"Aku baru sadar kita tidak pernah mengambil foto bersama?" Bulu mata merosot ketika arah pandang berfokus pada layar kamera Leica M10 milik Jennie. Kamera seharga mobil itu tidak sepenuhnya layar sentuh, tombol selanjutya selalu dia tekan mengganti gambar dari kanan ke kiri. "Maksudnya disini, setelah menginjakkan kaki di Italia. Aku hanya punya foto sunset, air laut, lumba-lumba, pepohonan."Lelaki yang sedang duduk di sebrangnya ini sedang memiliki teman pahit yang ia baru ambil dari meja barista, kopi double expresso yang siap membuka matanya sampai mendarat di Korea kelak. Di balik bulu mata, irisnya sedang menatap kosong ke arah kamera Leica milik Jennie.
Clik!
Matanya menerjab beberapa kali walaupun cuma suara tanpa flash. "Kau memfoto-ku?"
"Just incase, siapa tahu bisa ku print dan tempel di jidat." Dia menahan tawa saat Yoongi mendelik karna di dalam galeri Leicanya ia belum siap.
"Not bad tho." Jennie memberi kameranya ke arah pria itu, dari posisi ia duduk di atas koper dia melaju ke arahnya sampai berhenti di sebelah, masih duduk di atas koper. "Jangan di hapus." Dia memperingati.
"Tidak akan." Gunggamannya terdengar sederhana ketika jarinya lelaki itu mencoba mengatur iso. Lalu tangannya naik beberapa inci seperti sedang memposisikan kameranya. "Coba berdiri disana." Min menunjukan arah menggunakan dagunya.
Sewaktu Jennie berpose di tempat, bunyi klik terdengar beberapa kali. Yoongi memotretnya dengan kamera nyaris seharga mobil itu dengan passion, membuat Jennie mengeluarkan talenta berpose layaknya model majalah.
"Kau terlahir berbakat, mau mencoba jadi muse-ku noona manis?" Ia memperlihatkan apa yang ditangkap. Yoongi selalu belajar cara menggunakan kamera sampai ia tidak amatir tapi Jennie punya segudang bakat, jika ia pun tetap amatiran pun hasilnya akan selalu sempurna oleh bakat gadis itu.
"Bukannya aku memang muse mu ya? Kau menjadi lebih banyak menulis lagu karna ku." Sampai Jennie mengatakan itu ia tak bisa berkata apapun karena kenyataannya memang benar, sudah pernah mengatakan itu juga kepada gadisnya. Kehadiran Jennie di sekelilingnya membuat dunia yang ia tuju terhenti untuk gadis itu, melihat hanya untuk gadis itu sebagai inspirasi juga aspirasi. Yoongi sudah tidak pernah melihat ke lain arah, eratan di dada memaksanya untuk tetap tinggal, penuh kegilaan. Seperti tanaman, jika akarnya dicabut maka ia tidak akan pernah bisa hidup lagi.
Berkat Jennie ia rela berkorban demi masa lalunya untuk mengubah masa depannya.
"Yeah." Ia bernafas lega. Mengembalikan kamera itu ke tangan pemilik.
Tiba-tiba Yoongi tersadar mereka bercuap-cuap tanpa menggunakan pelindung indentitas, penghuni tempat ini cuma terisi mereka berdua dan tiga karyawan entah karna ini ruang private khusus VIP atau bukan. Namun Yoong bisa sedikit lebih santai, jika salah satu staff menyadari kehadiran mereka berdua setidaknya para karyawan itu harus profesional untuk membungkam mulut masing-masing atau Yoongi tidak akan segan untuk melaporkan atas dasar mengunggah privasi costumer.