"aku masih ingat bagaimana Pak Irwan ketika bertemu lagi dengan anaknya" ucapku. Aku baru saja sampai di depan rumah tapi aku enggan untuk turun. Aku masih duduk di mobil Bhale dan bahkan belum melepas sabuk pengaman. Isi kepalaku membayangkan peristiwa Pak Irwan dengan istrinya datang kerumahku untuk menjemput anaknya. Itu adegan yang sangat menyentuh hatiku.
Aku melanjutkan pembicaraanku "Dia terlihat sangat bahagia, seperti menemukan kembali harta berharganya. Dia memeluk dan menciumi anaknya dengan penuh kasih sayang. Aku tahu jelas Pak Irwan seorang yang sangat mencintai anaknya. Dia tipe ayah yang bertanggung jawab"
Bhale melipat kedua tangannya di dada. Dia menatapku dengan serius tapi belum mengucapkan sepatah kata apapun.
"Pak Irwan pasti sosok ayah yang akan memberikan fasilitas terbaik untuk anaknya, dia akan pastikan kehidupan anaknya layak sampai kapanpun"
Sekarang Bhale mengangkat salah satu alis kanannya "lalu ?" tanyanya.
"yaaa, dia pasti ingin anaknya hidup dengan baik, tapi jika sekarang dia merusak alam maka akan hidup seperti apa anaknya nanti ?"
"dia mungkin lupa jika akibatnya juga bisa dirasakan anaknya sendiri" jawab Bhale.
"dunia tanpa hutan, dunia tanpa tumbuhan, dunia penuh sampah, pemanasan global, hujan asam" aku malah menghitung dampak kerusakan alam yang mungkin bisa terjadi di waktu dekat. Dampak seperti itu tidak dirasakan puluhan tahun kedepan tapi tahun depan atau bahkan bulan depan juga sudah bisa dirasakan.
"sudahlah hentikan" Bhale mengusap kepalaku "kita sudah melakukan yang kita mampu. Tidak semua hal menjadi tanggung jawab kita. Setidaknya aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menjagamu dan masa depan kita nanti"
Aku terkejut mendengar apa yang baru saja Bhale ucapkan. Aku menatapnya, perlahan senyumku mengembang. Hatiku menghangat seketika. Tanpa berpikir panjang aku segera melepas sabuk pengaman dan membawa tubuhku mendekat ke arahnya. Aku mencium pipi kirinya dengan gerakan cepat.
"apa ini ?" Bhale yang masih terkejut tiba-tiba menjadi kaku dengan memegangi pipinya.
"aku senang mendengar caramu mengatakan masa depan kita" aku segera membuka pintu mobil dan berjalan cepat masuk ke rumah.
Astaga kenapa suasana hatiku berubah begitu cepat, tadi aku merasa gelisah lalu sekarang aku sangat bahagia.
.................................................................................................
"hei ! pelipismu" pekik Kiran. Ia menunjuk ke salah satu orang yang duduk disampingnya. Aku memiringkan kepala untuk memeriksa apa yang ditunjuk Kiran. Aku terkejut ketika melihat kenyataan itu. segera kucari tisu dari dalam tasku. Kuobrak-abrik isi tasku berusaha menemukan benda tersebut. Aku menariknya asal sebanyak tiga kali dan memberikan kepada perempuan itu.
"ini untuk menghapus darahmu" ucapku ketika menyodorkan tiga helai tisu. Darah yang mengalir memang tidak banyak tapi itu cukup membuat jantung terkejut.
Perempuan berambut pendek dengan kulit sawo matang itu mengucapkan terimakasih dengan senyum. Masih kuperhatikan dengan seksama. Aku takut terjadi hal yang lebih berbahaya. Ini darah dan dia masih bisa tersenyum.
Selama dia sibuk mengusap pelipis mataku malah menjalar memperhatikan lengan dan penampilannya. Dia terlihat tidak seperti perempuan lainnya yang ada di kelas ini, ia tampak seperti orang yang lebih lama berkegiatan di bawah terik matahari. Kulitnya kering dan kusam, berbeda dengan kebanyakan mahasiswi yang sibuk merawat kulit mereka akan terlihat lebih halus dan bersih. Ditambah lagi perempuan ini juga tidak memakai riasan wajah.
"kau yakin kau baik-baik saja ?" tanya Kiran lagi dengan wajah khawatir.
"iya iya, kalian tenang saja" jawabnya
"dia memang anggota menwa, hal seperti itu memang sudah biasa kalian tidak perlu berlebihan" celetuk Beti ikut masuk ke dalam percakapan kita. Aku sempat memberikan tatapan masam karena aku sangat benci suara dia.
"lagi pula apasih yang diharapkan dari menwa, mereka hanya sekumpulan manusia yang gagal masuk angkatan" cibir Beti. Apa sih maksud Beti, tidak ada yang mengganggunya tapi dia malah berkata buruk seperti itu.
"jika tidak ada hal baik yang bisa kau ucapkan sebaiknya diam" aku menghentaknya dengan nada tinggi. Dia memandangku lalu kembali menghadap ke depan.
"abaikan perkataannya" ucapku kepada si perempuan itu. sebenarnya aku sering dengar tentang menwa, aku juga pernah melihat beberapa anggota mereka sedang latihan tapi aku tidak tahu apa sebenarnya menwa dan apa tugasnya.
"Dia benar, aku anggota menwa dan hal seperti ini sudah biasa bagi kami" jawab si perempuan itu tetap dengan senyumnya yang tidak memudar.
Berhubung dosen kami belum juga datang akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya ke perempuan itu mengenai apa tujuan menwa.
"menwa atau kepanjangan dari resimen mahasiswa adalah komponen cadangan pertahanan negara. Kami juga mendapat pelatihan dasar militer" jelasnya.
"waw menarik, apa saja contohnya" tanya Kiran
"penggunaan senjata, taktik pertempuran, terjun payung, bela diri dan masih banyak lain"
"keren juga ya. Jadi kalian tim cadangan, jika misalkan terjadi perang maka ada kemungkinan kalian akan dipanggil untuk turun ke medan perang ?" tanyaku antusias
"ya sepertinya" ucapnya dengan senyum menampilkan barisan gigi-giginya. Aku dan Kiran juga ikut tersenyum ramah. Tapi senyum kami bertiga seketika berhenti ketika melihat darah segar keluar dari hidungnya. Mataku melotot dan Kiran berteriak "DARAH LAGI" Kiran memekik ketakutan. Aku segera berdiri meraih kepala si perempuan itu untuk kudongakkan ke atas. Aku mengambil sebanyak mungkin tisu untuk menyerap darah yang keluar agar tidak berceceran kemana-mana.
Hal ini membuat suasana kelas yang tadinya tenang berubah riuh. Mereka terkejut melihat darah menetes di meja. Aku mendekap kepala perempuan itu dan tentu saja itu membuat bajuku terkena darah.
"Kiran dia pingsan" ucapku pada Kiran. Astaga kenapa Dia pingsan. Aku khawatir telah melakukan penanganan yang salah.
"mini hospital" ucap Kiran. Itu juga yang kupikirkan, kita harus membawanya ke mini hospital campus.
"siapapun tolong angkat dia. TOLONG" teriakku di tengah keriuhan kelas.
Di kelas ini aku hanya bersama dengan Kiran, tidak dengan Juno, Kavi dan Bhale. Jadi aku harus mengandalkan pertolongan orang lain. Beruntungnya ada dua orang temanku yang dengan sigap segera meraih tubuh perempuan yang ada dalam dekapanku. Mereka membawanya keluar kelas. Dengan langkah cepat dan bergegas mereka berlari membelah kerumunan jalanan campus untuk bisa segera sampai ke mini hospital. Satu orang membopong dan satu orang lagi sebagai sirine yang berteriak untuk meminta orang lain memberikan jalan bagi kami.
Kami berpapasan dengan bapak satpam berkumis tebal di tengah jalan, melihat situasi darurat beliau berteriak dengan suara lantang "SEMUA MINGGIR" benar-benar suara yang lantang. Seketika semua orang menepi.
"terimakasih Pak" ucapku sambil berjalan cepat.
Sampai di mini hospital suster segera mengarahkan kami ke sebuah ruangan. Perempuan itu diletakkan di sebuah brangkar.
Selama suster memeriksa, aku menjelaskan kronologinya. Aku sudah berusaha berbicara tenang tapi sepertinya aku kesusahan. Selain panik ditambah aku juga kelelahan setelah berlari-lari.
"tenang, atur napasmu dulu. Dia akan selamat, tidak akan mati saat ini juga" jawab suster itu melihat kepanikanku.
"kalian bisa meminum air mineral di meja saya" ucap suster. Salah satu anak laki-laki yang bertugas sebagai sirine berjalan ke meja suster dan mengambil empat botol air mineral.
Aku sudah lega setelah meneguk beberapa air mineral ini. aku mulai menceritakan mulai kejadian pelipisnya berdarah hingga tiba-tiba dia pingsan ketika mimisan. Aku juga menceritakan bahwa dia mengikuti kegiatan menwa. Sepertinya semua sudah kuceritakan.
Suster meminta kami untuk duduk diluar. Ketika aku dan Kiran duduk, dua anak laki-laki itu meninggalkan kami lebih dulu. Kurasa aku tidak bisa pulang begitu saja sebelum ada orang terdekatnya yang datang dan mengetahui kondisinya.
....................................................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures (Season 2)
RomanceBhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ? What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah...