semulia apapun yang namanya mengorbankan anak sendiri pastilah ada perasaan berat hati. Tradisi tersebut bagi mereka memang sakral tapi bagi Kita yang mendengar ceritanya di jaman sekarang tentu saja miris. Maka itulah dalam proses perkembangan jaman serta perkembangan kemampuan berpikir manusia tradisi tersebut tidak dijalankan lagi.
Aku tahu Kavi sangat berhati-hati dalam menyampaikan setiap kalimatnya. Tampilan presentasi menyajikan gambar animasi dimana seolah-olah bangsa kota Aztec tengah melakukan tradisinya. Untuk itulah masyarakat terlihat tertarik dan menyimak dengan baik setiap penjelasan.
Sekarang memasuki tahap berikutnya, Kavi menjelaskan alasan Dia melakukan pembelajaran seks kepada siswa selama di sekolah. Aku terus memperhatikan ekspresi wajah masyarakat tersebut. ada beberapa yang terlihat bingung, ada beberapa yang memperhatikan serius sampai kedua alisnya menyatu.
"jangan menggiring opini, tradisi Kita berbeda dengan pembunuhan tadi !" salah satu Bapak berkumis tebal memotong penjelasan. Ia mengatakan hal tersebut dengan nada tinggi dan terlihat kesal.
Kemudian masyarakat lain yang sependapat juga mulai gaduh. Kondisi semakin tidak kondusif mereka mulai berdiri untuk mengungkapkan pendapat mereka secara bersamaan.
Aku mulai takut, Aku meremas lengan Kiran yang ada di sampingku. Kami saling pandang seolah saling bertanya apa yang harus kita lakukan.
"memang kedua tradisi ini berbeda, tidak ada pertumpahan darah secara terang-terangan disini tapi kesamaannya kedua tradisi ini merugikan anak-anak, Yang satu mati, yang satu tidak punya masa depan" Kavi memberikan penjelasan secara bijak. Aku bisa bernapas lega ketika mereka kembali tenang setelah mendengar kalimat ini. Penjelasan dilanjutkan.
"demikian penjelasan yang bisa saya sampaikan, saya harap Bapak dan Ibu sekalian bisa memahaminya" akhirnya Kavi menyelesaikan tugasnya, sekarang tinggal menunggu respon masyarakat. Mereka terlihat berdiskusi satu sama lain.
Sekarang aku memberanikan diri untuk menggantikan Kavi, memang ini bagianku. Layar LCD Proyektor sudah berganti dengan judul seks edukasi.
"saya akan menyampaikan beberapa hal yang kami sampaikan dulu kepada putra putri Bapak Ibu, agar Bapak dan Ibu juga bisa menilai sendiri apakah yang kami sampaikan baik atau tidak"
"bagi yang bersedia mendengarkan penjelasan mengenai seks edukasi, bahaya kehamilan usia dini serta berbagai macam penyakit kelamin silahkan tetap disini namun jika ada yang kurang berkenan Saya persilahkan meninggalkan area ini"
Satu dua orang mulai pergi dengan wajah kesal, sepertinya mereka tetap tidak mau berubah pikiran. Aku khawatir akan semakin banyak orang yang pergi.
"Saya juga akan menjelaskan cara menjaga kebersihan organ intim agar terhindar dari penyakit" ucapku untuk menarik perhatian. Berhasil, beberapa orang kembali duduk. Akhirnya mereka menyadari betapa pentingnya ilmu ini. Ini sebuah kebutuhan semua manusia tentunya tidak bisa dipungkiri jika di dalam lubuk hati mereka ingin tahu kebenarannya.
Aku mulai menjelaskan dengan perlahan, dengan kalimat yang mudah dipahami dan tentunya dengan gaya bicara yang santai agar mereka tidak tegang.
Tidak lupa Aku juga menceritakan fakta jika beberapa anak bahkan tidak bisa mengenali perubahan dalam dirinya sendiri. Seperti kasus yang dialami siswa Kavi kemarin. Mereka tertawa mendengar cerita tersebut tapi mereka tidak menyadari ada bahaya yang mengiringi hal konyol itu.
Selanjutnya giliran Kiran menjelaskan cara menjaga kebersihan organ intim. Semua berjalan lancar sampai akhir. Meski yang tinggal di ruangan tidak banyak tapi aku senang masih ada yang bisa menerima penjelasan kami.
Masyarakat tersebut menyalami Kami sebelum pulang. Beberapa ada yang mengucapkan terimakasih. Bahkan ada yang memeluk Kami.
"terimakasih sudah diajari cara membersihkan itu. Kebetulan anu saya kemarin gatal-gatal. Saya cuci pakai macam-macam sabun jadi tambah sakit, sabun mandi sabun cuci, ternyata sabunnya ada khusus ya Saya pikir sama saja" Aku dengar salah seorang Ibu berbisik bercerita kepada Kiran. Aku tersenyum mendengarnya. Aku melirik Kiran dan memberikannya senyum, Aku benar-benar bangga mendengar ada manfaat dari yang Kita lakukan.
Bapak kepala sekolah mendekati Kami ketika semua masyarakat sudah pulang. Beliau menepuk pundak Kavi dengan bangga. Tatapan beliau menyiratkan kebahagiaan dan kepuasan.
"Saya menerima usulan saudara, saya akan mendatangkan seksolog ke sekolah satu bulan sekali" kabar tersebut adalah kabar paling bahagia. Aku tidak menyangka akan sebegini lega dan bahagia yang kurasakan.
Aku memeluk Kavi dengan erat, Aku benar-benar bangga padanya. Kiran juga ikut memeluk kami berdua. Lalu Juno ikut mempererat pelukan kami. Tidak berapa lama Aku merasa ada seseorang menarik lenganku. Terpaksa Aku keluar dari kungkungan pelukan bersama itu.
"jangan lama-lama" ternayat Bhale yang memisahkan Aku dari pelukan ini. Apa Dia sedang cemburu. Lucu sekali.
"rasanya benar-benar lega, seperti Aku membuang beban berat yang ada di pundak" ucap Kavi dengan antusias.
"Aku juga, seperti baru saja buang air besar yang sangat besar setelah dari kemarin perutku sakit dan susah buang air besar" ucap Juno dengan wajah tanpa dosa. Dia mengucapkan hal menjijikan dengan wajah datar.
"bisa Kau gunakan analogi yang lain saja ?" sergah Kiran.
"eh Aku memang sakit perut dari kemarin, gugup membuatku sakit perut Kau tahu"
Aku mengabaikan mereka dan mendekati Bhale yang tengah sibuk merapikan laptop. "apa Kau ingin dipeluk juga ?"
Dia tidak menjawab, Dia mengabaikanku.
"Aku ingin memelukmu tapi tidak disini" ucapku berbisik tepat di samping telinganya.
Bhale berhenti sesaat, Ia menatapku dengan geram lalu menghela napas kasar. "ayo cepat selesaikan ini dan segera pulang" ucapnya lantang dan ia bergerak lebih cepat dari sebelumnya. "Kau bisa membantuku agar ini selesai dengan cepat dan Aku bisa segera mendapat pelukan itu"
Aku tidak bisa menahan tawaku saat itu juga. Bhale benar benar menyebalkan dan menggemaskan di waktu bersamaan.
.............................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures (Season 2)
RomanceBhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ? What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah...