31. Kecewa

234 104 146
                                    

HAPPY READING!❤

oOo

Alvin melangkahkan kakinya keluar dari lift. Cowok itu membolos karena hari ini banyak jam kosong di kelasnya dan memutuskan untuk pergi ke perusahaan properti milik keluarga pacarnya.

Cowok dengan seragam putih abu-abu yang sengaja dikeluarkan itu mengetuk pintu, lalu membukanya dan melangkahkan kakinya masuk menghampiri pria paruh baya yang sedang duduk di kursinya.

"Kenapa nggak merapihkan penampilan kamu sebelum bertemu dengan saya?" tanya Reano.

Alvin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Tapi, Om. Kita bukan mau rapat, kan. Ini cuma pertemuan biasa."

"Duduk."

Alvin duduk di kursi yang berhadapan dengan Reano.

Reano melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 13.20 siang, lalu menatap remaja di depannya bingung. "Kamu bolos sekolah? Lalu, kenapa kamu datang ke sini?"

"Kemarin Lay bolos sekolah. Dia baik-baik aja kan, Om?" tanya Alvin.

"Kenapa kamu nggak bertanya sendiri ke putri saya?"

Alvin menghela napas lelah. "Hari ini, saya nggak bisa ngobrol sama Lay. Dia kayak ngehindar dari saya."

"Itu karena kamu salah," Reano memperbaiki posisi duduknya. "Beri tahu siapa diri kamu dulu. Setelah itu, kamu beri tahu putri saya tentang siapa nama pendonornya."

"Saya nggak ada bukti untuk buat Lay percaya, kalau cowok itu adalah saya. Saya nggak mau Lay anggap saya berbohong cuma untuk memperbaiki hubungan ini."

"Kamu nggak punya bukti sama sekali?" tanya Reano.

"Lay pernah kasih saya sebuah kalung. Tapi, kalung itu hilang."

Reano mengembuskan napas kasar. "Jaga kalung saja nggak bisa. Bagaimana kamu bisa menjaga putri saya?"

"Saya pasti akan segera menemukan kalungnya. Dan, saya janji akan menjaga Lay sekaligus memberi dia kebahagiaan," jelas Alvin.

"Saya nggak butuh janji. Saya cuma butuh bukti. Buktikan kepada saya kalau kamu bisa menjaga putri saya sekaligus memberinya kebahagiaan."

"Saya akan buktikan," Alvin berdiri dari duduknya. "Om harus tau, kalau saya sangat mencintai Lay."

Reano menarik senyumnya, kemudian mengangguk pelan.

"Saya permisi," pamit Alvin.

Reano memandang Alvin yang sudah keluar dari ruangannya. Pria itu sangat yakin, jika Alvin adalah cowok yang tepat untuk putrinya.

***

Alvin berjalan di atas jalan setapak yang membelah makam. Setelah pulang dari perusahaan keluarga Adela, cowok itu pergi ke toko bunga dan membeli bunga mawar berwarna kuning untuk Azusa.

Alvin dapat melihat kedua orang tua Azusa dan adik perempuannya sedang membacakan doa di makam Azusa. Cowok itu melangkahkan kakinya mendekati ketiganya.

Maria menoleh ke arah Alvin, lalu berdiri dari posisi jongkoknya. "Alvin, kamu udah datang?"

Alvin hanya mengangguk pelan.

"Kenapa kemarin nggak ikut Melva sama Bryan ke rumah Tante? Masih belum akur sama Bryan?" tanya Maria.

"Bukan, Tante. Belakangan ini Alvin sibuk. Tapi, sekarang Alvin sama Bryan udah akur kok."

"Bagus kalau gitu. Tante pulang, ya, karena cuacanya mendung. Mungkin sebentar lagi turun hujan," ucap Maria, lalu mengajak suami dan putri bungsunya untuk meninggalkan makam sebelum hujan turun.

SHAMBLES (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang