7

54.4K 5.2K 29
                                    

" Ingin mengatakan pada mereka, bayi besar juga tidak masalah. "

" Ingin jalan-jalan? " tawar Kei pada Raven yang sudah duduk di kursi belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Ingin jalan-jalan? " tawar Kei pada Raven yang sudah duduk di kursi belakang. Bocah itu terheran.

" Kakak, gak sekolah? " mencondongkan badan, menatap Kai dan Kei secara bergantian di kursi depan.

" Libur." Niat Kai yang hendak melajukan mobil, terurungkan tepat saat maniknya menangkap jelas raut sendu Raven yang terpantul di kaca mobil.

" Kenapa gak marah... " lirihnya tertunduk dalam berhasil membuat mereka menoleh ke arahnya.

" Apa alasannya? " Kei mulai tertarik dengan cuitan Raven.

" Raven, tiba-tiba jadi anak ayah tanpa persetujuan Kakak, Raven juga kayak anak kecil di depan ayah. Gak kesal sama Raven, gitu? " suaranya bergetar dengan senyum pilu yang terus terpajang. Wajahnya terangkat menatap kedua putra pewaris kandung Arthur. Raven hanya ingin melontarkan keraguannya sekarang.

" Bukan anak kecil tapi bayi, " celetuk Kai dingin membuat Raven yang sedih termakan emosi. 

" Gue bukan bayi! " tegasnya dengan LAKIK!

" Jangan gunakan bahasa gaul, " sambung Kai. Sedikit berbalik, tangannya terulur menepuk - nepuk rambut halus Raven.

" Ooh, oke. " pipi Raven memerah karna malu, atmosfer canggung menyapa.

" Kami menerimamu, bertingkahlah sesuai dirimu. "

Kei tersenyum pada Raven. Mendengar perkataan dan juga perlakuan tulus kedua putra Arthur. Raven tanpa sadar menjatuhkan air matanya. Ia kontan menghapus kasar dengan hati berkecamuk. Bunyi sesengukan semakin terdengar. Keizo keluar dari mobil lalu pindah ke samping Raven. Dipeluknya tubuh yang terlalu banyak memendam beban besar seorang diri.

" Kakak." tangisan pecah mendominasi, memeluk Kei dengan erat. Kai melajukan mobil dengan stabil, tersenyum tipis merasa beruntung Raven datang di keluarga mereka. Bocah itu membuat keluarganya mengenal rasa hangat yang hampir tertelan masa.

" Tidur? " tanya Kai melirik kaca hanya dibalas anggukkan singkat dari Kei. Beberapa menit Raven tertidur dalam dekapan Kei yang tak henti mengelus pipi dinginnya.

" Bukankah terlalu cepat untuk pulang? " seru Kei balik melihat kedua mata Kai lewat kaca.

" Aku tidak berniat melewati jalan pulang, " balas Kaizel disertai seringaian.

.
.

" Silahkan Tuan, untuk ukuran siapa? " tawar seorang wanita cantik yang bekerja dibutik mewah.

" Bungkuskan semua pakaian yang cocok untuk Adikku. " ujar Kei memperlihatkan Raven yang tengah tertidur dalam gendongannya. Sejak memasuki toko para customer memekik gemas melihat kakak beradik itu. Wajah Raven memang nampak, namun posenya begitu lucu. Di mana menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Keizo.

Para wanita remaja sepanjang jalan menatap kagum dengan aura tampan berbau uang disekitar De Lerion. Raven bergeliat merasa terganggu dengan suara disekelilingnya. Kai menatap  tajam para lintah yang menjerit terobsesi pada brondong kaya. Mereka bungkam lalu membuang muka.

" Kakak," suara seraknya begitu imut sembari mengucek matanya. Raven mendongak menatap Kai dan Kei.
Semua pekerja serta pelanggan dibuat terkesima melihat paras Raven yang ternyata jauh lebih imut dibandingkan kedua pawangnya. Jantung mereka berdegup kencang.

" Masih ngantuk? " tanya Kai dibalas anggukan oleh Raven. Bocah itu berusaha menggapai merentangkan tangannya. meminta digendong oleh kakak tertua.

Kai mengambil alih tubuh kecil Raven. Kei yang merasa sedikit kecewa mengelus punggung sempit Raven agar adiknya itu kembali tidur. Adegan manis keluarga mereka mengundang pekikan semua orang. Begitu langkanya pertunjukan gratis ini.

" Ngapain? " Raven menidurkan kepalanya di bahu tegap Kai.

" Membeli pakaianmu. " Kei berjalan ke arah kasir, membayar semua baju yang telah dibungkus. Raven melihat toko yang mereka datangi adalah toko ternama.

' Orang kaya mah bebas emang, ' batinnya.

" Raven lapar, " cicitnya kembali menutup mata.

" Raven." Kai menepuk pelan pipinya dan berhasil membuat sang empu terbangun.

" Ya? " lirihnya berada di pangkuan Kai. Mereka sekarang berada disalah satu resto Korean Food. Raven membelalakkan mata , sarafnya dengan cepat mengirim sinyal ke otak kecil bahwa ada makanan disekitarnya.

" Makan. " titah Kai mendudukkan bocah itu dikursi tengah tepat diapit kedua titannya. Maniknya berbinar menatap ramen pedas dihadapannya. Tangan kecilnya bergerak sigap berniat menarik mangkuk ramen tersebut namun segera dicekal langsung oleh Kei.

" Bukan itu, ini." Kei mendorong satu mangkuk Mushroom Shoup pada si bungsu.

" Raven mau yang itu bukan ini." Raven mendorong mangkuk sop dengan wajah tak selera. Kai melihat wajah sedih Raven. Hatinya tergerak memberikan satu mangkuk Ramen dengan kadar kepedasan rendah di bawah ramen yang ditunjuk tadi. Raven tersenyum lebar mengangguk cepat langsung melahap dengan nikmat hidangan itu.

' Indomie emang gak pernah terkalahkan.'

Raven masih tak bisa menggeser posisi Indomie di hatinya.

Cekrek!

Kai dan Kei tersentak ketika suara shutter kamera terdengar. Mereka berdua bertatapan seolah paham dengan keadaan.

" Kewnapa? " tanya Raven dengan mulut penuh berisi makanan. Pipinya gembung dengan lucu.

" Tidak ada. Makanlah perlahan, " Kei mengusap bibir Raven yang terkena kuah.

" Aku ke toilet sebentar. " Kai bangkit dari kursinya meninggalkan mereka.
.
.

Buagh!

" Siapa yang menyuruhmu." suara bariton Kaizel meredam keheningan di tangga darurat. Ditodongkannya revolver miliknya tepat pada sisi belakang kepala seorang lelaki berkumis yang sedari tadi menguntit mereka. Lelaki itu mengangkat kedua tangannya dengan pasrah. Tubuhnya bergetar ketakutan seolah tau siapa lawannya sekarang.

" Aku, aku hanya fotografer biasa! Seseorang membayarku untuk foto bocah yang bersamamu, Tuan! " Ia gelagapan memberitahu segalanya.

" Siapa dalangnya? " mata Kai memerah menahan emosi, kokangan terdengar semakin membuat lelaki itu bersujud di hadapan.

" Ampun! Ampun, Tuan! Aciel Dixon! " pekiknya refleks mengantukkan kepala ke lantai. Begitu menakutkan putra Kaizel De Lerion yang sudah terbiasa dengan latihannya. Bahkan di umur muda dengan profesional mengintimidasi orang.

" Berikan SD cardnya. " titah Kai langsung dipatuhi oleh lelaki tersebut. Tanpa belas kasihan Kai menendang perut lelaki itu, melirik sekilas mencetuskan ancaman sebelum pergi keluar.

" Aku menandaimu. " sosok hama itu akan selalu diingat dan dipantau gerak-geriknya dengan mudah oleh keluarga de Lerion.

__________________SELESAI________________

RAVEN [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang