23. Perdebatan

261 116 116
                                    

HAPPY READING!❤

oOo

Hembusan angin menerbangkan helai rambut Zetta yang sedang berjalan di koridor lantai tiga. Zetta melangkahkan kakinya memasuki kelasnya. Gadis itu menghampiri tempat duduknya yang sudah ada Nina dan juga ketiga sahabatnya.

"Gimana hubungan lo sama Alvin, Zet? Udah ada perubahan?" tanya Diva.

Zetta menggeleng pelan. Gadis itu menatap jam tangan di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 06.00. Zetta sengaja berangkat pagi agar dia tidak bertemu Alvin saat memasuki sekolah.

Zetta tidak bermaksud menghindar dari Alvin. Hanya saja, jika dia bertemu Alvin. Mereka pasti akan canggung. Zetta sedang tidak ingin merasakan kecanggungan di pagi yang cerah ini.

"Jadi, sekarang gimana?" tanya Nina yang duduk di sebelah Zetta.

Zetta mengerutkan keningnya. "Apanya?"

"Apa lo bakal ngelakuin cara yang sama kayak waktu lo berusaha deket lagi sama Revan?"

"Enggak. Masalahnya beda, Nin. Gue nggak akan ngulangin kesalahan lagi," jelas Zetta.

"Terserah lo deh," balas Nina ketus.

Zetta memandang Nina bingung. "Lo kenapa?"

"Kenapa emang? Jadi, gue harus gimana? Lo mau minta tolong apa ke gue?"

"Lo ngomong apa sih, Nin?" tanya Zetta kesal.

Nina berdiri dari duduknya, lalu mengembuskan napasnya kasar. "Lo tau nggak sih, Zet? Lo itu egois! Lo bilang kita berempat sahabat. Tapi, lo malah memperlakukan kita kayak babu lo yang harus nolongin semua masalah lo!"

Zetta berdiri dari duduknya. Gadis itu memandang ketiga sahabatnya yang juga ikut berdiri. "Gue nggak pernah sama sekali anggep kalian babu. Kalian itu sahabat gue!"

"Oh, ya? Sekarang bilang sama gue. Sherly curhat apa aja tentang masalahnya ke lo? Diva juga curhat apa aja ke lo? Lo nggak pernah dengerin curhat mereka. Tapi, kita yang selalu dengerin curhatan lo, Zetta."

"Nina, gua rasa kita nggak perlu debat masalah ini," ucap Diva.

"Diem, Diva! Gue mau dia mikir sedikit."

Zetta bergeming di tempatnya. Selama ini, Zetta memang tidak pernah bertanya tentang masalah sahabatnya. Justru, gadis itu yang selalu menceritakan permasalahannya kepada ketiganya.

"Maaf," ujar Zetta.

Nina menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Enak banget jadi lo. Saat lo udah sadar kesalahan lo. Dan, lo cuma bilang 'maaf'?"

Zetta menghela napasnya lelah. "Terus gue harus apa?"

"Masih tanya lo harus apa? Lo itu nggak pantes sahabatan sama kita, Zetta! Lo egois! Lo cuma mikirin diri lo sendiri!" seru Nina.

"Nina, lo ngomong apa sih?" tegur Sherly.

Nina menatap Sherly kesal. "Sher, kalo kita cuma diem. Dia nggak akan pernah tau kalo dia egois!"

Prok! Prok! Prok!

Suara tepuk tangan seseorang membuat perhatian keempat gadis itu teralihkan. Ternyata, tepuk tangan tadi berasal dari seorang gadis yang baru saja memasuki kelasnya.

"Pertunjukan yang keren. Yang satu egois. Dan, yang satunya nggak tau diri," ucap Amora yang baru saja datang memasuki kelas bersama Nayla.

"Amora, jangan ikut campur," ujar Zetta.

SHAMBLES (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang