28

30.1K 3.4K 250
                                    


" Benar ternyata...
Yang baik belum tentu nyaman "

Ruangan dengan pecahayaan remang ini adalah tempat Raven berdiri sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan dengan pecahayaan remang ini adalah tempat Raven berdiri sekarang. Sudah berapa kali salivanya ditelan kasar sekedar memudarkan rasa gemetar. Tubuhnya kaku, tepat wajah asing para anak buah Faren menyambutnya seolah tak senang. Terutama, aura dominan Faren yang begitu kental. Lelaki itu duduk bersandar menyilangkan kaki jenjangnya.

Pandangan Raven terkunci pada nikotin membara yang meleraikan asapnya. Hirupan dan hembusan Faren akan nikotin itu membuat Raven menyeletuk tiba-tiba, " papa, jangan merokok. " Cicitan itu terdengar jernih di telinga mereka, namun tak ada respon juga. Kebiasaan Raven yang selalu memperingati sosok ayah di sana ternyata belum hilang juga.

Ah, lagi-lagi Arthur, begitu pikirannya berbicara. Melirik netra datar Faren yang sempat menatapnya hangat beberapa jam yang lalu. Sial, seorang pimpinan para penjaga itu kini menatapnya bagai musuh yang harus segera dimusnahkan. Menunduk, tak kuasa menahan tekanan keberadaan Faren. Apalagi, revolver hitam kilat yang ada di samping papa.

" Lakukan sekarang," menghancurkan tandas puntung rokok di atas asbak keramik. Faren melepaskan sebuah titah pada bawahannya. Raven mendelik tatkala kedua pria dewasa dengan badan tegapnya mengikis jarak dengannya. Langkah mundur Raven juga terblokir oleh dada bidang penjaga lain.

" Om, mau ngapain?! Raven aduin ke Papa kalau Om jahatin Raven! Lepas, gak! Papa, tangan Raven sakit! " cengkraman kuat di pergelangan tangannya begitu terasa. Sarung tinju yang dipakaikan paksa oleh mereka membuat Raven melotot tak percaya, serta reaksi Faren yang acuh padanya. 

" Raven gak mau! " tubuhnya memberontak, menendang-nendang pria di sekitarnya dengan brutal. Namun, pergerakannya terkunci sempurna oleh tangan kekar mereka. Netranya memanas sebab rasa takut yang semakin membuncah. Sudut bibir yang berkedut melukiskan senyum lega ketika Faren menghampirinya.

" Papa, Rav--"

" Diam, kau terlalu bising. " Rasa lega yang sedikit tadi kontan sirna setelah Faren mencengkram dagunya. Tatapan dingin dengan suara rendah Faren membuat Raven benar-benar bungkam. Pipinya yang masih berdenyut terasa semakin ngilu sebab Faren meremasnya. 

" Latihanmu dimulai sekarang. Bukan menembak, melainkan adu tinju dengan salah satu anak buahku. " Faren menolehkan paksa wajahnya ke samping, di mana satu pria dewasa sudah bersiap di atas ring. Gelengan ribut Raven berikan, menolak perintah papa yang mungkin akan memakan nyawanya. Tubuhnya yang kurus ini tak sebanding dengan titan itu.

Faren dengan egonya tak menerima penolakan dari siapa-siapa, bahkan kelinci manis yang sudah meletakkan kecewa padanya. Tangannya menghempaskan kasar Raven agar masuk ke dalam area main. Tubuh Raven terbentur kuat dengan ringisan kecil dari bilah bibirnya. Satu teriakan menjadi bukti bahwa pertandingan itu akan dimulai sekarang.

Pencahayaan difokuskan pada arena, diikuti bel singkat yang berbunyi setelah Faren menuturkan titahnya. Sang lawan kian mengambil posisi, tidak dengan Raven yang masih terduduk diam memandang ekspresi paman di hadapannya ini. Seram, Raven takut.

RAVEN [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang