Aku mengajak Kiran mengunjungi SMP Terpadu sekaligus membawa surat tugas dari kampus. Aku belum pernah berkunjung jadi kupikir Aku akan kesulitan mencari lokasinya. Membawa Kiran adalah ide yang bagus, mungkin saja Aku tersesat di jalan. Kita tidak pernah tahu hal buruk yang akan terjadi kan, salah peta, ban bocor, atau ketinggalan dompet.
Karena Juno tidak ada kegiatan jadi Dia ikut juga dengan Kami. Juno menawarkan bantuan untuk membawa mobilnya dan bersedia menjadi supir Kami. Tentu saja dengan senang hati Aku tidak menolak tawaran itu.
Pagi hari Juno sudah menjemputku lalu kami menuju rumah Kiran. Kami mengikuti arahan dari aplikasi peta, karena semua diantara Kami tidak ada yang tahu lokasi yang dituju. Perjalanan Kami mengarah ke wilayah yang jauh dari kota, masuk ke area pegunungan dan hampir pedalaman. Jalanan sepi, pohon-pohon hijau yang rindang menghiasi tepi jalan. Dengan hati-hati Juno mengendarai mobil karena jalur yang kita lewati sangat berkelok dan banyak tebing curam.
Kaca jendela mobil kubuka karena Aku ingin menikmati sejuknya udara pegunungan. Begitu angin perlahan masuk dan menyapu wajahku rasanya sangat menyegarkan, lebih segar dari udara AC mobil.
"Lokasi sekolahmu jauh juga ya" celetuk Kiran dari kursi belakang yang juga sudah membuka kaca jendela. Aku tidak menjawab hanya tersenyum kecil.
Ini bukan masalah, setidaknya Aku suka suasananya. Tapi perihal jarak yang ditempuh, ini memakan banyak waktu dan tenaga, Aku harus ekstra berjuang.
Beberapa warga sekitar tampak berjalan di tepi membawa hasil bumi. Mereka mengenakan topi capil tradisional dan dipunggungnya diikat sebuah wadah yang berisi buah dan sayur. Ada juga yang tidak membawa wadah tapi langsung mengikatkan tanaman ke punggung mereka dengan sebuah tali. Aku menyapa memberikan senyuman. Mereka pun membalasku dengan menunduk dan tersenyum ramah. Aku sangat suka suasana seperti ini. Meskipun di tempat yang jauh dan tidak saling kenal tapi melihat keramahan mereka Aku tidak merasa asing dan canggung.
"eh ada yang panen durian" teriak Kiran.
"Jun mundur mundur ini penting, mundur" Kiran menepuk nepuk pundak Juno. Ia sangat memaksa dan membuat Juno tidak ada pilihan lain. Juno memundurkan mobil perlahan.
Kiran segera keluar dari mobil dan berlari mendekati dua orang bapak-bapak dengan banyak durian tergeletak diatas rumput. Aku menyusulnya karena penasaran.
"apa yang akan Kau lakukan" bisikku kepada Kiran yang sedang berbinar memperhatikan durian.
"katanya kalau beli di pemilik pohonnya langsung bisa murah" jawab Kiran. Kiran mendekati si Bapak yang sibuk memunguti durian.
"Pak sedang panen ya ?" tanya Kiran.
"iya Mba sedang mengumpulkan durian yang jatuh"
"apa boleh saya beli Pak ?"
"makan saja kalau mau, ini kebun saya pribadi, silahkan" salah satu Bapak membukakan durian untuk Kami. Kiran yang dengan semangat ingin mendekat segera kutahan
"jangan, beli saja tidak sopan" Aku tidak tega jika beliau memberikannya secara cuma-cuma mengingat di kota harganya sangat amat mahal.
Kiran mengangguk setuju.
"Kami beli saja Pak, berapa harganya. Tidak enak jika dikasih begitu saja, hehe"
"waah begitu ya, padahal saya tidak keberatan. Kalau begitu sepuluh ribu saja silahkan dipilih mau yang mana?"
Aku dan Kiran terkejut mendengar nominal itu, sangat jauh dari yang biasa kami beli. Terlebih durian disini memiliki ukuran besar. Apa beliau serius menjualnya dengan harga semurah itu. Jika ke supermarket bisa sampai dua ratus ribu ini.
"Pak itu terlalu murah. Di kota bisa sampai ratusan ribu"
"iya Saya tau mbak itu dikota kan bawanya susah, lagipula ini kebun saya sendiri dan tidak perlu repot mengantar jadi harga segitu sepertinya cukup bagi saya"
"bagaimana kalau lima puluh ribu saja"
"wah mbaa"
"kalau mau Rp 50.000 saya beli banyak Pak kalau tidak saya marah"
"walah mba" jawab Bapak yang satunya dengan menggaruk kepala, mungkin beliau merasa tidak enak mengecewakan orang lain.
Juno menarik lenganku, dan merangkul pundak Kiran. Ia berada di tengah kami "biasanya orang nawar itu lebih murah ini kok lebih mahal"
Aku dan Kiran hanya bisa tertawa cekikikan.
"baiklah Mba terserah saja. Silahkan dipilih biar saya buka dan silahkan dicicipi jika tidak manis ditukar saja" akhirnya Bapak itu mengalah.
Kiran sibuk memilih buah durian yang besar. Ia memilih 7 buah durian sedangkan aku hanya memilih dua dengan ukuran super besar. Setelah dibuka sedikit dan dicicipi juga, rasanya sangat manis. Juno membantu kedua Bapak tersebut membawakan durian ke dalam mobil.
Sisa dua durian yang belum masuk "sepertinya tidak muat, kau harus merelakan milikmu itu Kiran" ucap Juno. Kebetulan yang tidak bisa muat adalah milih Kiran.
Kiran memberikan tatapan kecewa "yaaah"
"lima juga sudah banyak" ucap Juno dan segera menutup mobil tidak mempedulikan Kiran yang terus merengek.
"sudah sekarang bayar sana" hardik Juno tetap tidak mempedulikan Kiran.
......................................................
Mobil Juno masuk ke area sekolah, Aku sudah memastikan nama sekolahnya di depan tadi dan sudah benar. Halamannya tidak terlalu luas. Ada lapangan di tengah dengan rumput hijau dan segar. Aku tidak tahu itu lapangan apa karena tidak ada net maupun gawang. Bangunan sekolah terlihat masih bagus meskipun sudah tua dengan tanda warna cat yang sudah memudar. Daun pintu dan jendela kelas berwarna coklat muda. Banyak pohon di berbagai sudut membuat suasana sejuk terasa begitu kuat.
Ketika mobil kami masuk, hal itu menyita perhatian banyak orang. Beberapa siswa bahkan melihat dari jendela dan mengabaikan guru mereka yang tengah mengajar. Sesekali terdengar kegaduhan mereka membicarakan kami. Sekali lagi kutekankan guru mereka masih ada di kelas dan mereka seperti mengabaikan itu. Bisa kuperkirakan masalah apa yang terjadi di lingkungan pendidikan ini.
Kami berjalan menyusuri kelas mencari ruang guru, untuk menyerahkan surat tugas dari kampus.
"dimana ruang gurunya, atau ruang TU ?" Keluh Kiran dengan pertanyaan retoris pada Kita, karena Kita juga sama tidak tahu.
"Aku merasa seperti selebriti, semua mata tertuju padaku" Juno tertawa renyah menikmati kehebohan ini.
Ada seorang guru berjalan dari arah berlawanan.
"wah cakep juga" bisik Kiran ketika melihat guru itu semakin mendekat. Guru laki-laki itu memakai seragam coklat dan membawa tas jinjing. Kulitnya bersih dan putih dengan rambut rapi. Badannya tinggi dan tegap terlihat tegas dan berwibawa. Jika diperhatikan mirip Edward Cullen dengan mata coklat versi lokal. Benar-benar mirip.
"apa Aku sudah mirip Isabella Swan, karena dia akan menjadi Edward ku" Kiran merapikan rambutnya. Aku terkekeh melihat tingkahnya.
"Pak maaf" ketika jarak Kami sudah sangat dekat Aku memberhentikan beliau.
"saya Elee, Saya boleh tahu diamana lokasi ruang guru"
"silahkan lurus saja lalu belok kanan sedikit"
"terimakasih, dan ini teman saya Kiran, sepertinya dia ingin bicara dengan Bapak karena tertarik dengan Anda" Aku segera berjalan lebih cepat sambil menahan senyum.
"permisi Pak" ucap Kiran dan langsung menyusulku. Dia meremas lenganku.
"aku benci Kau, anakmu, dan anak dari anakmu aku benci" ucap Kiran dengan sangat kesal. Aku tidak bisa menahan tawaku lagi. Aku sudah memberikannya kesempatan tapi Dia malah marah.
"hahaha benci tuju turunan" ucap Juno juga ikut terbahak.
.........................................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures (Season 2)
RomanceBhale : bagaimana maksutnya, bisa Aku melakukan panggilan video, Aku ingin melihat marmutnya secara langsung ? What the, Bhale akan menelfonku, astaga Aku harus merapikan rambut dan riasanku. Aku berlari ke meja rias dan menyisir rambutku yang sudah...