" Perlakuan baik belum tentu sayang... "
.
.Bocah itu kian tertidur dengan posisi memeluk Arthur bak gulingnya. Kaki pendeknya, tak segan Ia letakkan diatas tubuh sang Ayah. Satu tetes air mata berhasil lolos dari keangkuhannya. Seringaian terpatri di wajah dingin Arthur. Ia menyingkirkan tangannya dari wajah.
Netra beriris coklat gelap kian terbuka, dengan kesadaran yang sedari tadi terjaga.
Mulai ketika bayi besarnya datang. Lelaki bengis ini hanya menutup mata. Setia mendengarkan setiap ocehan putra bungsunya. Menerima perlakuan lembut dari Raven yang mengatakannya ' masih kecil '."Apa aku sudah berhasil menjadi baik.. Hane.. "
Lirihnya menyebut nama sosok istri tercinta. Ia bergerak mundur dengan pelan, agar tak membangunkan bayinya. Bersandar dikepala ranjang, mengelus surai hitam Raven diatas dadanya.
" Bukan mereka...tapi aku. Membuat mereka terluka bahkan mati..." senyum pilu terlukis indah.
" Aku bukan pecandu rokok seperti yang kau bayangkan. "
Kebiasaan Arthur telah dilihat oleh sang Anak. Khusus hari kematian sang istri, tepat jatuhnya malam ini. Lelaki itu selalu mengamuk, membabi buta membunuh mangsanya. Pulang membawa aroma darah musuh yang melekat ditubuhnya, melupakan gejolak emosi dengan minuman memabukkan.
Melampiaskan pada barang-barang disekelilingnya. Sialnya, malam ini Ia lupa mengunci pintu. Saat suara Raven terdengar, tubuh Arthur membeku diatas ranjang. Hanya memilih mendengarkan keluh kesah sang Anak, tentang apa yang dilihatnya sekarang. Hatinya rapuh ketika Raven menangis mengkhawatirkan sosok bejat sepertinya.
Manusia yang tak pantas dikatakan Ayah oleh putra kandungnya. Malah dijadikan sandaran perisai oleh bayi besar tak sedarah. Pertahanannya runtuh ketika Raven mencium pipinya.
Satu tetes air mata menjadi saksi bisu, dirinya benar-benar menyayangi bocah tengil yang kini bergelut dalam mimpi. Berjanji menjadi sosok baymax untuk Raven, hiro kecil didunia nyata...
CUP! CUP!
" Bos kecilku buah hatiku "
Arthur mengecup kedua pipi Raven. Mengangkat tubuh putra bungsunya menuju kamar seharusnya. Malam ini, Arthur tak ingin Anaknya tidur dengan sosok haus darah yang begitu kotor.
" Sayang sekali... Kau harus tetap bersekolah disana... "
Menampilkan seringaian tipis andalannya. Menarik selimut sebatas dada Raven. Ia letakkan boneka empuk disamping sang Anak, sekalian mematikan lampu tidur berjalan keluar membersihkan tubuh dikamarnya.
Tak lupa memajang figura kecil didalam kaca, hironya tidak boleh terluka...
.
." Raven gak mau sekolah! "
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [ ✔ ]
Teen Fiction[ BELUM TAHAP REVISI ] • Kisah dirinya yang tidak diharapkan oleh keluarga kandung... " Jika aku tau kau akan besar menjadi berandalan bodoh tak berguna, seharusnya aku menggugurkanmu. " ' Gue tau... gue beban. Berusaha semaksimal mungkin juga baka...