28. Pendonor

236 106 126
                                    

HAPPY READING!❤

oOo

Dua orang gadis dengan seragam putih abu-abu sedang berdebat di sekitar gudang yang berada di lantai tiga. Amora yang kesal dengan Nina langsung menjambak rambut Nina secara kasar, karena Nina telah membantu seorang adik kelas yang akan menjadi korban dari labrakan Amora.

"Lo berani ngelawan gue, hah?! Lo nggak tau gue siapa?!" bentak Amora.

"Lepasin, Amora! Gue tau, lo itu cuma anak Wali Kota yang manja dan semua permintaan lo harus diturutin," Nina menatap Amora seraya tersenyum sinis. "Denger, ya. Tanpa jabatan bokap lo, lo itu bukan siapa-siapa di sini, Amora!"

Amora yang sangat kesal dengan ucapan Nina langsung mengangkat tangan kanannya, bersiap-siap untuk menampar pipi Nina. Tetapi, seseorang menahan tangan Amora yang akan menampar Nina.

Amora menatap ke arah gadis yang sedang menahan pergelangan tangannya. Ternyata, dia adalah Adela yang kini sedang menatapnya dengan tatapan marah.

"Jangan pernah lo berani tampar sahabat gue!" tegas Adela. Gadis itu mencengkeram pergelangan tangan Amora, lalu menghempaskannya secara kasar.

Amora mengegangi pergelangan tangan kanannya, lalu menatap Adela kesal. "Lo masih tetep belain dia? Lo tau, kan? Nina udah nggak anggep lo sahabat lagi. Jadi, lo nggak perlu nolongin dia!"

"Walaupun Nina nggak anggep gue sahabat. Tapi, selamanya gue bakal tetep anggep Nina sahabat gue," balas Adela, lalu menggandeng tangan Nina dan menariknya untuk meninggalkan Amora yang kini sedang mengumpati Adela dan Nina.

"Adela, berhenti di sini," ucap Nina ketika keduanya baru sampai di depan kelas 12 IPS 1.

Adela hanya diam seraya memandang Nina yang sedang memegang kedua tangannya.

"Maafin gue, Adela. Beberapa hari yang lalu, gue bersikap kasar sama lo," ujar Nina pelan.

"Enggak papa, Nina. Gue paham keadaan lo saat itu. Maaf, karena gue egois."

Nina menggeleng cepat. "Enggak, Adela. Lo nggak perlu minta maaf. Kita sama-sama egois. Harusnya gue ngerti, kalo waktu itu lo juga punya masalah sendiri."

"Kita sama-sama salah dan kita harus saling memaafkan," ujar Adela.

Nina mengangguk setuju. "Makasih karena nolongin gue dari Amora. Dan, makasih juga karena bokap lo udah beri pekerjaan buat bokap gue sekaligus tebus biaya penyitaan rumah gue."

Adela telah menceritakan tentang masalah keluarga Nina kepada Daddy-nya. Dan, Reano memutuskan untuk merekrut Ayah Nina sebagai Direktur Pemasaran di perusahaan propertinya.

Adela mengembangkan senyumnya. "Dalam persahabatan, mereka harus saling membantu satu sama lain."

Nina ikut menarik senyumnya. Lalu memeluk Adela dan Adela membalas pelukan sahabatnya itu.

***

Melva melangkahkan kakinya keluar dari gerbang sekolah untuk menemui seorang cowok yang sudah menunggunya di depan gerbang.

"Lo serius, Mel?" tanya Bryan.

Melva mengangguk yakin. "Mungkin satu atau dua hari lagi, gue bakal ungkapin perasaan gue."

Bryan tersenyum sinis. "Gue jamin setelah itu persahabatan lo sama Alvin bakal hancur."

"Lo nggak percaya sama gue? Liat aja, gue pasti bisa dapetin Alvin."

"Percaya diri itu bagus. Tapi, sadar diri juga perlu. Alvin udah punya Adela. Dia nggak mungkin peduli sama perasaan lo," ujar Bryan.

Melva menatap Bryan kesal. "Bry, lo sahabat gue. Harusnya lo dukung gue dong."

SHAMBLES (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang