• 45 : They Know •

20 6 0
                                    

              Sekolah saat ini menjadi sangat ricuh saat kabar burung mengenai Harris-ayah Mora tersebar di penjuru Indonesia, bahkan sampai terisarankan di TV Nasional.

Saat ini Mora mendapatkan tatapan tak menyangka dari teman-temannya di Aliedor, kecuali keenam sahabat dekatnya yang memang sudah tahu.

"Mora, beneran bokap lo punya anak haram? Ya ampun.. Jangan-jangan lo anak haram lagi?" Ucap kakak kelas yang memang kurang menyukai Mora. Padahal dulu saat Arcadis masih berdiri, kakak kelas itu tak berani menyentuhnya atau bahkan berada di dekat peredaran gadis itu.

"Yah, percuma kaya, banyak dosa." Mora menatap gadis itu dengan tatapan aneh.

"Pendosa juga kan lo? Banyak bacot!"

"Ya, seenggaknya bokap gue normal sih, gak suka maen cewek! Sampe punya anak lagi! Siapa tuh nama anaknya, Mor?"

Mora berusaha menutup telinganya saja. Bahkan sampai di dalam kelas, ia melihat Romeo sedang mengeluarkan meja dan kursinya yang sudah dicoret-coret pilox.

Kenapa manusia mudah sekali untuk menghujat, apakah mereka tidak pernah berkaca bahwa dirinya juga bejat di dalam aspek yang lain?

"Mor, gue saranin deh lo cepet-cepet cari sekolah baru, gue yakin Harris bentar lagi bangkrut."

"Eh, kalian juga jangan mau temenan sama Mora, bentar lagi jatuh miskin nih!" Ucap gadis itu kepada keenam teman dekatnya.

"Mulut lo butuh gue sumpel pake dollar?" Tanya Mora santai.

"Gak usah belagu lagi lo bego!" Gadis itu mendorong Mora hingga ia terbentur di dinding.

"HEH! APA-APAAN LO BANGSAT?!" Ucap Mora nyalang. Berani-beraninya..

"Apaan lo?! Masih berani?! Lo tahu kan bokap gue lebih kaya dari lo abis ini?!"

"Percuma masih nebeng harta bokap, cemen lo!" Muka gadis itu sudah berubah merah padam. Memang segala yang dimilikinya hanyalah harta ayahnya. Beda dengan Mora, kemana pun Mora pergi, uang pasti akan datang tanpa diminta. Entah darimana.

Plak!

Gadis itu menampar Mora, namun akhirnya Mora berusaha menahan amarahnya yang sebenarnya sebentar lagi akan meledak tak karuan.

"Heh! Sinting lo! Pergi sana!" Allison mendorong gadis itu, sementara Bertha dan Mentari membawa Mora pergi dari sana.

"Eh, Kak Mora.." Ucap seorang gadis polos.

"Yah, kasian banget sih kak... Udah ya, jangan ganjen makanya..."

"This bitc-"

"Aduh, kak... Mending gak usah belagu lagi sekarang. Emang kakak doang yang punya power??"

"Aku sekarang pacarnya Kak Hans. Kakak gak boleh sentuh sehelai rambut aku kalo kakak gak mau kena masalah sama OSIS."

"Kasian banget deh kak..."

Brak!

Mora mendorong tubuh gadis kecil itu sampai menabrak pintu kelas.

"Lo jangan macem-macem." Peringat Mora untuk yang terakhir kalinya.

Banyak adik kelas yang menjadi anggota OSIS langsung mencari anggota OSIS lainnya untuk melindungi gadis itu.

"Mora, ayo ah!" Ucap Bertha, melindungi nama baik Mora sendiri. Mora pun berancang-ancang pergi.

"Romeo kok mau ya sama psikopat kayak kakak?"

"Anjing!" Mora langsung melayangkan satu tamparan ke pipi mulus gadis itu. Mora yang sedang memakai cincin serta kukunya yang panjang langsung dengan mudah menggores pipi gadis itu hingga berdarah.

Arcadis [SEQUEL OF 'BASKARA']Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang